Mempersoalkan Jihad ISIS
Oleh: KH Muhammad Al Khaththath
Sekjen Forum Umat Islam (FUI)
@malkhaththath
PANJIMAS.COM – Dalam sebuah diskusi Forum Komunikasi Alumni Afghanistan (FKA) di Jakarta salah seorang peserta mengatakan bahwa jihad ISIS itu tidak benar. Hanya saja tidak dijelaskan dimana letak ketidakbenarannya. Yang bersangkutan hanya menyebut-nyebut bahwa ideologi Khalifah ISIS yakni Abu Bakar Al Baghdady itu takfiri, bahkan lebih takfiri dari gurunya sendiri Abu Qatadah Al Filisthiniy. Tentu saja saya jadi penasaran. Dalam rekomendasi saya sampaikan, jika jihad ISIS atau yang kemudian berubah menjadi Khilafah Islamiyyah (Islamic State) memang tidak benar, maka hendaknya dalam pertemuan ke depan dibahas jihad fi sabilillah yang benar menurut Alquran dan As Sunnah serta Sirah Rasulullah Saw.
Jihad ISIS memang menggegerkan dunia karena telah mengusik kepentingan AS di Irak dimana ISIS mampu mengalahkan tentara pemerintah boneka AS di Irak, khususnya setelah mujahidin ISIS menaklukan Mosul (10/6) dan mengeksekusi 1700 tentara Irak.
Kecanggihan pengelolaan isu oleh AS telah menggiring opini dunia menolak dan memusuhi jihad yang dilakukan oleh para mujahidin ISIS. Dalam Rapat Kabinet Terbatas (4/8) pemerintah menolak ISIS. BNPT sebagai panglima antiteror segera melakukan propaganda canggih menolak jihad ISIS. Sehingga “seruan” jihad yang dilakukan oleh pemuda asal Indonesia, Bahrumsyah, -entah siapa dia- kepada umat Islam Indonesia untuk pergi ke Irak berjihad bareng ISIS” menjadi film utama propaganda pemerintah NKRI untuk menolak ISIS di Indonesia (9/8).
Apa salahnya seruan Bahrumsyah secara syar’iy maupun konstitusi belum ketahuan. Namun opini yang dikembangkan di masyarakat adalah menolak keberadaan ISIS sebagai ormas radikal di Indonesia. Padahal ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) adalah negara bukan ormas. Padahal Bahrumsyah dalam film tersebut tidak menyeru agar bangsa Indonesia bergabung dengan ISIS untuk bikin teror di Indonesia. Sama sekali tidak.
Kalaupun iya kita juga tahu kalau Bahrumsyah bukanlah siapa-siapa. Dia tak punya track record apapun untuk mempengaruhi publik. Dia bukan sebuah figur hebat seperti Letjen (Purn) TNI Prabowo Subianto yang mantan Danjen Kopassus, mantan Pangkostrad, dll. Dalam seminar Tolak ISIS di Kemenag (9/8) saya sampaikan kenapa mesti khawatirkan seruan Bahrum yang dari segi wibawa tak ada apa-apanya dibandingkan KH. Ma’ruf Amien atau para Kyai khos. Para Kyai Khos di Jawa Timur yang serukan umat pilih Prabowo saja tidak terlalu ngaruh, masih banyak umat yang pilih Jokowi. Apalagi Bahrumsyah dalam film tersebut justru mengajak pemuda Islam Indonesia berjihad ke Irak, bukan berjihad di Indonesia.
Apa salahnya jihad ke Irak? Bukankah Irak adalah darul harb, daerah perang? Bukankah mujahidin ISIS di sana berjihad dalam arti berperang melawan tentara Irak yang merupakan tentara pemerintahan boneka AS? Bahkan penjajah AS sendiri (8/8) juga sudah menyerang konvoi pasukan artileri ISIS dengan pesawat pembom jet F/A-18C Hornet di dekat Arbil, ibu kota wilayah Kurdistan yang direbut ISIS. Artinya ISIS memang berperang melawan militer penjajah AS. Sehingga dengan demikian bukankah seruan Bahrumsyah itu justru pengamalan dari jihad yang dibolehkan dalam fatwa MUI tentang Terorisme?
Dalam fatwa MUI No 3 tahun 2004 tentang Terorisme, bagian ketiga poin 3 berbunyi sebagai berikut: “Amaliyah al-Istisyhad (tindakan mencari kesyahidan) dibolehkan karena merupakan bagian dari jihad binnafsi yang dilakukan di daerah perang (dar al-harb) atau dalam keadaan perang dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut (irhab) dan kerugian yang lebih besar di pihak musuh Islam, termasuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan terbunuhnya diri sendiri…..”
Fatwa MUI tersebut telah memberikan landasan hukum agama yang sah kepada Bahrumsyah dan siapapun umat Islam yang berjihad ke daerah perang (darul harb) seperti Irak, Palestina, Afghanistan. Yang diharamkan oleh MUI dalam fatwa tersebut adalah mengebom atau berperang di Indonesia yang merupakan darus suluh atau daerah damai. Kenapa lalu dipersoalkan, dianggap menyimpang dari agama dan bahkan diancam akan dicabut kewarganegaraannya. Apa dasarnya?
Justru yang patut dipersoalkan adalah pernyataan Ketum MUI dalam acara pembukaan seminar menolak ISIS di Kemenag (9/8) yang mengatakan tidak setuju dengan pendapat Syaikh Yusuf Qaradlawy yang membolehkan istisyhad di Palestina, di wilayah perang. MUI tidak, kata beliau. Sadar atau tidak beliau telah mengingkari fatwa MUI tentang terorisme tersebut. Kok bisa?
Pertanyaan yang lebih substansial, kalau di daerah damai (darul suluh) dan daerah perang (darul harb) umat tidak boleh berjihad dalam arti perang, lalu dimana dibolehkan? Kalau tidak ada lagi tempat di dunia ini bagi umat untuk berjihad, lalu dimana umat mengamalkan ayat-ayat jihad dalam bentuk perang seperti firman Allah Swt: “Telah diwajibkan kepada kalian untuk berperang” (QS. Al Baqarah 216). Menurut Imam As Syafi’i, ayat tersebut mewajibkan umat Islam berperang jihad fi sabilillah setelah sebelumnya tidak wajib (lihat Ahkamul Quran Imam As Syafi’iy Juz 1/188). Dalam fatwa MUI tentang terorisme tersebut juga jelas disebut jihad hukumnya wajib. Kalau tidak diamalkan siapa yang menanggung dosanya? Kita boleh saja menyoal jihad ISIS. Tapi menyoal kewajiban jihad itu sendiri akan berhadapan dengan Allah Swt. Wallahua’lam! [Suara Islam]