Yogyakarta, Panjimas – Ilmu pengetahuan bagi Muhammadiyah dikontekstualisasikan dengan berkemajuan dan islami. Hal itu terbukti ketik KH. Ahmad Dahlan dalam melakukan pelurusan arah kiblat Masjid Gedhe Kauman kala itu.
Demikian disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Saad Ibrahim pada, Kamis (15/12) di acara Pengajian Milad ke-62 Universitas Ahmad Dahlan (UAD), di Masjid Islamic Center UAD.
Saad menjelaskan bahwa, pandangan hidup tentang keagamaan dan keilmuan atau sains yang dimiliki oleh Kiai Dahlan memiliki kesamaan dengan yang dimiliki oleh para generasi emas Islam di masa lalu.
“Elan vital dari the golden age of moslem history itu adalah dunia sains, tidak sekedar ilmu, tetapi ilmu-ilmu yang diberikan dasar, digantungkan, diukur oleh dimensi-dimensi nash,” ucapnya.
Implikasi dari kontekstualisasi ilmu pengetahuan dengan nash-nash Al Qur’an dan Hadis, imbuh Saad, adalah meski dunia ilmu pengetahuan maju begitu pesat, tetapi tidak pernah terjadi sekularisasi di masa itu.
Ilmu pengetahuan yang berkembang pesat kala itu tidak kemudian masyarakat muslim meminggirkan agama, lebih-lebih mengabaikan eksistensi Allah SWT. Penguasaan ilmu pengetahuan ini membawa kejayaan Islam sampai ratusan abad di hampir seluruh dunia.
Namun melihat realitas yang terjadi saat ini, di mana kemajuan teknologi begitu rupa, manusia semakin tersubordinasi ke dalam karya-karya mereka sendiri. Relasi sosial antar manusia hilang, terganti dengan relasi sosial yang artificial.
Merespon itu, Jepang kemudian mencoba memperbaiki relasi sosial manusia dengan sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi, atau yang biasa disebut dengan Society 5.0.
Saad menjelaskan, memang betul saat ini ada usaha manusia untuk me-normalisasi relasi sosial antar mereka, tetapi tetap saja mereka akan kesulitan untuk mengembalikan relasi antara manusia dengan Tuhannya yang selama ini sudah terenggut karena adanya kemajuan-kemajuan teknologi sekarang.
“Tapi ini hanya untuk melahirkan dari dimensi manusia, dimensi sosialnya, Tuhan di mana ?. Karena itu sekali lagi kita tetap menjadikan Allah yang pertama lalu kita, hasil karya kita itu sesudah kita,” ucapnya