YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – Di sela riuhnya suasana Sekaten yang terhias renggang bunyi gamelan, Panjimas.com berkesempatan berbincang sejenak dengan seorang mualaf yang baru saja secara resmi masuk Islam. Panggil saja Anggi (nama samaran). Kini ia masih duduk di bangku kuliah jurusan Bahasa Inggris di sebuah kampus di Yogyakarta.
Anggi terlahir di tengah keluarga penganut katholik yang bisa dibilang taat. Orang tuanya aktif beribadat di gereja walau hanya sebagai jemaat biasa. Namun, meski sejak kecil sudah dikenal-akrabkan dengan gereja dan agama Katholik, Anggi mengaku merasa tidak mantab dengan agama itu hingga kini, ketika usianya sudah 21 tahun. Selama rentang waktu itu, ia hanya ikut-ikut saja ketika beribadat di gereja. Hatinya tetap tak menerima sepenuhnya.
Sampai suatu ketika, kakak lelakinya yang merantau ke Papua pulang dan sudah beragama Islam, dari yang semula penganut katholik seperti orang tua. Waktu itu tahun 2013.Setelah kakaknya berangkat lagi, Anggi menemukan Mushaf Al-Qur’an Terjemah di rumah, yang adalah milik kakaknya.
Diam-diam Anggi membaca dan memelajari sendiri Kitab itu, dan kian hari kian bertambahlah ketertarikannya kepada Islam. Dari jarak jauh, Anggi dengan kakaknya kemudian terus menjalin komunikasi dan mulai berbicara masalah agama.
Sampai pada bulan September 2014, mantab sudah niat Anggi. Gadis kelahiran Gunung Kidul ini memberanikan diri meminta izin kepada orang tuanya untuk pindah agama. Dan tentu, orang tua Anggi marah besar. Sampai-sampai Anggi mendapat ancaman tidak akan dibiayai kuliah lagi kalau nekad masuk Islam.
Singkat kata, usahanya waktu itu belumberhasil sebagaimana yang diharapkan. Anggi urung menyatakan diri masuk Islam walau hatinya sudah benar-benar condong pada Din yang haq ini. Sejak itu, walau anggi masih resmi beragama Katholik, tapi hubungannya dengan keluarga menjadi renggang, bebeda dengan sebelumnya.
Namun sikap yang kurang nyaman dari keluarga tak begitu terasa nyata karena selama ini Anggi kost di Yogya. Dua atau tiga pekan sekali biasanya Anggi pulang. Biaya kuliahnya tetap diberikan oleh orang tua karena waktu itu kakaknya sempat berniat akan mengajak adik tercintanya ke Papua kalau orang tuanya tak mau lagi membiayai kuliah putrinya.
Hubungan yang tidak harmonis antara anak dengan orang tua Anggi tahan hingga bulan Nopember tahun ini. Mulai pada waktu itu sikap orang tuanya berubah menjadi lebih baik. Peran kakaknyalah yang menjadikan perubahan ini. Diamencoba membantu adiknya berbicara dengan orang tua. Disampaikannya bahwa yang namanya keyakinan itu tak bisa dipaksakan. Akhirnya orang tua mereka mengerti, dan berubahlah sikapnya kepada Anggi hingga saat ini.
Maka terbukalah jalan bagi Anggi untuk memasuki dunia hati yang baru, yang telah ia rindu sedari dua tahun lalu. Dua pekan lalu Anggi bersyahadat. Lalu kemarin diulang lagi secara resmi dengan menandatangani sertifikat Mualaf Center Yogyakarta, di serambi masjid gedhe kauman Yogyakarta.
Kita doakan semoga Anggi tetap istiqamah di jalan kebenaran. [IB]