(Panjimas.com) – Berikut ini adalah kisah hijrah Ummu Jihad Al-Kurdiyah Al-Holani (Belanda). Kisah ini diambil dari salah seorang sahabat saya yang berasal dari Belanda yang juga akrab disapa oleh kawan-kawannya dengan nama Ummu Kurdistan. Sebab, beliau adalah keturunan suku Kurdistan yang bermukim di Belanda.
Setelah kami bersahabat di jejaring sosial Twitter, hingga ke Kik dan Suresport juga Telegram, maka kami pun menjadi akrab. Tiada hari tanpa saling berbagi ilmu dan saling menasehati dalam kebaikan dan kebenaran, yang semata-mata kami niatkan hanya mencari dan mengharap ridho Allah.
Tak lupa pula, kami pun sering berbagi informasi terbaru dunia Islam, salah satunya adalah kabar tentang telah berdirinya Islamic State (IS) yang dipimpin oleh Khalifah Abu Bakar Al-Baghdadi Al-Quroisyi Al-Husaini di Iraq dan Suriah. Kami pun sepakat dari info-info yang kami peroleh, bahwa IS merupakan para pejuang Islam (baca; Mujahidin) yang senantiasa membela Islam dan umat Islam dari makar musuh-musuh Islam.
Pada suatu hari, saya menanyakan bagaimana pandangan Ummu Kurdistan tentang Islamic State (IS) atau Daulah Khilafah Islamiyyah yang telah menguasai sebagain besar wilayah di Iraq dan Suriah, termasuk salah satunya adalah wilayah Kobane, yang dianggap merupakan basis kuat pasukan Kurdi.
Dan dengan spontan, Ummu Kurdistan pun menjawab bahwa dirinya akan segera melakukan perjalanan kesana (Syam –red) untuk bergabung bersama IS. Lalu dia menuturkan kepada saya bahwa pada suatu hari, suaminya berbicara kepadanya, bahwa suaminya akan berhijrah ke Kobane untuk membantu kaum Kurdistan dari serangan mujahidin IS.
Mendengar pernyataan suaminya tersebut, lalu Umu Kurdistan pun berfikir keras bahwa hal itu tidak boleh terjadi. Waktu itu Ummu Kurdistan bergumam dalam hati, “Ya betul, bahwa kami adalah dari Kurdistan, tapi ini tidak boleh terjadi. Karena membantu pasukan Kurdi berarti memerangi Islam, dan membantu musuh-musuh Daulah Islam.
Dan semakin hari, hati Ummu Kurdistan semakin tidak bisa menerima hal itu. Tapi Ummu Kurdistan tidak bisa berterus terang kepada suaminya jika dirinya selama ini mensupport perjuangan IS dalam menegakkan kekhilafahan Islam, dan tidak sepakat dengan cara-cara suku Kurdi dalam memerangi Daulah Islam, dan bekerjasama dengan koalisi salibis internasional yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
Setelah terjadi diskusi yang cukup intens dan tajam dengan suaminya, akhirnya Ummu Kurdistan pun dicerai oleh suaminya. Jadi dalam beberapa bulan saja mereka membicarakan persoalan Syam, dan suaminya tetap memilih untuk bergabung dengan pasukan Kurdi memerangi Daulah Islam, mereka pun akhirnya berpisah.
Dan teman saya, Ummu Kurdistan akhirnya resmi menjadi seorang janda. Namun, status janda yang menempel dalam dirinya tidak membuatnya merasa kesepian. Sebab, dia adalah seorang wanita yang creative dan selalu ingin membuat karya. Dia pun memutuskan membuat cake untuk mengisi hari-harinya.
Setelah resmi berpisah dengan suaminya, keinginan untuk berhijarh ke bumi Syam mulai muncul kembali, dan hal itu semkin kuat. Namun, naluri seorang anak jelas tidak bisa berpisah dengan keluarganya, khususnya dari ibunya. Rasa sayang kepada orang tuanya kadang membuat Ummu Kurdistan sedih.
Akan tetapi keinginannya yang sangat kuat untuk berhijrah ke bumi Syam agar bisa membantu saudara-saudaranya seiman dibarisan Daulah Islam begitu kuat. Disamping itu, keinginannya untuk mengabdikan hidupnya melayani umat dan tinggal di negeri yang penuh berkah juga menjadi salah satu alasannya agar bisa segera berhijrah ke bumi Syam.
Dan akhirnya, Ummu Kurdistan pun terpaksa harus membuat skenario agar perginya dari rumah tidak membuat kecurigaan orang tuanya, khususnya ibunya yang selama ini begitu menyayanginya, baik saat dirinya masih kecil, maupun saat mendampingi dirinya dalam proses perceraian.
Beberapa minggu sebelum pergi, Ummu Kurdistan harus membawa barang-barangnya atau bekalnya untuk hijrah ke bumi Syam ke locker di toilet umum. Pada minggu ke dua pun begitu, dan pada minggu ke tiga pun juga demikian.
Dan setelah semua keperluan yang harus dibawa telah tersimpan dan dirasa cukup, Ummu Kurdistan pun berbicara kepada orang tuanya bahwa dirinya akan pergi ke suatu kota. Dan pada hari Senin pada bulan Oktober, akhirnya Ummu Kurdistan menuju ke bandara dan memulai perjalanan hijrahnya ke bumi Syam.
Dan alhamdulillah, Ummu Kurdistan Al-Holani sekarang ini sudah berada di bumi hijrah, bumi Syam yang penuh berkah. Setelah tiba di bumi Syam, Ummu Kurdistan memberikan kabar dan pesan kepada keluarga, kawan-kawannya yang ada di Belanda maupun kawan-kawannya para Ummahat melalui komunitas dunia maya.
Sebab, Ummu Kurdistan juga sempat berfikir bahwa hal ini akan bisa menjadi sebuah cerita untuk kaumnya (suku Kurdistan –red) di Belanda. Mungkin kaumnya akan mengangap bahwa Ummu Kurdistan telah melakukan penghinaan dan pengkhianatan, karena dirinya dari suku Kurdistan. Seorang Kurdis, tapi bergabung dengan Daulah Islam yang saat ini diperangi oleh pasukan Kurdi.
Tapi kepada mereka semua, Ummu Kurdistan Al-Holani berpesan, “Orang tua dan keluarga memang penting bagi saya, tapi panggilan agama lebih penting dari segalanya”. Itulah pesan yang Ummu Kurdistan sampaikan kepada saya, para Ummahat, kaum Muslimin di Belanda dan kepada kaumnya.
Dari cerita dan kisah ini, kita bisa mengambil ibrah (pelajaran) bahwa seseorang itu jika telah mencintai Allah dan Rasul-Nya serta agamanya, maka keluarga bukanlah halangan untuk melakukan perjalanan, dan memenuhi panggilan agamanya untuk berhijrah. [Sumber; Ummu Sahara al-Indonesiani/edt; GA]