SOLO (Panjimas.com) – Kehidupan sulit yang dialami masyarakat pinggiran Kota Solo, terlebih di masa pandemi covid-19 sejak Maret 2020 silam perlu mendapat perhatian. Tak hanya ancaman ekonomi yang semakin menghimpit, namun aqidah yang selalu menjadi mangsa predator pemurtadan harus diwaspadai. Dengan iming-iming kesejahteraan, agar keislaman mereka rela tergadaikan.
Belum lagi anak-anaknya menjalani kehidupan yang malang. Memakan potongan roti di tempat pembuangan, mencari rupiah di trotoar-trotoar demi rasa kenyang. Jangankan hunian yang layak? sekolah hanya menjadi mimpi dan angan-angan yang sulit terwujud di masa mendatang. Seolah masa-masa indah itu hanya saat mereka ditimang-timang.
Akibat kondisi masyarakat pindahan dari berbagai tempat di Surakarta yang memprihatinkan itulah, akhinya muncul sebuah komunitas yang berdakwah di masyarakat bawah yang disebut Barisan Pemuda Barokah (BPB) Pelayan Umat di Jalan Nyi Ageng Serang Blok C no.19 Mojo. Pasar kliwon, Surakarta. BPB didirikan 6 tahun silam oleh beberapa aktivis, salah satunya adalah ustadz Sriyono (43).
Pria kelahiran Pacitan tersebut memulai dakwahnya dari pintu ke pintu. Dengan pakaian gamis kebanggaannya, memberikan santunan kepada para masyarakat sekaligus mengenalkan Islam yang benar. Kemudian membuat gebrakan program pertamanya yaitu acara buka bersama yang melibatkan tokoh dan aparat desa setempat.
“Maka warga kita kumpulkan waktu itu uang pribadi saya dulu saya manfaatkan yang Allah amanahkan pada saya akhirinya Alhamdulillah mereka mau , ,” jelas ustadz Sriyono kepada Panjimas.com, Senin.
BPB ketika itu membuat nasi bungkus sekitar 80 porsi dan disambut warga dengan antusias.
“Akhirnya dari warga kok senang ya yang dulu kita itu di situ itu agak ada jurang dengan mereka karena istri saya bercadar, saya berjenggot, saya celananya cingkrang dan sebagainya. Setelah kita dakwah dengan hikmah dan ma’ruf alhamdulillah diterima,” tuturnya.
BPB sendiri merupakan komunitas yang terbentuk setelah berdirinya mushola Barokah di Dusun Kenteng yang sekarang sudah rata dengan tanah kembali karena dibangun proyek Asrama Brimob Polda Jateng. Dahulu sebelum didirikan mushola adalah gedung kosong yang kurang terawat. Kemudian ustadz Sriyono bersama rekan-rekannya memanfaatkan gedung tersebut untuk sholat 5 waktu, hingga akhirnya jadilah mushola Barokah yang menjadi pusat kegiatan dakwah BPB.
“Akhirnya mushola Barokah ini terbentuk umahatnya, umahat-umahat terus terbentuk remajanya juga Barisan Pemuda Barokah dan akhirnya kita berdakwah di sekitar Silir, Kenteng yang notabene di situ banyak pemulung dan juga pengamen,” jelas ustadz Sriyono.
Aktifitas dakwahnya tak dilakukannya sendirian, Ia kemudian menggandeng ormas dan komunitas di Solo dengan menggelar kegiatan tabligh akbar dan bakti sosial kepada masyarakat sekitar. Dari kegiatan tersebut, ustadz Sriyono mengatakan bahwa banyak masyarakat yang tersadarkan dan banyak juga yang berhijrah termasuk para mantan PSK (Pekerja Seks Komersial) dan germo, menurutnya hal itu adalah karena izin Allah, kehendak Allah, ia bersyukur hingga sekarang. Sebelum mushola Barokah kena gusur, rutin mengadakan Jum’at Barokah.
“Sampai sekarang kita adakan juga Jumat barokah, di situ kita bikin kayak pring-pring (bambu) itu kita paku terus kita centelke (gantungkan) beras, mie instan, sayur, sabun kerupuk dan kita panggil dari atas bagi Ibu-ibu atau adik-adik yang menginginkan Jumat barokah siapapun dia silahkan ambil, bahkan dari orang-orang Kristen tuh Alhamdulillah ngambil juga, nggak papa kalau kita memang dakwah di pelosok-pelosok,” katanya.
Ustadz Sriyono terdorong untuk berdakwah di pelosok karena dakwah di masyarakat paling bawah yang diibaratkannya sebagai tempat kumuh tersebut jarang dilakukan para pendakwah. Tak hanya karena dorongan itu, ia juga punya pengalaman hidup yang berat. Ia pernah sakit keras, kemudian ia bisa sembuh dari sakit yang dideritanya yang menghabiskan biaya tinggi selama setahun.
Ia sempat meminta maaf kepada keluarganya jika suatu saat meninggal lantaran penyakit yang dideritanya. Ia merenungi kondisi yang dialaminya saat itu.
“Bisa aja ya Allah mungkin saya banyak dosanya ya, mungkin saya kurang ikhlas dalam berdakwah dan pada saat itu saya berdoa kepada Allah ‘ya Allah Andaikata saya itu diberi nyawa yang kedua kali dan maka saya akan bersungguh-sungguh di dakwah ini, Maka insya Allah saya akan terjun totalitas di jalan-mu Ya Allah’. Alhamdulillah Allah sehatkan saya kembali selama sakit setahunan itu dan sampai sekarang. Maka saya totalitas termotivasi dari Allah berikan nyawa yang kedua bagi saya,” terangnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Ia juga termotivasi dengan sebuah tayangan talk show di televisi yang menghadirkan seorang mantan preman yang menjadi pendeta. Pendeta tersebut aktif menyebarkan misinya di tempat-tempat kumuh, di sekitar lokalisasi dan banyak membantu kesulitan yang dihadapi masyarakat itu. Dari situlah ia berniat totalitas berdakwah di masyarakat paling bawah yang tidak terlalu diminati.
Ustadz Sriyono menjelaskan terkait anggota yang bergabung di BPB, awal berdirinya sekitar 10 orang, kini terus bertambah dan rata-rata mereka mengenakan busana Islami. Gamis dan jubah bagi ikhwan, sedangkan akhwatnya mengenakan jilbab dan bercadar, seringkali memakai rompi hitam di setiap kegiatan dakwahnya. Disinggung terkait nama tambahannya yang tertulis Pelayan Umat di dalam logo BPB, ia menjelaskan dengan santai.
“Dulu ada yang menyarankan untuk digambari pedang, mbok digambari apa yang agak sangar! saya nggak mau, saya pengennya malah digambari mangkok atau piring atau sembako karena kita belum saatnya seperti itu. Agar tidak ada jurang di masyarakat. Perintah Nabi itu kita santuni anak yatim dan juga memberi makan orang miskin, itu adalah perintah Nabi, sentuh lambungnya maka kena hatinya,” katanya.
“Maka dengan saya tambahin pelayan umat, yang namanya pelayan itu ya melayani, jadi pelayan itu gak jadi bos, maka kita sama kedudukan sama di sini,” tambahnya.
Untuk membentengi masyarakat bawah yang menjadi prioritas dakwah Barisan Pemuda Barokah, ustadz Sriyono mengatakan bahwa ia rutin mengadakan bakti sosial besar-besaran setiap tanggal 24-25 Desember yang menggandeng berbagai lembaga dan komunitas dakwah sosial di Soloraya termasuk Infaq Dakwah Center Soloraya. Program baksos yang dilakukan antara lain pengobatan gratis atau Thibbun Nabawi, berbagi sembako, pengajian dan sebagainya. Tak jarang pemeluk agama lain turut mengambil manfaat dari kegiatan baksos tersebut.
Tak ada dakwah tanpa sebuah tantangan yang dialami para da’i. Meskipun sudah terjun di masyarakat bawah, namun suara miring terhadap aktifitas mereka selalu ada. Namun ia bersama para rekannya yang bergabung di komunitas tersebut berusaha saling menguatkan agar onak dan duri yang menjadi kendala dalam berdakwah bisa tersingkirkan.
Selama ini kas yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan jum’at barokah hanya berasal dari kontak infaq. Tak ingin menghimpun terlalu lama, mereka segera merealisasikan infaq dari para donatur agar pahalanya segera mengalir dan menjadi cahaya yang terang bagi yang sudah meninggal. Oleh karena itu ia belum memiliki kemampuan untuk mendirikan sebuah yayasan yang menaungi komunitasnya.
Meski demikian, ustadz Sriyono berharap Barokah akan selalu eksis berdakwah di masyarakat bawah. Kini ia menyiapkan kader profesional yang akan meneruskan dakwahnya salah satunya adalah putranya yang kini masih bersekolah di pondok tahfidzul qur’an. Untuk operasional, sementara ini menggunakan rumahnya yang kecil dan menggunakan mobil pinjaman, ia berharap adanya tempat dan kendaraan yang lebih layak untuk menunjang dakwahnya. Ia berkeyakinan dengan berdakwahnya kepada masyarakat bawah tersebut akan ada kader-kader yang akan berjuang menyebar luaskan nilai-nilai islam.
“Mungkin di situ nanti akan ada permata, mungkin ada emas, mungkin ada berlian yang Insya Allah saya yakin disitu akan muncul orang-orang hebat,” pungkasnya.