(Panjimas.com) – Seorang muslim yang mengerti agamanya sudah pasti kenal nama Imam Bukhari. Ya, beliau adalah periwayat hadits nomor wahid untuk keshahihannya.
Namun mungkin banyak diantara kita kaum muslimin yang tahu bahwa ketertarikan serta kiprah beliau dalam dunia hadits dimulai sejak usia belia. Pun kiranya juga banyak yang belum tahu bahwa penyusun kitab Shahih Bukhari terlahir dalam keadaan buta.
Imam bernama lengkap Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah terlahir dari rahim ibunya dalam keadaan buta dan yatim. Ia lahir di daerah bernama Bukhara pada 13 Syawal 194 H setelah waktu shalat Jum’at.
Namun Alhamdulillah, ibunda Bukhari selalu mendoakan putra tercintanya sehingga Allah SWT menyembuhkan kebutaan pada mata manusia pilihan ini.
Sejak Anjak Remaja
Bukhari mulai tertarik dengan dunia hadits semenjak usianya belum sampai 10 tahun. Ya, dalam usia sedini itu beliau sudah mulai menghafal hadits. Hingga pada usia 11 tahun, beliau pun sempat mengoreksi kesalahan seseorang dalam meriwayatkan hadits.
Lalu pada akhir usia ke-16 Bukhari remaja sudah hafal kitab-kitab Ibnul Mubarak dan Imam Waqi’, serta pendapat-pendapat kedua imam itu. Dan di usia ini juga, Bukhari memulai gerak langkahnya dalam pencarian hadits.
Ketika usai menunaikan ibadah haji bersama ibu dan saudara lelakinya, Bukhari tidak pulang dengan mereka, akan tetapi tetap tinggal di Makkah guna mencari hadits.
Seorang Penjelajah
Dalam ekspedisi pencarian hadits, Bukhari muda mengembara ke berbagai pelosok wilayah. Dicatat dalam kitab Hadyus Saari Muqaddimah Fathul Baari, beliau berkata, “Aku masuk daerah Syam, Mesir, dan Jazirah dua kali. Masuk daerah Bashirah empat kali, dan tinggal di Hijaz selama 6 tahun. Aku tak lagi bisa menghitung sampai berapa kali masuk daerah Kuffah dan Baghdad bersama para ahli hadits.”
Kita maklumi keadaan transportasi pada masa itu, yang pasti jauh lebih primitif dari sekarang. Dan seorang lelaki tangguh bernama Muhammad bin Ismail Al-Bukhari pernah mengalami kehabisan bekal dalam berekspedisi. Namum tentu hal itu tak menyurutkan langkah mulia beliau. Beliau tetap melangkah dan melanjutkan langkah sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Maka kini, berkah perjuangan manusia pilihan Allah satu ini, kita memeroleh jawaban-jawaban memantabkan dan menenteramkan atas pertanyaan-pertanyaan kehidupan. Mulai masalah tatacara ibadah, hukum-hukum syari’ah, aqidah, adab, akhlaq, bahkan masalah kesehatan dan lingkungan. Kitab-kitab karya Imam Bukhari memuat kaidah-kaidah itu semua.
Dan yang istimewa adalah kitab beliau yang bernama Shahih Bukhari. Ulama sepakat bahwa kitab hadits itu merupakan kitab acuan kaum muslimin yang paling shahih setelah Al-Qur’an Al-Karim.
Terus Berkarya Hingga Ujung Usia
Imam Bukhari, berkiprah di dunia hadits sejak belia, terus berkarya hingga penghujung usia.
Karya-karya bliau antara lain, Shahih Bukhari, Al-Adab Al-Mufrad, At-Tarikh Al-Kabir, At-Tarikh Al-Ausath, At-Tarikh Ash-Shaghir, Khalqu Af’alul Ibad, At-Tafsir Al-Kabir, Al-Fawaaid, Al-Jamu’ Al-Kabir, Al-Musnad Al-Kabir, Adh-Dhuafa’, Al-Asyirbah, Al-Hibah, dan masih ada yang lain.
Imam Bukhari wafat pada usia 62 tahun kurang 13 hari, di tahun 256 H, di malam Idul Fithri.
Dan satu hal yang seyogyanya digarisbawahi yakni, setiap kali akan menulis hadits dalam kitab Shahih Bukhari, beliau selalu mendahuluinya dengan mandi lalu shalat dua rakaat. [IB]
[Sumber: Buletin Jum’at Al-Minhaj edisi ke-35 terbitan Ponpes Al-Ukhuwah Sukoharjo Jateng]