BEKASI (Infaq Dakwah Center) – Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, KH Muhammad Dachlan, pendiri Yayasan Infaq Dakwah Center (IDC) berpulang ke rahmatullah.
Pria Betawi kelahiran Jakarta, 10 Februari 1928 ini wafat pada hari Selasa (23/1/2018) bertepatan dengan 5 Jumadil Awal 1439, selepas Ashar pukul 16.47 WIB.
Sebelumnya, pria berjuluk “Si Pitung dari Bekasi” itu sudah lebih dari tiga tahun tergolek lemah di tempat tidur lantaran penyakit stroke yang dideritanya.
Haji Dachlan sempat beberapa kali keluar masuk rumah sakit. Hingga pada hari Selasa siang, kondisi beliau tiba-tiba memburuk dan tak sadarkan diri, hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Segenap kru Relawan Infaq Dakwah Center (IDC), sangat kehilangan sosok sespuh KH Muhammad Dachlan. Semoga Allah Ta’ala mengampuni segala dosanya dan menerima segala amal shalihnya.
Dan kepada keluarga yang ditinggalkan semoga diberikan ketabahan dan kesabaran atas musibah yang menimpa.
Profil Singkat KH Muhammad Dachlan
KH Muhammad Dachlan adalah pejuang Angkatan 1945 dari Bekasi, Jawa Barat. Pria Betawi kelahiran Jakarta, 10 Februari 1928 ini, turut membesarkan ormas Islam pejuang seperti Pelajar Islam Indonesia (PII), Gerakan Pemuda Islam (GPI). Di masa penjajahan, ia aktif berjihad dalam barisan pejuang Islam Hizbullah menghadapi kompeni Belanda. Di masa kemerdekaan, Haji Dachlan juga aktif di lingkungan partai Islam legendaris, Masyumi. Ia pun mengikuti jejak M Natsir, sang pendiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), sebagai sesepuh di lembaga pencetak para dai tersebut.
Setelah Indonesia merdeka, teman dekat KH Noer Alie -Pahlawan Nasional dari Bekasi- itu tak pernah mencari manfaat demi kepentingan pribadi. Ia bahkan terus berjuang mengisi kemerdekaan.
Bahkan, sebagai orang yang pernah memperjuangkan kemerdekaan, Haji Dachlan terbilang kritis terhadap rezim yang berkuasa. Sehingga tak heran, bila dirinya kerap menjadi bulan-bulanan Kopkamtib Orde Baru (ORBA) dengan berbagai tuduhan makar. Seperti M Natsir dan Buya HAMKA, seolah “tidak sah” seorang aktivis Islam bila tak pernah mencicipi “cemeti” siksaan atau dinginnya terali besi.
Namun, seolah tak peduli ujian tersebut. Haji Dachlan tetap meneruskan langkahnya. Ada satu ruang kosong yang dijelajahinya, pasca Indonesia merdeka, yakni dakwah ke berbagai pelosok daerah tertinggal.
Meski fisik tak lagi muda, tubuh pun mulai renta, Haji Dachlan tetap istiqomah di medan juang baru yang digelutinya itu. Ia habiskan waktu, tenaga, pikirannya untuk menembus belantara jahiliyah lagi miskin, yang saat itu menyelimuti pelosok Bekasi Utara, seperti Tanjung Air, Kramat Batok, Singkil, Sungai Kramat, Poncol di wilayah Bekasi dan daerah Sukaresmi, Jonggol, Kabupaten Bogor.
Keterbelakangan warga masyarakat di kawasan Bekasi Utara yang akut, membuatnya tak tinggal diam. Bertahun-tahun ia terjun ke gelanggang, berkeringat dalam dakwah dan menyantuni kemiskinan.
Haji Dachlan begitu prihatin melihat kemiskinan agama yang mengikuti kemiskinan materi. Karena kondisi minimnya pemahaman agama, tak sedikit juga orang tak mengenal shalat dan pengetahuan tentang Islam. Saat berdakwah dahulu, ia bahkan sempat dibuat geleng-geleng kepala saat melihat ketidaktahuan warga di Kramat Batok tentang Idul Adha sebagai hari raya Islam.
Totalitas Haji Dachlan dalam soal dakwah memang tak bisa dianggap enteng. Dalam tujuh hari yang dimiliki, pria berputra 16 orang dari dua isteri ini, menyisihkan setidaknya empat hari dalam seminggu untuk mengisi pengajian di Bekasi Utara.
Lalu dari mana Haji Dachlan yang penampilannya bersahaja ini menghidupi kegiatan dakwahnya? Tak lain, dari koceknya sendiri, serta usaha yang dimilikinya. Memadukan dakwah dengan bersedekah, dianggapnya sebagai metode paling efektif.
Maka tak heran jika Haji Dachlan dijuluki “Si Pitung dari Bekasi” sesuai dengan kisah kepedulian sosial si Pitung yang melegenda karena kerap menolong rakyat miskin dari kantongnya sendiri.
Di belakang Haji Dachlan, telah berdiri kurang lebih 14 yayasan yang bergerak di bidang pendidikan Islam dan panti asuhan. Yayasan itu memberikan pelayanan pendidikan terjangkau bagi kaum lemah di Kota dan Kabupaten Bekasi serta di Jakarta Timur. Selain itu, perjuangan “Si Pitung” dari bekasi itu juga dilanjutkan dengan mendirikan lembaga yayasan Infaq Dakwah Center (IDC) dan kantor media Voice of Al Islam (voa-islam.com). Dua lembaga tersebut kini berjuang di bidang dakwah dan sosial, serta menyajikan pemberitaan dan mengadvokasi kaum Muslimin dari sisi media. [AW]
https://youtu.be/gSBAMmhlgWs