YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – Perempuan Muallaf kelahiran Yogyakarta 39 tahun silam itu tampak memendam permasalahan berat. Ketika Panjimas mewawancarai, dirinya bercerita terkait ujian Allah saat berada di serambi masjid Baiturrahim Polresta Yogyakarta, Jl Reksobayan, Gondomanan, Yogyakarta, Selasa (28/6/2016).
Adalah Teresia Herdhini Prasasti Sumekar, ST yang memutuskan menjadi muallaf sejak tahun 2003 lalu, terus diuji Allah lewat ayah kandungnya sendiri Ir. Sudiro Pramono Sidi.
“Setelah saya masuk Islam saya menikah 2005 secara agama Islam dengan seorang muslim, ndak usah saya sebut ya. Kemudian ayah saya, memaksa saya menikah dengan Emanuel Natal Kristanto pada Juli 2005 secara Katholik karena saya masih takut kepada manusia (Sudiro Pramono Sidi). Saya punya anak dari suami muslim saya, menurut saya tujuan nikah agar saya kembali Katholik, maka di tahun 2009 saya memutuskan bercerai dengan Emanuel” ucapnya.
Herdhini yang memiliki dua anak tersebut mengatakan selama ini dirinya selalu berusaha berbuat baik kepada kedua orang tuanya meski beda agama. Namun suatu saat sekitar tahun 2015, dirinya mendapat ujian kembali hingga menjadikannya harus berpisah dengan kedua anaknya. Untuk itu Herdhini menitipkan anak-anaknya kepada kakeknya tanpa ada prasangka apapun.
“Lha pas saat itu keputusannya 1 tahun namun saya dipercepat 9 bulan bisa pulang, pas hari pertama itu saya langsung pengin jemput anak-anak saya. Saya datang kerumah orang tua saya tahu-tahu didepan sudah dihadang orang, disitu ada Polisi, ada dari PAI juga. Jadi saya dilapor-laporkan orang tua saya, sampai anak saya teriak-teriak ternyata aku Katholik dulu, ibu harus taubat” katanya.
Herdhini merasa dikhiyanati orang tuanya, berkali ingin ambil anak-anaknya, usaha selalu gagal. Bahkan menurutnya Sudiro Pramono Sidi pernah sesumbar “Tidak mengapa kehilangan satu, asalkan bisa mendapat dua”.
“Jadi anak-anak saya itu dipakai mereka untuk saya kembali, lha kan saya gak mau, saya gak maksa anak-anak tapi tentu ada batasnya. Kesabaran saya juga bahkan Eyangnya itu memasukkan anak-anak saya ke Kk nya agama ditulisnya Katholik. Saya gak terima karena agama kan pertanggung jawaban saya dengan Allah” tegasnya.
Secara jelas Sudiro Pramono Sidi berusaha memurtadkan Anak Herdhini, sementara bukti raport sekolah kedua anak tersebut beragama Islam. Akhirnya dengan kekuatan dan keteguhan hati Herdhini memutuskan tanggal 1 Juni 2016 melakukan penjemputan kedua anaknya di SDN Lempuyangan Wangi dibantu saudara muslimnya.
“Lha hasilnya sekarang saya dilaporkan dengan tuduhan Kekerasan dan Diskrimanasi terhadap Anak, karena pada saat penjemputan itu lho. Padahal saya hanya melakukan hak dan kewajiban saya sebagai seorang ibu. Yang melaporkan mantan suami saya yang secara legal hanya diatas kertas, selama inipun nggak ngurusi anak-anak sama sekali” tandasnya.
Untuk itu, Herdhini menggandeng Lembaga Bantuan Hukum Muallaf Center Yogyakarta (LBH MCY) guna memberikan Kuasa Hukum. Dirinya berharap kasusnya selesai secara baik, maka Tito Hadi Priyatna, SH dan Agus Raharjo, SH anggota LBH MCY memutuskan menjadi Penasehat Hukum Herdhini. Sementara Hak asuh atas anak secara resmi ada pada Herdhini yang diperkuat Pengadilan Bantul 2010 lalu.
“Saat ini anak-anakpun sudah menyadari, iya bu kemarin aku dibohongi, aku dibilangin ibu itu kayak gini-gini, ibu itu teroris, ibu itu Gafatar, dah sampai seperti itu. Sekarang aku penginnya sama ibu, anak-anak pun berharap, aku penginnya ketemu sama Polisinya, mau ngomong sama Polisinya biar ini dihentikan. Biar ibu deket sama aku, biar ibu ngurusi aku” pungkas Herdhini menirukan ucapan anak-anaknya. [SY]