Panjimas.com – Seluruh pelosok Madinah mengenal sahabat mulia ini, beliau adalah Sa`ad bin Muadz bin an-Nu`man bin Imri` al-Qais al-Asyhali al-Anshâri radhiyallâhu’anhu, Adapun istri Sa’ad adalah Hindun bintu Sammak, bibi Usaid bin Hudhair. Sa’ad bin Mu’adz merupakan pemimpin kaum bani Al-Asyhal.
Keislaman Saad
Pada saat da’i Islam, Mus’ab bin Umair telah menunjukkan taringnya sebagai seorang da’i yang mengajak kepada Islam dan telah berhasil mengajak beberapa orang untuk beriman kepada Nubuwwah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, Sa’ad tercengang. Langsung ia memerintahkan sahabat karibnya, Usaid bin Hudhair untuk menemui Mus’ab yang ketika itu bersama As’ad bin Zurarah (anak bibi Sa’ad bin Mu’adz) agar mau menghentikan aksinya. Namun, sesampainya ditempat Mus’ab dan setelah berdialog dengannya, Usaid malah menyatakan keislamannya. Ia-pun segera pulang untuk menemui Sa’ad dengan harapan agar Sa’ad juga dapat mengikuti jejaknya.
Melihat keadaan Usaid yang raut wajahnya sudah tidak seperti ketika perginya, ia lalu bertanya, “Apa yang terjadi pada dirimu” Usaid menjawab, “Aku sudah berbicara dengan dua orang tersebut. Demi Allah, aku tidak melihat keduanya tidak mempunyai kekuatan. Aku sudah melarang mereka berdua, lalu keduanya berkata, “Kami akan melakukan sesuatu yang engkau sukai. Aku sudah di beri tahu bahwa bani Haritsah sudah menemui As’ad bin zurarah untuk membunuhnya, karena mereka tahu bahwa anak bibimu telah menghinamu.”
Mendengar hal itu, Sa’ad bangkit dengan marah, mengambil tombaknya lalu menghampiri As’ad bin Zurarah dan Mus’ab. Namun, tatkala Sa’ad melihat keduanya yang duduk tenang-tenang saja, barulah ia menyadari bahwa Usaid bermaksud mengakalinya agar dia bisa mendengar apa yang di sampaikan mereka berdua. Dengan wajah cemberut Sa’ad berdiri di hadapan mereka berdua, lalu dia berkata kepada As’ad bin Zurarah, “Demi Allah wahai Abu Umamah, kalau bukan karena ada hubungan kekerabatan antara kita, aku tidak menginginkan hal ini terjadi. Engkau datang ke perkampungan kami dengan membawa sesuatu yang tidak kami sukai.”
Sebelum Sa’ad muncul, As’ad sudah memberitahu Mush’ab, “Demi Allah, seorang pemimpin yang beserta kaumnya, telah mendatangimu. Jika dia mengikuti seruanmu, maka tak seorang-pun diantara mereka yang akan menjauh darimu.”
Mush’ab berkata kepada Sa’ad, “Bagaimana jika engkau duduk dan mendengar apa yang aku sampaikan ..? jika engkau suka terhadap sesuatu yang aku sampaikan, maka engkau bisa menerimanya, dan jika engkau tidak menyukainya, maka kami akan menjauhkan darimu apa yang tidak kau sukai.”
“Engkau cukup adil” kata Sa’ad, sembari menancapkan tombaknya, dan duduk bersama keduanya. Lalu Mush’ab menjelaskan Islam kepadanya dan membacakan Al-qur’an dari permulaan surat Az-Zukhruf. Keduanya berkata, “Kami sudah dapat menangkap Islam di mukanya sebelum dia mengucapkan Islam dengan lancar dan mudahnya.” Kemudian Sa’ad bertanya, “Apa yang kalian lakukan tatkala dahulu kalian masuk Islam ?” Mush’ab menjawab, “Hendaklah engkau mandi, bersuci dan mempersaksikan dengan kesaksian yang benar.” Maka Sa’ad segera mandi dan mempersaksikan dengan kesaksian yang sebenarnya, kemudian dia shalat dua raka’at.
Ibnu Ishaq berkata,” pada saat dia masuk islam dia berdiri di hadapan kaumnya da berkata, “ Wahai bani Abdil Asyhal bagaimanakah pendapat kalian tentang diriku? . Mereka berkata,” Anda adalah pemimpin kami dan orang yang paling baik dari keturunanannya. Saad berkata,” sesungguhnya kalian haram berbicara denganku baik yang laki- laki maupun perempuan sehingga kalian beriman kepada Allah dan RasulNya.Maka demi Allah tidaka ada seorang pun dari bani Asyhal kecuali masuk islam.
Sesudah itu, jalan hidupnya berubah. Mengabdi dan berjuang untuk Islam adalah pilihannya. Dalam waktu yang singkat ia telah mengukir banyak momen-momen kepahlawanan yang luarbiasa. Saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallamharus perang di Badar, peperangan yang tidak di rencanakan, keputusan harus di ambil antara kembali ke Madinah atau maju dengan mengambil segala resiko. Namun hal ini tidaklah menyulutkan semangat jihad kaum Muslimin saat itu, baik dalam kalangan Muhajirin maupun Anshar. Maka Sa’ad yang mewakili orang-orang Anshar memberikan sikap dan dukungan yang tegas, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kami telah beriman kepadamu. Telah membenarkan engkau. Bahwa engkau adalah Rasulullah. Maka berangkatlah engkau. Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sekiranya di hadapan kita ada laut yang menghadang, dan engkau menyebrangi laut itu, niscaya kami akan turut menyertai. Kami akan sabar dalam perang, tegar dalam pertempuran. Berangkatlah wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Semoga Allah memberikan apa yang menyenangkan hatimu.
Diantara sikap hidupnya yang agung adalah apa yang diriwayatkan Aisyah bahwa dia berkata,” Saad terluka pada saat perang Khandak, dia terkena lemparan tombak pada bagian dari seorang suku Quraisy, maka Rasulullah mendirikan kemah baginya di masjid agar beliau bisa mengunjunginya dengan leluasa, pada saat Rasulullaah kembali dari Khandak maka beliau membersihkan debu dari kepalanya, maka datanglah Jibril berkata kepadanya,” Apakah engkau meletakkan senjatamu? Demi Allah kami belum meletakkan senjata, kembali keluar kepada mereka, maka Rasulullah bertanya,” kemana akau keluar” . jibril menjawab,” ke Bani Quraidzah”
Rasulullah langsung mengadakan pengepungan terhadap perkampungan Bani Quraidhah yang telah berkhianat. Setelah dua puluh lima hari, akhirnya orang-orang Yahudi Bani Quraidhah menyerah. Mereka meminta di hakimi oleh orang dari kaumnya sendiri. Maka Sa’ad bin Mu’adz yang disepakati dan Rasulullah menyetujui. Di tengah rasa sakit karena luka yang terus memburuk, ia berdo’a , “Ya… Allah, janganlah Engkau cabut nyawaku, sampai aku menyelesaikan urusanku dengan Bani Quraidhah.”
Ia bersikap tegas, dan itu adalah tabungan bagi kebesarannya di sisi Allah Subhanahu Wata’ala. “Hukumannya adalah para laki-laki (dewasa)nya di bunuh, para wanitanya dijadikan tahanan dan harta, dibagi rata.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya engkau telah menghukumi dengan apa yang ada diatas langit.”
Kemudian Sa’ad berkata,” Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa tidak ada seorangpun yang lebih aku cintai dari berjihad dijalan-Mu guna memerangi kaum yang mendustakan Rasul-MU dan mengeluarkannya. Ya Allah, seandainya peperangan orang Quraisy terhadap Rasul-Mu masih ada maka tetapkanlah aku dalam hidup ini guna berjihad di jalan-Mu. Ya Allah aku berfikir bahwa engkau telah menghapuskan peperangan antara kami dengan mereka, dan jika engkau telah menghapuskan peperangan antara kami dengan mereka maka kambuhkanlah penyakitku dan jadikanlah kematianku padanya, maka darahpun terpancar dari lehernya namun hal tersebut tidak membuat mereka khawatir (di dalam mesjid tersebut juga didirikan sebuah kemah dari Bani Gifar bahwasanya darah tetap mengalir sehingga membasahi mereka, mereka berkata: Wahai para penghuni kemah, darah siapakah yang datang dari sisi kalian ini, dan ternyata luka Sa’ad mengeluarkan darah lalu dia meninggal karenanya”
Dan Nabi sangat bersedih dengan meninggalnya Sa’d dan memberitahukan bahwa ‘arsy Allah yang Maha Penyayang bergetar dengan kematiannya.
عن جاب رضي الله عنه، سمعت النبي يقول“ اهتز العرش لموت سعد بن معاذ“.
Dari Jabir, “Aku mendengar Rasulullah bersabda,” Bergetar Arsy Allah karena kematian Sa’ad”.( Shahih Bukhari: 3/43 no: 3803 dan shahih Muslim: 4/1915 no: 2466)
Dalam riwayat disebutkan bahwa ketika jenazahnya berada di hadapan manusia, orang-orang munafikin mengatakan: “Sungguh ringan sekali jenazahnya.” Kemudian Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Sesungguhnya para malaikat membawa jenazahnya, dan arsy Allâh Ta’âla bergoncang karenanya.”
Sekalipun Sa’ad memiliki derajat yang begitu tinggi namun dia tidak terlepas dari sekapan kubur. Dari Aisyah berkata, Rasulullah bersabda,
“للقبر ضغطة، لو نجا منها أحد لنجا منها سعد بن معاذ“.
“ Sesungguhnya kubur memiliki tekanan, kalau seandainya ada yang selamat darinya maka Sa’ad orang pantas selamat darinya”.( Musnad Imam Ahmad bin Hambal: 6/98)
Wafatnya Sa’ad pada tahun ke lima hijriyah, dalam usia muda belia, pada umur tiga puluh enam tahun, beliau hidup dalam islam selama enam tahun.
Nabi menshalatkannya dan dikuburkan di pekuburan Baqi’, karena keutamaan dan jasa- jasanya untuk islam Rasulullah selalu mengingatnya sampai pada suatu hari Rasulullah dihadiahi kain sutera yang sangat indah lalu beliau mengatakan,
لمناديل سعد في الجنة أحسن من هذا
“Sungguh sarung tangan sa’ad di surgA lebih bagus dari sutera ini”
Semoga Allah meridhai Sa’ad dan memberikan balasan bagi diri kita dan kaum muslimin dengan balasan yang lebih baik dan semoga Allah mengumpulkan kita pada tempat yang mulia.