PANJIMAS.COM – Seorang tidak mungkin mampu melukiskan atau menjangkau hakikat detik-detik kematian. Akan tetapi, semua orang mengetahui bahwa itulah saat-saat yang menegangkan dan mengerikan. Saat di mana manusia harus berpindah dari dunia yang fana menuju akhirat yang abadi dan dari kehidupan menuju kematian. Adakah waktu di dunia yang lebih menakutkan daripada saat kematian? Adakah waktu di dunia yang lebih menegangkan dan menyibukkan daripada saat kematian? Sama sekali tidak ada.
Lalu, apa pendapatmu mengenai orang yang masih sibuk mencari ilmu dan menulis pelajaran dengan sungguh-sungguh pada saat menjelang kematian, seperti keadaan orang yang paling sehat dan paling bersemangat? Ya, beginilah kisah yang terukir dalam sejarah dan tertuis dalam berbagai buku. Kisah tersebut benar adanya sebagai pelajaran bagi generasi berikutnya dan motivasi bagi penuntut ilmu.
Masarrah Al-Hadrami (W. 373 H)
Al-Qadhi Iyadh dalam Al-Madarik juga menyebutkan biografi Masarrah bin Muslim Al-Hadhrami (w. 373 H); salah seorang ulama dan seorang yang zuhud. Menjelang kematiannya, Masarrah masih membaca Al-Quran dan berhenti pada ayat:
وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى…
“Aku bersegera kepada-Mu, ya Rabbku, agar Engkau ridha (kepadaku).” (Thaha [20]: 84)
Setelah itu, ia meninggal.
Kisah Al-Bairuni Ahli Astronomi (w. 440 H)
Dalam Irsyad Al-Arib, Yaqut menyebutkan biografi Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Khuwarazmi dan menjelaskan antusiasmenya dalam mencari ilmu dan menyusun buku. Yaqut menyebutkan kesaksian Al-Walwaliji, “Aku menemui Abu Raihan menjelang kematiannya. Nafasnya sudah sampai kerongkongan, sedangkan dadanya semakin terasa sempit. Akan tetapi, pada saat itu dia menyempatkan untuk bertanya kepadaku, ‘Apa pendapatmu tentang jatah warisan untuk nenek dari pihak ibu?’ dengan rasa iba aku berkata kepadanya, ‘Kenapa engkau masih sempat bertanya dalam keadaan seperti ini?’ ‘Bukankah jika aku mati dalam keadaan mengetahui masalah ini lebih baik daripada aku mati tanpa mengetahuinya?’ Kemudian aku menerangkan masalah tersebut hingga dia hafal. Aku pun beranjak keluar dari sisinya. Ketika sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar teriakan kematiannya.”
Ibnu Malik, Pengarang Alfiyah (W. 672 H)
Ad-Dajali dalam Al-Falakah Wa Al-Maflukun menyebutkan biografi Imam Abdullah Jamaluddin Muhammad bin Abdullah bin Malik, seorang pakar ilmu nahwu. Dia mengatakan, “Ibnu Malik adalah orang yang sibuk mengajar dan belajar, sampai-sampai saat menjelang kematiannya, dia sempat menghafal lima syair.”
Ibnul Jauzi (W. 597 H)
Inilah ulama yang menguasai banyak bidang ilmu dan memiliki banyak karya. Dia adalah Abul Faraj Ibnul Jauzi (w. 597 H). Di akhir usianya (80 tahun), dia belajar qira’ah asyrah kepada Ibnul Baqilani bersama anaknya, Yusuf.
Adz-Dzahabi mengomentari biografi Ibnul Jauzi, “Perhatikanlah semangat yang tinggi ini.”
Ibnul Aqil Al-Hanbali (W. 513 H)
Dalam biografi Abul Wafa’ bin Aqil Al-Hanbali (w. 513 H), dia berkata, “Saya dapati kesungguhanku terhadap ilmu pada usia 80 tahun lebih kuat dibanding pada usia 20 tahun.”. [AW/Iyan]