YOGYAKARTA (Panjimas.com) – Kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta (Jogja) tentu menjadi impian bagi sebagian siswa SMA/SMU. Tidak terkecuali dengan remaja asal Kota Pati, Puji Utomo (22 tahun). Meski berasal dari keluarga kurang mampu, ternyata tidak memupus impian dan semangat untuk meraih cita-cita demi menggapai masa depan.
Bahkan selama kurang lebih empat tahun, Puji pun membuktikan bahwa mahasiswa dari keluarga kurang mampu yang bisa lulus dengan predikat Cum Laude (lulusan terbaik) pada wisuda Sarjana Kampus UGM pertengahan Februari 2015 lalu.
Puji Utomo menceritakan bahwa kedua orangtuanya bekerja sebagai penjual ikan di Pasar Juwana, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Setiap hari orangtuanya berangkat menjelang tengah malam dan pulang pada keesokan harinya. Menjadi penjual ikan sudah dilakoni orangtua Puji dalam waktu 6 tahun terakhir.
“Dulu bapak itu tukang becak,” kata Puji yang lulus sarjana Teknik Sipil, Fakultas Teknik dengan predikat lulusan terbaik, pada Kamis (26/2/2015).
Anak dari Pasangan Waso dan Rudiah ini mengaku dari enam saudaranya, hanya dirinya sendiri yang menikmati bangku kuliah. Keterbatasan ekonomi yang menyebabkan kakak-kakaknya memilih langsung bekerja dan menikah setelah tamat sekolah.
Namun hal itu berbeda dengan Puji. Begitu lulus SMA, Puji mendaftar kuliah di UGM melalui jalur beasiswa Bidik Misi. Setelah dinyatakan lulus, Puji meyakinkan pada orangtuanya dan berjanji tidak akan meminta uang kepada mereka untuk biaya kuliah. Sebaliknya hasil tabungan dari sisa uang saku beasiswa digunakan untuk tambah modal usaha bisnis ikan ayahnya yang sempat merugi.
“Alhamdulillah sekarang usaha bapak sudah lancar,” kata Puji yang mengatakan bahwa usaha ikan sang ayah saat ini telah mencapai satu kuintal setiap sehari.
Mendapat tambahan uang saku dari beasiswa keluarga miskin, diakui Puji, memang sangat membantu. Uang saku sebesar Rp 600 ribu sebulan selama 4 tahun sebagian besar digunakan untuk mencukupi kebutuhan biaya hidup selama kuliah. Namun dengan bertambah tahun, kebutuhan kuliah pun menjadi semakin bertambah. Puji pun sempat tinggal di masjid sebagai penjaga masjid di daerah Pogung Utara.
Meski tidak memikirkan masalah sewa kontrakan, namun untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Puji mencari uang tambahan dengan mengajar di beberapa tempat bimbingan belajar. Dia pun sempat mengajar pada anak-anak difabel. “Di kelas anak-anak difabel saya sempat ngajar selama dua bulan,” kata Puji yang selama awal kuliah menggunakan sepeda ontel. [GA/trb]