Oleh: Muhammad Syahrul Mukarrom, S.Ag., M.Si.
(Panjimas.com) – Ibu-ibu tentu senang jika suaminya anggota ISIS, yang berarti Ikatan Suami Istrinya Satu. Begitu pula para suami akan bahagia bila istrinya masuk ISIS, Istri Sholihah Idaman Suami. Namun bila ISIS bermakna Islamic State of Iraq and Syria, bagi sebagian orang terkesan angker dan menimbulkan pro-kontra.
Karena dinegara asalnya saja sudah bermasalah akibat aksi ISIS yang kelewat batas terhadap sesama muslim bahkan mujahid yang sama-sama berjuang melawan kezhaliman Syiah dan Amerika di Iraq serta Bashar Asad di Suriah.
Menurut penelusuran penulis, bahwa ISIS bermula dari sebuah tandzim Jihad Al-Qaidah Fi Bilad Rafidhain yang didirikan oleh pimpinan Pusat Al-Qaidah Syaikh Aiman Al-Zhawahiri sebagai cabang dan beroperasi di wilayah Iraq, kemudian berganti nama menjadi ISI (Islamic State of Iraq), lalu pada April 2013 mendeklarasikan diri menjadi ISIS, dan sejak 29 Juni 2014 berganti menjadi IS (Islamic State), Khilafah Islamiyyah dengan Amirul Mukminin Abu Bakar Al Baghdadi.
Dari pendeklarasian inilah banyak timbul masalah, ada yang menyatakan tidak sah karena tidak sesuai syari’at, juga sikap arogan IS yang mudah mengkafirkan dan memerangi orang yang tidak berbaiat kepadanya. Maka sebagian besar ulama menyatakan IS pimpinan Al-Baghdadi ini adalah “Hum Ikhwaanuna Bagho ‘alainaa”-mereka adalah saudara kami tapi bersikap melampaui batas kepada kami, sebagaimana perkataan Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mensifati Khawarij.
Namun demikian, secara faktual IS mencoba menerapkan Syari’at Islam pada wilayah yang dikuasainya, mengratiskan biaya sekolah, Rumah Sakit, BBM (Bahan Bakar Minyak –red), membebaskan pajak bagi muslim disana.
Kalau ada yang mempertanyakan pendirian negara oleh IS dianggap tidak sah, tidak sesuai syari’at, pertanyaannya apakah negara kita ini sudah sah menurut syari’at, sudahkan syari’at Islam secara kaffah tegak disini.?? Mari kita bersikap adil terhadap IS dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kita do’akan mereka agar ditolong Allah Subhanahu wata’ala dan supaya kembali pada manhaj yang benar.
ADAKAH ISIS DI INDONESIA??
Mengapa isu ISIS dihidupkan kembali di Indonesia, padahal sejak 1 Ramadhan 1435 H / 29 Juni 2014 M dinegara asalnya sudah dibubarkan berganti menjadi Khilafah Islamiyyah. Untuk kepentingan apa dan keuntungan siapa?
Adanya Deklarasi dukungan / bai’at terhadap IS di Indonesia yang sejatinya adalah euforia generasi muda akan tegaknya khilafah yang disikapi berlebihan oleh pemerintah Indonesia. Melarang Umat Islam bahkan mengancam mencabut kewarganegaraannya bila pergi berjihad ke Suriah padahal kesana tidak mesti bergabung dengan ISIS, bukankah ini tindakan teror yang dilakukan negara atas rakyatnya?
Berjihad membela Islam adalah ibadah, bahkan ibadah tingkat tinggi, yang sejatinya dilindungi UUD ’45 pasal 29. Lantas siapa sebenarnya yang layak disebut teroris dan melanggar Undang-Undang.??
MAYAT HIDUP BERNAMA ISIS
ISSUE ISIS bagaikan mayat yang sengaja dihidupkan untuk memangsa sebanyak-banyaknya korban dari kalangan umat Islam, dan ini sudah terjadi. Diantara korban ISSUE ISIS adalah porak-porandanya barisan Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT), yang amirnya Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, yang ditinggalkan sebagian besar pengikutnya karena berbai’at kepada ISIS. Disusul Penangkapan terhadap tokohnya Ustadz Afif Abdul Madjid (Solo –red), Ustadz Abu Fida (Surabaya –red).
Disegelnya Gedung/Masjid Islamic Center Balongbendo Sidoarjo, karena ada issue akan menjadi tempat Deklarasi Bai’at ISIS yang tidak terbukti, lantas dipermasalahkan status kepemilikan tanahnya. Di Paciran, Lamongan seorang nelayan ditangkap aparat karena mengibarkan bendera tauhid yang mirip dipakai ISIS.
Di Brebes seorang penjual Es Degan, anggota Majelis Mujahidin di tangkap karena memakai kaos berlambang Tauhid, di Depok Ayah dan anak harus berurusan dengan aparat karena menempelkan stiker dan mengibarkan bendera Tauhid dirumahnya dan masih banyak korban ISSUE ISIS yang lainnya.
Bahkan pengalaman penulis sendiri yang harus berurusan dengan aparat gabungan, karena menempelkan logo bendera Islam di mobil, padahal stiker itu dipasang sejak dua tahun lalu sebelum adanya ISIS.
Jangan salahkan jika di kalangan umat Islam menyatakan ada pihak-pihak tertentu yang membonceng issue ISIS ini untuk proyek dan agenda mereka sekaligus sebagai upaya pengalihan issue seperti dikatakan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Djoko Santoso, bahwa “Issue ISIS itu hanya satu pengalihan perhatian dari masalah yang dihadapi bangsa ini saja, dimana negara tengah sibuk dengan urusan pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemberantasan korupsi. Tapi kita juga harus tetap waspada ya… “.
Kita boleh saja waspada terhadap ISIS. Tetapi kenapa terhadap gerakan yang sejak dulu sudah ada dan jelas berbahaya serta mengancam stabilitas negara kita adem-adem ayem saja? Bahkan pemerintah dan aparat tidak serius untuk membasminya? Semisal, Ahmadiyah dan Syi’ah Rafidhah dibiarkan! (Bukankah sudah ada Pergub Jatim tentang Pelarangan Syi’ah, mana realisasinya?) Bahkan beberapa gembong syi’ah,termasuk kader komunis masuk ke dalam partai, parlemen dan pemerintahan, tak dipersoalkan.
WASPADAI ISSUE ISIS
Mencuatnya issue ISIS dan waspada terhadapnya diperlukan kehati-hatian, jangan sampai justru kita menolak tegaknya Khilafah Islamiyyah, lebih-lebih diikuti pelecehan dan kebencian terhadap bendera Tauhid Laa ilaaha illallah dan stempel (cincin) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Simbol Islam itu bukan kepunyaan kelompok tertentu, bukan kepunyaan ISIS, tetapi itu merupakan simbol milik Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, bendera dan stempel Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu milik umat Islam. Membakar dan melecehkannya sama saja mengajak ‘perang’ terhadap Islam dan kaum Muslimin. Maka kita harus membela dan mempertahankannya. Allahu Akbar.. [GA/MSM]