(Panjimas.com) – Sa’ad bin Abi Waqqash RA adalah satu dari sepuluh shahabat Nabi SAW yang memeroleh jaminan masuk surga. Beliau juga termasuk sabiqunal awwalun, dan masuk Islam saat masih remaja, yakni ketika berumur 17 tahun.
Waktu Sa’ad mengambil sikap tegas untuk memeluk agama tauhid, Allah SWT menjadikan ibu kandung beliau sebagai batu cobaan.
Diriwayatkan dari Abu Utsman, bahwa Sa’ad berkata, “Ayat ini diturunkan berkaitan dengan diriku: “Jika dia memerangi kamu agar kamu menyekutukanKu dengan sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmu, maka janganlah kamu menaatinya.” (QS. Al ‘Ankabuut: 8). Aku tidak bertanggung jawab atas Ibuku. Ketika aku masuk Islam, ibuku berujar, ‘Wahai Sa’ad, agama apa yang kamu peluk? Kamu tinggalkan agama itu atau aku tidak akan makan dan minum sampai mati, sehingga kamu dikatakan sebagai pembunuh ibumu sendiri?!’ Aku menjawab, ‘Wahai ibuku, perlu engkau ketahui, demi Allah, seandainya engkau mempunyai seratus nyawa, lalu keluar satu per satu, tetap saja aku tidak akan meninggalkan Islam.’ Mendengar pernyataan itu, akhirnya dia mau makan.”
Selain keteguhan iman yang benar-benar teruji, Sa’ad bin Abi Waqqas RA juga memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Beliau lebih mengutamakan keselamatan Rasulullah SAW di atas keselamatan diri sendiri. Karena itu beliau menyediakan diri menjadi penjaga Sang Nabi.
Dikisahkan oleh Ummul Mukminin Aisyah RA, “Pada suatu malam Rasulullah SAW tak bisa tidur dan bersabda, ‘Seandainya ada orang shalih dari kalangan shahabatku yang mau menjagaku malam ini.’ Setelah itu kami mendengar seseorang mendekat dengan bunyi senjatanya. Rasulullah bertanya, ‘Siapa ini?’ Orang itu menjawab, ‘Sa’ad bin Abi Waqqash.’ Rasulullah bertanya lagi, ‘Mengapa engkau datang kemari?’ Sa’ad menjawab, “Terasa dalam hatiku kekhawatiran akan dirimu, wahai Rasulullah, maka aku datang untuk menjagamu.’ Setelah itu Rasulullah tidur hingga aku mendengar dengkuran beliau.”
Untuk Sa’ad bin Abi Waqqash RA, Rasulullah SAW pernah berdoa agar Allah SWT senantiasa mengabulkan doa pemuda itu. Dan benarlah, Sa’ad menjadi seorang shahabat Nabi SAW yang memiliki keistimewaan, yakni selalu Allah ijabahi doanya.
Kelebihan Sa’ad bin Abi Waqqash RA yang lain adalah kemahiran dalam memanah. Sa’ad merupakan shahabat Nabi SAW yang pertama kali melepaskan anak panah di medan jihad. Beliau pun selalu mengikuti peperangan bersama Rasulullah SAW.
Di saat perang Uhud, Rasulullah SAW memerintahkan kepada Sa’ad agar melepaskan anak panah, dengan bersumpah atas kedua orang tua beliau.
Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad, dari ayahnya, bahwa Rasulullah SAW pernah bersumpah demi kedua orang tua beliau. Amir berkata, “Seorang pria musyrik telah membakar kaum muslimin, maka Rasulullah bersabda, ‘Lepaskanlah anak panah, demi ayah dan ibuku.’ Aku pun mengambil anak panah yang tidak ada runcingannya hingga mengenai kening pria itu. Dia pun terjatuh dengan aurat tersingkap, lalu Rasulullah tertawa hingga gigi serinya terlihat.”
Nabi SAW pun pernah bersabda, “Siapa yang menembakkan panah sampai mengenai sasaran di dalam jihad di jalan Allah SWT, maka ia memeroleh satu derajat di surga.” (HR. Abu Daud)
Sa’ad bin Abi Waqqash RA wafat di Aqiq, tujuh mil dari Madinah, pada tahun ke-55 hijrah. Beliau dikuburkan di pemakaman Baqi’. Semoga kita mampu meneladani kegigihan beliau dalam berislam dan kesyukuran beliau dalam memanfaatkan nikmat potensi positif yang Allah SWT karuniakan, aamiin. Wallahu a’lam. [IB]