PANJIMAS.COM – Beberapa hari ini, umat Islam dibuat kaget dengan sebuah pernyataan yang diduga berasal dari rekaman suara Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj.
Seperti diberitakan sebelumnya, pernyataan nyeleneh Said Aqil, yang beredar melalui youtube itu tak segan-segan mencela jenggot, yang merupakan sunnah sebagaimana diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Baca: Said Aqil: Jenggot Mengurangi Kecerdasan Otak, Makin Panjang Jenggot Makin Goblok!)
“Tapi kalau berjenggot, emosinya saja yang meledak-ledak, geger otaknya. Karena syaraf untuk mensupport otak supaya cerdas, ketarik oleh jenggot itu. Semakin panjang, semakin goblok!” ujarnya.
Nampaknya, olok-olokan Said Aqil terhadap jenggot yang bikin goblok itu tak benar sama sekali.Berapa banyak tokoh Islam dan pahlawan nasional yang dikenal cerdas, justru berjenggot, seperti KH Agus Salim yang menguasai banyak bahasa internasional.
Ternyata, celaan atas jenggot, dulu juga pernah dialami oleh KH Agus Salim, tokoh pergerakan Islam di Indonesia, sekaligus pahlawan nasional,. Berikut ini penggalan kisahnya.
Janggut Haji Agus Salim
Oleh: Beggy Rizkiyansyah
Persoalan penampilan ternyata jadi soal pula dalam panggung politik. Termasuk di Indonesia. Salah satu penampilan yang dipersoalkan adalah Janggut. Dan salah seorang yang dikenal berjanggut ‘kambing’ adalah Haji Agus Salim.
Haji Agus Salim adalah salah seorang tokoh besar Umat Islam yang mempelopori pergerakan kemerdekaan, ia adalah tokoh yang sudah aktif sejak zaman Sarekat Islam bersama HOS Tjokroaminoto. Haji Agus Salim dikenal sebagai tokoh Islam yang jenius, menguasai banyak bahasa, seperti Arab, Inggris, Belanda, Jepang, Turki dan lainnya.
Sebagai tokoh Sarekat Islam, ia sering mengadakan pertemuan-pertemuan terbuka. Suatu ketika ia sedang berpidato, kemudian ia diejek soal janggutnya oleh Sutan Sjahrir dan kawan-kawannya yang datang ke pertemuan terbuka itu.
Sutan Sjahrir sendiri menceritakan, “Kami sekelompok besar pemuda, bersama-sama mendatangi rapat di mana Pak Salim akan berpidato, dengan maksud mengacaukan pertemuan itu. Pada waktu itu Pak Salim telah berjanggut kambing yang terkenal itu, dan setiap kalimat yang diucapkan pak haji disambut oleh kami dengan mengembik yang dilakukan bersama-sama. Setelah untuk ketiga kalinya kami menyahut dengan “Me, me, me”, maka Pak Salim mengangkat tangannya seraya berkata,
“Tunggu sebentar. Bagi saya sungguh suatu hal yang sangat menyenangkan bahwa kambing-kambing pun telah mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Hanya sayang sekali bahwa mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga mereka menyela dengan cara yang kurang pantas. Jadi saya sarankan agar untuk sementara mereka sekedar makan rumput di lapangan. Sesudah pidato saya ini yang ditujukan kepada manusia selesai, mereka akan dipersilakan masuk kembali dan saya akan berpidato dalam bahasa kambing khusus untuk mereka. Karena di dalam agama Islam bagi kambing pun ada amanatnya, dan saya menguasai banyak bahasa.
“Kami tidak tinggalkan ruangan, kata Sjahrir, “tetapi kami terima dengan muka merah gelak tawa dari hadirin lainnya. Kami ingin tahu apa lagi yang beliau bicarakan, makiin lama beliau bicara, makin asyk kami dengarkan. Tetapi beliau tidak dapat meyakinkan kami, dan sesudah peristiwa itu pun kami masih melawannya, tetapi tidak pernah lagi kami mencoba mencemoohkannya.” [AW/jejakislam]
_____________
Sumber : Last, Jef. 1996. In Memoriam dalam Seratus Tahun Haji Agus Salim. Jakarta: Sinar Harapan.