Sejak ditinggal wafat sang suami 5 tahun silam, kehidupan Bu Janih (53) semakin berat. Bersama kelima anak yatimnya ia tinggal di rumah rombeng yang sempit, kumuh, bocor dan beberapa kali roboh. Diperlukan dana Rp 34 juta untuk merenovasi rumah yatim ini jadi rumah tembok. Bu Janih hanya bisa bekerja sebagai buruh cuci serabutan. Penghasilan tak menentu sehingga tidak bisa memasak nasi setiap hari.
CIKARANG KOTA, Infaq Dakwah Center (IDC) – Usianya sudah melebihi setengah abad, tapi Bu Janih (53) tidak bisa memasuki usia tuanya dengan banyak istirahat. Semakin tambah umur, beban hidup wanita Betawi ini semakin berat.
Sejak sang suami, Pak Endong wafat lima tahun silam setelah menderita sakit paru-paru, beban hidup Bu Janih semakin berat. Tanpa penghasilan yang pasti, ia harus pontang-panting membesarkan, merawat dan membiayai kelima anak yatimnya Eman, Kuti, Neni, Emas, dan Agus.
Bersama kelima anak yatimnya, Bu Janih tinggal di rumah rombeng berukuran 5×7 meter di Kampung Harapan Baru Cikarang Kota, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Rumah yang dibangun dari kayu dan seng bekas itu nampak miring dan rapuh karena sudah beberapa kali roboh. Atas bantuan warga sekitar, rumah dibangun kembali alakadarnya karena keterbatasan dana.
“Rumah ini sudah beberapa kali roboh mas. Kemarin aja bagian depannya roboh, warga patungan dapat 400 ribu terus dibelikan kayu dan asbes,” ujar Pak I’ing, tetangga yang biasa membantu ibu Janih.
Tanpa penyekat ruangan sehingga berbagai kegiatan dari memasak, tidur, shalat dan menerima tamu semuanya jadi satu di ruangan itu. Padahal di rumah itu ada anak wanita dan pria yang harus dipisah kamar karena menginjak usia remaja.
Tanpa keramik atau ubin, rumah berlantaikan tanah sehingga menambah nuansa kumuh dan becek. Dan yang paling parah adalah ketiadaan kamar mandi dan toilet. Sehingga untuk buang hajat (buang air besar/bab), keluarga yatim ini harus berjalan sekitar 400 meter ke wc umum. Bisa dibayangkan bila kondisi darurat malam hari dialami enam orang penghuni rumah itu, tentu sangat merepotkan bila harus berlarian ke toilet di luar.
Dinding yang terbuat dari triplek bekas pun sudah rapuh dan banyak bolong-bolong di berbagai sisi. Untuk menutupi bolong-bolong, dinding bagian dalam ditutup dengan koran-koran bekas.
Tak ada lemari dan rak perabotan, sehingga semua barang berserakan di dinding, di kasur dan di mana-mana.
…Bila anda memasuki rumah ini, nyaris tak ada pemandangan indah, kecuali hiasan kaligrafi Ayat Kursi yang masih menempel di dinding…
Bila anda memasuki rumah ini, nyaris tak ada pemandangan indah, kecuali hiasan kaligrafi Ayat Kursi yang masih menempel di dinding, seolah ingin berbicara simbolik: “Boleh saja kita hidup yatim, miskin dan kelaparan, tapi kita masih punya iman. Berapapun jangan sampai dijual harga diri ini, dan jangan mau ditukar dengan apa pun keimanan ini.”
Atapnya yang lapuk dari seng bekas, dipenuhi lubang di mana-mana. Bila musim hujan tiba rumah nyaris banjir. Saat dikunjungi Relawan IDC, bekas banjir ini nampak bekasnya dari kasur springbed bekas yang basah lembab.
“Bocor, kalau hujan banjir pak, becek. Kondisi rumahnya sudah rombeng, nggak bisa ngedandanin,” kata Ibu Janih kepada Relawan IDC, Jum’at (16/3/2018).
Bu Janih berharap agar rumahnya bisa di perbaiki sehingga bisa layak di tempati dan tidak kebocoran apalagi roboh.
“Iya Pak, saya pinginnya mah rumahnya dibenerin biar gak roboh dan kebocoran lagi,” harap Bu Janih kepada Relawan IDC.
…Meski kondisinya begitu susah menderita, Ibu Janih sangat rajin mengikuti pengajian di kampungnya…
HIDUP MISKIN TAK BISA MASAK SETIAP HARI
Ibu Janih harus berperan ganda sebagai ayah sekaligus ibu untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Tanpa bekal keterampilan, ia hanya bisa bekerja sebagai kuli cuci pakaian atau kerja serabutan, menjadi pesuruh apa saja oleh warga yang membutuhkan jasa tenaganya.
Dengan penghasilan yang minim dan tidak menentu, untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama kelima anak yatimnya, Bu Janih terpaksa mengandalkan belas kasih tetangga dan warga sekitar.
Kondisi ekonominya benar-benar minus. Saking minusnya, untuk beli minyak atau gas elpiji saja ia tak mampu. Sehingga di pinggiran pusat kota Cikarang, ia masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Akibatnya, rumah yang sempit itu semakin kumuh, dindingnya gosong hitam terkena kepulan asap dan abu kayu bakar setiap hari.
“Kalau ada beras ya saya masak, kalau nggak ada ya beli, kadang dikasih orang. Abis sekarang nggak ada bapaknya, susah nggak ada yang ngasih makan. Ada anak saya tukang pasang tenda, kalau ada duit dia ngasih, kalau nggak ada ya nggak masak. Masaknya juga pake kayu,” ujarnya.
Meski kondisinya begitu susah, Ibu Janih sangat rajin dan aktif mengikuti pengajian di sekitar kampung tempat tinggalnya.
“Abis gimana pak? Nggak ada duit, buat sehari-hari saja kadang nggak makan. Kalau ada yang nyuruh, saya nyuci, kalau nggak ada ya saya ngaji,” tutur Ibu Janih.
Ibu Janih berharap bisa tinggal di rumah yang layak, pasalnya usianya sudah semakin tua. Rumah yang dijadikan sandaran bagi dirinya dan anak-anak yatimnya berteduh dari panas dan hujan. “Ya saya minta dibantu pak, biar rumah saya nggak bocor, kebanjiran. Sama buat anak yatim saya pak,” tutur Ibu Janih.
…Dengan menyantuni anak yatim akan membuka peluang masuk surga bersama Nabi SAW sedekat dua jari…
CINTA YATIM: SANTUNAN DAN BEDAH RUMAH YATIM BUTUH BIAYA RP 34 JUTA
Ujian hidup yang dipikul Bu Janih dan kelima anak yatimnya adalah beban kita juga, karena persaudaraan setiap Muslim ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh lainnya otomatis terganggu karena merasakan kesakitan juga.
Kondisi rumah Ibu Janih dan kelima anak yatimnya ini sangat memprihatinkan. Kepedulian sesama muslim sangat diharapkan untuk membantu kehidupan keluarga yatim ini, dengan memberi santunan dan renovasi rumah agar hidup lebih layak dan nyaman beribadah. Biaya renovasi jadi rumah tembok, pembangunan kamar mandi/toilet dll diperkirakan mencapai Rp 34.000.000 (tiga puluh empat juta rupiah).
“Bu Janih tinggal di rumah ini dengan beberapa anak yatim. Hidupnya memprihatinkan dan sangat layak dibantu. Kami atas nama warga sini mengucapkan terima kasih apabila mereka dibantu. Mereka yatim dhuafa yang hidupnya prihatin,” imbau Harun, Ketua RT.
Dengan menyantuni anak yatim akan membuka peluang masuk surga bersama Nabi SAW sedekat dua jari, sesuai dengan sabdanya:
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ، يُشِيرُ بِإِصْبَعَيْهِ
“Aku dan pengasuh anak yatim kelak di surga seperti dua jari ini” (HR. Bukhari). Rasulullah bersabda demikian sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah dan merapatkan keduanya.
Semoga dengan membantu keluarga yatim ini, kita dijauhkan Allah dari golongan Pendusta Agama:
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (Qs Al-Ma’un 1-2).
Donasi untuk bedah rumah yatim Ibu Janih bisa disalurkan melalui program Cinta Yatim:
- Bank Muamalat, No.Rek: 34.7000.3005 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BNI Syariah, No.Rek: 293.985.605 a.n: Infaq Dakwah Center.
- Bank Mandiri Syari’ah (BSM), No.Rek: 7050.888.422 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Mandiri, No.Rek: 156.000.728.7289 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BRI, No.Rek: 0139.0100.1736.302 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank CIMB Niaga, No.Rek: 675.0100.407.006 a.n Yayasan Infak Dakwah Center.
- Bank BCA, No.Rek: 631.0230.497 a.n Budi Haryanto (Bendahara IDC)
CATATAN:
- Demi kedisiplinan amanah dan untuk memudahkan penyaluran agar tidak bercampur dengan program lainnya, tambahkan nominal Rp 2.000 (dua ribu rupiah). Misalnya: Rp 1.002.000,- Rp 502.000,- Rp 202.000,- Rp 102.000,- 52.000,- dan seterusnya.
- Laporan penyaluran dana akan disampaikan secara online di: infaqDakwahCenter.com.
- Bila biaya program ini sudah tercukupi/selesai, maka donasi dialihkan untuk program IDC lainnya.
- Video: Bedah Rumah Yatim
- Info & Konfirmasi: 08122.700020.