من ترك شيئا لله عوضه الله خيرا منه
“Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan mengganti dengan yang lebih baik dari itu”
Panjimas.com – Perkataandi atas sering diulang- ulang oleh para ulama, baik itu daalam ceramah ataupun di kitab mereka, dan banyak dari mereka ketika menjelaskan kalimat diatas menyebutkan suatu kisah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam kitab Dzail Thabaqatil Hanabilah, dan juga dinukil Oleh Syekh Abdul Fatah Abu Ghuddah dalam Shafahat Min Shabril Ulama’.
Al Hafidz Ibnu Rajab Al Hanabali berkata, ” Syaikh Shalih Abul Qasim Abdullah bin Abul Fawaris Al khazzaz Al Baghdadi menceritakan, ” Aku mendengar Qodhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al Bazzaz Al Anshari (443- 535 H) bercerita, ” Aku pernah tinggal di Mekah. Pada suatu hari aku sangat merasakan lapar, dan tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menghilangkan rasa lapar. Kemudian aku keluar dari rumah dan kutemukan sebuah kantong sutra yang terikat dengan tali sutra, aku mengambilnya dan membawanya kerumah. Kemudian kubuka kantong tersebutdan ternyata isinya sebuah kalung mutiara yang belum pernah aku lihat.
Aku keluar rumah, dan aku mendengar ada orang yang berusia lanjut mencari kantong yang telah hilang darinya. Ia membawa kantong berisi lima ratu dinar yang akan diberikan kepada yang menemukan kantong tersebut. Aku membatin, “aku lapar dan butuh uang itu, maka akan kuambil uang itu dan memanfaatakannya, dan akan mengembalikan kantong itu kepadanya.
Kemudian aku menemuinnya dan membawanya kerumah, lalu dia menyebutkan ciri- ciri kantong dan talinya dan ciri- ciri mutiara yang berada didalamnya. Maka aku mengeluarkan kantong itu dan mengebalikannya kepadanya, dan Ia menyerahkan lima ratus dinar sebagai imbalan kepadaku, tetapi aku menolaknya dan berkata, ” Aku harus mengembalikannya kepadamu dan aku tidak berhak mengambil upah atasnya, akan tetapi ia terus mendesakku, tetapi aku tetap menolaknya. Maka orang tersebut pergi meninggalkanku.
Tidak berselang lama setelah kejadian itu, aku pun pergi meninggalkan Mekah, untuk pergi ke tempat lain dengan menaiki perahu, tiba- tiba perahu kami pecah dan tenggelamlah semua penumpang, harta mereka musnah, dan atas izin Allah aku selamat dengan berpegangan pada pecahan perahu. Aku teromabang- ambing tanpa tahu kemana aku akan terbawa air,dan akhirnya aku terdampar pada suatu pulau berpenduduk , Akupun singgah di sebuah masjid, orang- orang mendengarkan aku membaca Al quran, dan mendatangiku, memintaku untuk mengajari mereka. Maka aku mendapatkan banyak harta dari mereka.
Di masjid itu aku melihat beberapa lembar kertas mushaf, aku pun membacany. Orang- orang bertanya kepadaku,” Anda bisa menulis?” ‘Ya’, jawabku. Mereka berkata, “ajarilah kami menulis”. Mereka pun membawa anaak- anak meraka untuk belajar kepadaku, aku pun mengajari mereka dan memperoleh harta berlimpah dari perkejaan itu harta yang yang berlimpah.
Suatu hari datang bebrapa orang dari penduduk pulau, berkata kepadaku, “disini ada anak perempuan yatim, ia memiliki banyak harta, dan kami ingin menikahinya”. Aku menolak, namun mereka terus memaksaku dan akhirnya aku memenuhi permitaan mereka.
Pada malam hari setelah akad nikah aku pun dipertemukan dengan perempuan tersebut, seketika itu mataku terbelalak melihatnya, aku melihat kalung yang aku temukan dulu tergantung di lehernya, aku terpaku memamndanginya salah satu mahromnya menegurku, “ Wahai syaikh, anda telah melukai hati perempuan ini, karena pandanganmu terhadapa kalung dan tidak memperhatikannya. Maka aku menceritakan kisah kalung mutiara yang pernah aku temukan dulu, mereka terperanjat sembari mengucapakan takbir dan tahlil, hingga terdengar suara mereka oleh semua penduduk pulau. Aku bertanya, “ ada apa dengan kalian?”. Mereka menjawab,” ya syaikh ketahuilah bahwa orang yang engkau temukan kalungnya itu ayah dari perempuan ini,sekembalinya dia dari Mekah, beliau mengatakan kepada kami, “aku belum pernah bertemu seorang muslim yang memiliki sifat seperti orang yang mengembalikan kalungku”. Lalu berdoa, “ Ya Allah, kumpulkanlah ia denganku sehingga aku dapat menikahkannya dengan putriku”. Dan keinginan itu terwujud.
Aku pun tinggal bersamanya di pulau itu dan dikarunai dua orang anak, Setelah istriku wafat aku tinggal bersama dua anakku, sampai keduanya wafat sehingga kalung itu menjadi milikku. Aku menjaualnya seharga 100.000 dinar. Dan engkau kalian bersamaku ini adalah sisa dari harta tersebut.
(Habibi)