PANJIMAS.COM – Setelah mengarungi bersama bahtera rumah tangga di lautan perjuangan jihad fi sabilillah, Allah Ta’ala memberikan ujian kepada Mira Agustina. Umar Al-Faruq, sang suami tercinta ditangkap oleh aparat BIN di Masjid Raya Bogor pada 5 Juni 2002 di Masjid Raya Bogor. (Baca: Kisah Asy-Syahid Umar Al-Faruq (1): Perjalanan Cinta Sang Mujahid)
Menurut informasi yang dihimpun dari berbagai media, selepas Ashar pada 5 Juni 2002 waktu itu, terjadi keributan kecil di halaman Masjid Raya Bogor. Namun keramaian di Jalan Pajajaran di depan masjid, dan keriuhan di terminal Bogor yang tak jauh dari situ, membuat orang tampaknya tidak terlalu hirau ketika sekitar 10 orang mengepung dua orang di masjid itu dan meringkusnya. Keduanya adalah Umar Al-Faruq dan Abdul Haris.
Abdul Haris, orang yang ditangkap bersama Al-Faruq dalam penggerebekan kilat itu mengaku membantu menguruskan paspor Mira Agustina, istri Al-Faruq, yang berencana pergi bersama suami dan dua anaknya ke Selangor, Malaysia. Haris berjanji menyerahkan paspor pada hari itu.
Sebelum pertemuan, Haris mengaku sempat berbicara lewat telepon genggam dengan Al-Faruq. Dalam teleponnya yang pertama, kata Haris, terdengar suara Al-Faruq dengan nada gelisah dan ragu.
Firasatnya benar. Selepas salat asar, mereka sempat mengobrol dalam bahasa Arab di beranda masjid. Nahas, ketika itulah serombongan orang datang menangkap mereka. Al-Faruq, kata Haris, ditangkap dengan tuduhan memalsukan paspor. Haris, pun ikut diciduk namun dua hari kemudian Haris dibebaskan. Hingga kini, entah menghilang ke mana Abdul Haris, banyak pula kalangan yang mempertanyakan siapa sebenarnya Abdul Haris.
Muchyar Yara, Asisten Kepala Bidang Sosial dan Kemasyarakatan Badan Intelijen Negara (BIN), mengatakan penangkapan itu dipimpin oleh Mayor Andika Perkasa, perwira pasukan elite Kopassus yang diperbantukan dalam operasi BIN. Andika sendiri adalah menantu A.M. Hendropriyono, Kepala BIN saat itu. Kini Andika Perkasa menjabat sebagai komandan Paspampres Presiden Joko Widodo.
Tiga hari setelah ditangkap Al-Faruq dibawa ke Bandar Udara Halim Perdanakusumah dan diserahkan kepada CIA hingga dijebloskan ke penjara paling angker di dunia, Baghram, Afghanistan.
Tak berhenti sampai di situ, rumah Mira dan keluarganya sempat digerebek aparat kepolisian. Meskipun mereka tak tahu-menahu berbagai tuduhan keji terhadap suaminya. Mira dan keluarganya pun sempat mendapatkan perlakuan zalim aparat, barang-barang dan sejumlah uang pun dirampas.
“Waktu Faruq ditangkap ada penggerebekan di sini, tepatnya di kamar saya. Banyak yang hilang, 1 Kg gaharu hilang, uang tiga peti. Padahal paginya itu Faruq bilang ke saya mau pergi naik pesawat ke Batam,” ujarnya.
Mira tak percaya dengan segala tuduhan yang dialamatkan kepada suami tercinta. Menurutnya, Umar Al-Faruq yang dikenalnya selama ini adalah seorang mujahid. Ia datang dari jauh, tak lain hanya untuk berjihad membela saudara muslimnya yang ditindas kafir Kristen di ujung timur Indonesia, Ambon, Maluku.
Pada saat peristiwa peledakan gedung WTC pada 11 September 2001, Umar Al-Faruq pun berada di rumah dan sempat menyaksikan bersama-sama berita yang mengguncang dunia saat itu.
Ia mengungkapkan, suaminya itu adalah sosok yang lembut, begitu perhatian dengan keluarga. Suatu ketika, Mira pernah bertanya kepada Faruq, dengan pertanyaan yang datang dari lubuk hatinya terdalam.
“Saya pernah tanya dengan sejujur-jujurnya, bener nggak sih kamu seperti yang dibilang sama orang-orang? Dia bilang, ‘ummi lebih tahu saya daripada orang lain’,” jawabnya singkat.
Surat Cinta dari Penjara
Hari demi hari dilewati Mira tanpa sang suami tercinta, hingga akhirnya Faruq sempat mengirimkan beberapa pucuk surat cinta dari balik jeruji besi, penjara Baghram Afghanistan, melalui sebuah lembaga kemanusiaan. Berikut ini salah satu kutipan surat cinta Umar Al-Faruq yang dikirimkan pada 21 Januari 2004 yang ditulis dengan dua bahasa, Arab dan Inggris:
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
ياحبيبة أبو الفاروق.. كيف حالكي ياأم الغالية
وكيف حال الغالية والحانون هل انتم بخير؟
لقد طال شوقي لكم وأرجوا أن نلتقي قريبا بعون الله…
أريد ياحبيبتي صورة للغالية والحنون سويّا..
بالحجاب وغير الحجاب…
بلغني سلامي للوالدة أمّك
وإخوانك وأطلبي منهم الدّعاء لي
أنا بخير ولا تحزني عليّ والمهمّ صحّتك وصحّة بناتي
أرجوا أن تصل الرسالة لك وتردين عليً بسرعة
أخيرا .. ابو يحبك كثيرا
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Wahai istri tercinta Abu Faruq, bagaimana kabarmu duhai Ummu Ghaaliyah? dan bagaimana kabarnya Ghaaliyah dan Hanun? Apakah kalian semua baik-baik saja…
Sungguh kerinduanku telah terasa semenjak lama pada kalian, dan aku berharap kita bisa berjumpa dalam waktu dekat ini -bi’aunillah- (dengan pertolongan Allah).
Wahai Istriku, aku ingin sekali melihat foto Ghaliyah dan Hanun bersama-sama, yang memakai hijab dan tanpa hijab (saat itu keduanya masih kecil, pent).
Sampaikan salamku pada orang tua, ibumu dan saudara-saudaramu.. aku meminta pada mereka panjatan (untaian do’a) untukku..
Aku dalam keadaan baik baik saja, jangan kau bersedih atasku, yang penting ialah kesehatanmu dan kesehatan putri-putriku..
Dengan surat yang sampai padamu, ku harap kau segera membalasnya untukku..
Sebagai penutup, aku (Abu Faruq) sangat mencintaimu..
Wassalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh.
Masya Allah, seorang mujahid seperti Umar Al-Faruq, ternyata memiliki hati yang lembut, bahkan sikap yang romantis. Hal itu terukir lewat surat yang ditulisnya, betapa dalam cintanya kepada sang istri, Mira Agustina serta kedua anaknya, Ghaliyah dan Hanun.
Sikap Al-Faruq yang tegas dan garang di medan jihad namun lembut kepada keluarganya, seolah menggambarkan ciri mujahid sejati sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS al-Maidah [5]: 54).
Semoga kita bisa mengambil hikmah di dalamnya. Bahwa, bagaimanapun seorang mujahid tetaplah manusia biasa, ia punya rasa cinta dan sayang yang dicurahkan kepada keluarganya sebagaimana manusia pada umumnya. Bersambung. [AW]