(Panjimas.com) – Perbedaan yang ada, seperti dalam masalah furu’iyyah (cabang agama), metode dakwah, cakupan, dan sebagainya justru akan membuat ormas-ormas tersebut akan saling menguatkan dan menopang dakwah. Menjadi sarana berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana yang telah diperintahkan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 148. Hanya saja, memang tidak bisa dipungkiri, adanya sebagian oknum yang picik pandangan, saling sikut dengan sesama saudaranya, bahkan saling hujat, hanya karena berbeda organisasi dan bendera dakwah. Orang-orang seperti ini harus segera disadarkan. Karena sadar atau tidak sadar dia telah melakukan kemungkaran besar, yang bukan saja akan berimbas pada dirinya, tetapi mudharatnya bisa menimpa jama’ah kaum muslimin pada umumnya.
Buya Hamka seorang Tokoh Muhammadiyah yang sangat berpengaruh dalam perjalanan sejarah Islam dan bangsa di Indonesia sikap teguh dalam memegang prinsip namun di sisi lain mengormati pandangan yang berbeda dengannya. Contohnya ketika Buya Hamka memaafkan dan tetap mensholatkan Presiden Soekarno yang pernah memenjarakannya serta kisah KH Idham Cholid dan Buya Hamka saat memimpin sholat shubuh masing – masing saling bertoleransi
Namun akhir – akhir ini di media sosial ada kelompok yang menshare tentang Buya Hamka dikatakan di masa akhir hidupnya Buya Hamka dibaiat oleh Abah Anom dan menjadi pengikutnya kemudian Buya Hamka juga disebutkan melakukan tahlilan di usia tuanya bahkan banyak yang menulis seolah olah kutipan dari Buya Hamka bahwa ” dulu saya tidak tahlilan karena cuma membaca satu kitab, setelah membaca ribuan kitab saya akhirnya melakukan tahlilan ”
Benarkah informasi yg tersebar di media – media online tersebut? hasil penelusuran tidak ada literatur dan data yang diberikan untuk menguatkan klaim mereka selama ini yang dishare hanya foto yang disebutkan ketika Buya Hamka memberi salam kepada abah anom, lalu apa dengan foto itu saja bisa diterjemahkan buya hamka telah dibaiat? tentu ini sebuah klaim asal – asalan saja dan tak berdasar mengingat Buya Hamka adalah sosok yang sangat menghormati ulama – ulama laennya meskipun memiliki perbedaan dengan dirinya.
Kemudian soal klaim bahwa di usia tuanya Buya Hamka akhirnya membolehkan upacara tahlilan, lagi – lagi tidak ada data yang valid diberikan dan 100 persen hanya klaim saja. Justru kami mendapat kesaksian dari santri – santri Al Azhar salah satunya Ustadz Harun Abdi bahwa selama belajar dengan Buya Hamka sampai wafatnya Buya Hamka tidak pernah menganjurkan untuk melakukan upacara tahlilan bahkan ketika istri Buya Hamka meninggalpun tidak ada upacara tahlilan.
Ustadz Harun Abdi mengisahkan Buya Hamka adalah sosok yang sangat menghormati ulama ulama laen dari manapun meskipun demikian Buya Hamka adalah orang yang sangat teguh memegang prinsip oleh karena itu kiranya ummat tidak mudah percaya dengan cerita – cerita yang dikarang soal Buya Hamka untuk mendukung amalan tertentu.
Seperti yang kami tulis diatas janganlah perbedaan ini kemudian menyulut upaya menghalalkan segala cara termasuk kisah palsu Ulama/Tokoh terdahulu hanya untuk mendapat legitimasi soal amalan yang dilakukan sungguh itu perbuatan yang tidak berguna dan justru semakin membuat orang antipati.[sangpencerah].