(Panjimas.com) – Islam pernah memiliki ulama besar yang terkenal dengan nama Ibnu Khaldun. Atau nama lengkapnya, Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin Al-Hasan.
Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H, atau bertepatan dengan 27 Mei 1332 M. Perjalanan hidup beliau dipenuhi dengan pengalaman dan pelajaran hidup yang amat sangat berharga. Pengembaraan pernah beliau lakukan, sejumlah tugas besar dalam bidang politik, akademi, dan hukum, pernah beliau emban.
Ibnu Khaldun sudah hafal Al-Qur’an sejak usia dini. Beliau hidup di lingkungan terpelajar dan memiliki semangat belajar yang tinggi. Ilmu beliau luas dan dalam. Beberapa bidang keilmuan beliau kuasai, terutama yang terkait masalah sosial. Sehingga ulama satu ini dikenal sebagai Sejarawan Muslim, Bapak Sosiologi Islam, sekaligus Bapak Ekonomi Islam.
Pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis sudah dikemukakan ratusan tahun sebelum kemunculan teori-teori ekonomi dari Barat.
Semangat keilmuan Ibnu Khaldun telah nampak sejak masa kanak-kanak. Hingga saat memasuki usia remaja, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar ke mana-mana. Buah-buah pemikiran beliau terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan yang cermat penuh kesabaran, dan iklim keilmuan yang terkondisikan.
Sang Ulama pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar. Pun seperti telah disinggung di atas, beliau pernah diamanahi jabatan penting di Fes, Granada, dan Afrika Utara.
Karya-karya Ibnu Khaldun sangat menginspirasi dan menjadi rujukan para ilmuwan Timur dan Barat, Muslim maupun Non Muslim. Diantaranya adalah, At-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya), Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu Al-‘Ibar yang bercorak sosiologis-historis-filosofis), Lubab Al-Muhassal fi Ushul Ad-Diin (kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar Al-Mutaqaddimiin wa Al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin Ar-Razi).
Dalam hal kenegaraan, Ibnu Khaldun pada zaman itu (abad ke -14) telah bisa menjelaskan dan menyimpulkan proses terbentuk hingga lenyapnya negara-negara, dengan pendekatan sejarah.
Menurut beliau, berdiri tagaknya negara bergantung pada generasi pertama (pendiri negara). Mereka memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikannya.
Kemudian hadir generasi kedua yang kebagian menikmati sekaligus mendapat amanah menjaga dan memelihara stabilitas dan kemakmuran yang telah berhasil diraih dengan penuh perjuangan oleh pendahulu mereka.
Lalu, tiba generasi ketiga yang hidup di dalam zona nyaman (ketenangan dan kesenangan), namun kemudian terbujuk oleh gemerlapnya dunia, dan sedikit demi sedikit keimanannya melemah. Hingga, negara itu pun hancur. Hancur oleh serangan musuh yang kuat dari luar yang ternyata selalu mengawasi kelemahan bangsa di negara itu sejak mula.
Maka kesimpulannya adalah, hancur leburnya negara adalah akibat dari kelemahan, kerapuhan internal di berbagai aspeknya. Dan semua itu terjadi berawal dari kelemahan iman.
Itulah catatan penting yang mesti menjadi perhatian kita, umat Islam saat ini. Catatan dari hasil studi dan penelitian ulama besar kita, Ibnu Khaldun, yang telah wafat di Kairo Mesir dalam bulan Ramadhan yang mulia, tepatnya pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M. Wallahu a’lam. [IB]