YOGYAKARTA (Panjimas.com) – Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 (keenam) di Yogyakarta (Jogja) resmi ditutup Presiden Jokowi pada Rabu (11/2/2015). Kongres 5 tahunan sekali itu akhirnya menghasilkan sebuah dokumen bernama “Risalah Yogyakarta” yang berisi beberapa rekomendasi bagi pemerintah serta berbagai komponen umat Islam dalam mengurai tantangan ekonomi, politik, serta budaya bangsa.
“Risalah Yogyakarta berisi pesan untuk meluruskan kiblat bangsa demi terwujudnya Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Ketum MUI), Din Syamsuddin dalam penutupan KUII di Jogja pada Rabu. (Baca: Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) Ke-VI di Jogja Hasilkan “Risalah Yogyakarta”)
Risalah Yogyakarta, kata Din, merupakan intisari dari berbagai rekomendasi yang diformulasikan dari tiga komisi sidang dalam KUII ke-6 yang terbagi atas komisi bidang politik, budaya, dan ekonomi. Risalah itu untuk merespons berbagai penyimpangan dan pergeseran cita-cita nasional yang ditandai dengan derasnya arus liberalisasi politik, ekonomi, dan budaya yang terjadi di Indonesia.
Kongres yang digelar dari tanggal 8-11 Februari 2015 itu sebelumnya telah menggelar sidang dan menghasilkan rekomendasi “Risalah Yogyakarta”. “Ada penegasan sikap komitmen umat Islam sekaligus bergerak maju sesuai keinginan pendiri bangsa yang menegaskan Indoneia yang bersatu berdaulat dan makmur itulah yang menjadi cita cita bangsa,” ujar Din.
Rekomendasi didasarkan pada tema kongres yaitu penguatan peran politik, ekonomi dan sosial budaya. Kondisi sempat memanas saat diputuskan hasil “Risalah Yogyakarta”. Namun kondisi itu langsung mereda lantaran hanya permasalahan redaksional saja. Tim akan memperbaiki redaksional dari hasil sidang. (Baca: Ahad Pagi Peserta Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) di Jogja Mulai Berdatangan)
Berikut ini 7 butir isi “Risalah Yogyakarta” tersebut:
1. Menyerukan seluruh komponen umat Islam Indonesia untuk bersatu dan merapatkan barisan dan mengembangkan kerja sama serta kemitraan strategis, baik di organisasi dan lembaga Islam maupun di partai politik, untuk membangun dan melakukan penguatan politik, ekonomi, dan sosial budaya umat Islam yang berkeadilan dan berperadaban.
2. Menyeru penyelenggara negara dan kekuatan politik nasional untuk mengembangkan politik yang akhlakul karimah dengan meninggalkan praktik-praktik yang menghalalkan segala cara, dengan menjadikan politik sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, dan kedamaian bangsa.
3. Menyeru penyelenggara negara untuk berpihak kepada masyarakat yang berada di lapis bawah dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan berorientasi kepada pemerataan dan keadilan serta mendukung pengembangan ekonomi berbasis syariah baik keuangan maupun sektor riil dan menata ulang penguasaan negara atas sumber daya alam untuk sebesar2nya kemakmuran rakyat serta meniadakan regulasi dan kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi dan merugikan rakyat.
4. Menyeru seluruh komponen umat Islam Indonesia untuk bangkit memberdayakan diri, mengembanglkan potensi ekonomi, meningkatkan kapasitas SDM umat, menguatkan sektor UMKM berbasis ormas, masjid, dan pondok pesantren, meningkatkan peran kaum perempuan dalam perekonomian, mendorong permodalan rakyat yang berbasis kerakyatan dan mendorong kebijakan pemerintah pro rakyat.
5. Menyeru pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat untuk mewaspadai dan menghindarkan diri dari budaya yang tidak sesuai dengan nilai syariat Islam dan budaya luhur bangsa seperti penyalahgunaan narkoba, minuman keras, pornografi dan pornoaksi, serta pergaulan bebas dan perdagangan manusia.
Hal ini perlu dilakukan dengan meningkatkan pendidikan akhlak di sekolah atau madrasah dan keluarga, penguatan ketahanan keluarga, dan adanya keteladanan para pemimpin, tokoh, dan orangtua seiring dengan itu menyerukan kepada pemerintah untuk menghentikan regulasi dan kebijakan yang membuka pintu lebar-lebar masuknya budaya yang merusak serta melakukan penegakan hukum yang tegas dan konsisten.
6. Menyatakan keprihatinan mendalam atas bergesernya tata ruang kehidupan Indonesia di banyak daerah yang meninggalkan ciri keislaman sebagai akibat derasnya arus liberalisasi budaya dan ekonomi.
Oleh karena itu, meminta penyelenggara negara serta berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan langkah-langkah nyata untuk menggantikannya dan menata ulang regulasi dan kebijakan lanskap kehidupan Indonesia agar tetapberwajah keislaman dan ke-Indonesiaan.
7. Memprihatinkan kondisi umat Islam di beberapa negara di dunia khususnya Asia yang mengawali perlakuan diskriminatif dan tidak memperoleh hak-haknya sebagai warga negara.
KUII meminta pemerintah kepada negara-negara yang bersangkutan untuk memberikan perlindungan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang berkeadilan dan berkeadaban. Menyeru kepada pemerintah dan umat Islam Indonesia untuk memberikan bantuan kepada mereka dalam semangat ukhuwah Islamiyah dan kemanusiaan. [GA/Lip6/Ant]