Oleh: Ustadz Umar Faruq Lc (Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo Mesir)
(Panjimas.com) – Suatu ketika ada seorang pemuda yang datang kepada Imam Syafi’i rahimahullah lalu mengadukan tentang kesempitan hidup yang ia alami. Dia memberitahukan bahwa ia bekerja sebagai pekerja upahan dengan gaji 5 dirham. Dan gaji itu tidak mencukupinya. “Minta gajimu untuk dikurangi jadi 4 Dirham,” saran Imam Syafi’i.
Orang itu pergi melaksanakan perintah Imam Syafi’i sekalipun ia tidak paham apa maksud dari perintah itu.
Setelah berlalu beberapa lama, orang itu datang lagi kepada Imam Syafi’i untuk mengadukan tentang kehidupannya yang tidak ada kemajuan.
“Kalau begitu minta gajimu untuk dikurangi jadi 3 Dirham,” saran Imam Syafi’i kembali. Orang itupun pergi melaksanakan anjuran Imam Syafi’i dengan perasaan sangat heran.
Setelah berlalu sekian hari, orang itu kembali lagi menemui Imam Syafi’i dan berterima kasih atas nasehatnya. Ia menceritakan bahwa uang 3 dirham justru bisa menutupi seluruh kebutuhan hidupnya, bahkan hidupnya menjadi lapang. Ia menanyakan apa rahasia di balik itu semua?
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa pekerjaan yang ia jalani itu tidak berhak mendapatkan upah lebih dari 3 dirham. Dan kelebihan 2 dirham itu telah mencabut keberkahan harta yang ia miliki ketika tercambur dengannya. Lalu Imam Syafi’i membacakan sebuah sya’ir:
-
جَمَعَ الْحَرَامَ عَلَى الْحَلَاِل لِيُكْثِرَهُ
دَخَلَ الْحَرَامُ عَلَى الْحَلَالَ فَبَعْثَرَهُ
- Dia kumpulkan yang haram dengan yang halal supaya ia menjadi banyak.
- Yang harampun masuk ke dalam yang halal lalu ia merusaknya.
Barangkali kisah ini bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita dalam bekerja. Jangan terlalu berharap gaji besar bila pekerjaan kita hanya sederhana. Dan jangan berbangga dulu mendapatkan gaji besar, padahal etos kerjanya sangat lemah atau tidak seimbang dengan gaji yang diterima.
Bila gaji yang kita terima tidak seimbang dengan kerja yang kita lakukan, artinya kita sudah menerima harta yang bukan hak kita. Itu semua akan menjadi penghalang keberkahan harta yang ada, dan mengakibatkan hisab yang berat di akhirat kelak.
Harta yang tidak berkah akan mendatangkan permasalahan hidup yang membuat kita susah, sekalipun bertaburkan benda-benda mewah dan serba lux. Uang banyak di bank, tapi setiap hari cek-cok dengan istri, lalu apa gunanya? Anak-anak tidak mendatangkan kebahagiaan sekalipun jumlahnya banyak. Dengan teman dan jiran sekitar tidak ada yang baikan.
Kendaraan selalu bermasalah. Ketaatan kepada Allah semakin hari semakin melemah. Pikiran hanya dunia dan dunia. Harta dan harta. Penglihatan selalu kepada orang yang lebih dalam masalah dunia. Tidak pernah puas, sekalipun mulutnya melantunkan alhamdulillah tiap menit.
Kening selalu berkerut. Satu persatu penyakitpun datang menghampiri. Akhirnya gaji yang besar habis untuk cek up ke dokter sana sini, periksa ke klinik disana dan disini. Tidak ada yang bisa di sisihkan untuk sedekah, infaq dan amal-amal sosial demi tabungan masa depan di akhirat. Menjalin silaturrahim dengan sanak keluarga pun tidak. Semakin kelihatan mewah pelitnya juga semakin menjadi. Masa bodoh dengan segala kewajiban kepada Allah. Ada kesempatan untuk shalat ya syukur, tidak ada ya tidak masalah.
Ayo mari evaluasi… Apakah gaji yang kita terima selama ini sudah sesuai dengan kinerja kita? [Edt;GA]