(Panjimas.com) – Hangat isu ini beredar, sebelum penulis berpendapat, baiknya penulis sajikan hasil investigasi lapangan JITU (Jurnalis Islam Bersatu) langsung ke lapangan menemui Ibu Saeni, pemilik warteg di Kota Serang, Banten yang kemarin warungnya dirazia. Berikut saya ambilkan intisari hasilnya langsung dari laman twitter JITU :
Ternyata Ibu Saeni hanya seorang lulusan SD, sehingga tidak bisa membaca, beliau tidak bisa membaca himbauan yang sebenarnya sudah tertempel di depan warungnya terkait himbauan pemda setempat untuk menghormati dan mengondisikan kaum muslimin yang sedang melaksanakan ibadah shaum. Dan sekedar informasi, himbauan ini sebenarnya berlangsung di kota Serang tiap bulan Ramadhan.
Himbauan tersebut sebenarnya bukan melarang rumah makan/warteg full tutup 24 jam, tapi hanya dari jam 04:30 sampai jam 16:00. Disini kita tahu ternyata Bu Saeni melakukan kesalahan karena murni tidak tahu, bukan karena sengaja melanggar, apalagi dalam rangka melanggar aturan karena mengikuti logika terbalik untuk hormati yang tidak shaum. Dan setelah mendapatkan modalnya kembali beliau berjanji akan mematuhi himbauan yang beredar dalam rangka menghormati mayoritas muslim yang sedang melaksanakan Ibadah Shaum.
Pihak JITU sendiri menyayangkan sikap media yang sangat tendensius dalam memberitakan ini dan menghimbau melalui MUI setempat supaya masyarakat tidak mudah terprovokasi pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan keadaan.
Pendapat saya :
Saya awali dengan Do’a, semoga Allah memberikan Ibu Saeni rezeki yang halal dan berkah, Allah Maha Kaya, rezeki dapat datang dari pintu mana saja, bahkan dari arah yang tidak disangka-sangka, Allah juga berjanji, bahwa barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah pasti akan Allah ganti dengan yang lebih baik, tapi seringkali setan baik dari golongan jin dan manusia selalu menakut-nakuti manusia dengan kemiskinan, itu memang tabiat mereka, dan kita juga bukanlah kaum yang menganut agama materialisme, yang menghitung rezeki hanya dengan perhitungan rasio matematis belaka.
Selanjutnya, adakah fakta ini disajikan secara berimbang oleh media massa yang sudah bertanggung jawab membesar-besarkan kasus ini ? Saya rasa tidak, bahkan menurut saya pemberitaannya sangat tendensius dan provokatif, terlebih lagi banyak dibumbui oleh mereka yang sebenarnya komentarnya lebih banyak dari apa yang diketahui khususnya mengenai keadaan kota Serang termasuk toleransinya, saya adalah orang yang ditakdirkan lahir di kota Serang, menghabiskan separuh umur bahkan lebih di Serang. Dan selama ini aman-aman saja soal toleransi.
Dari awal yang saya fokus soroti bukanlah teknis tindakan satpol PPnya, tapi masalah perlunya pengondisian lingkungan agar kondusif bagi pendidikan untuk ketaatan dan juga upaya meminimalisir terjadinya pelanggaran. Juga yang dari awal saya wanti-wanti juga adalah agar hati-hati sekali dan lebih kritis dalam menanggapi isu yang diangkat media mainstream tertentu, jangan mudah terhasut dan bawa perasaan, termasuk juga dengan iming-iming toleransi sebab seringkali itu cuma sekedar dalih dan bermuka dua, bukan berangkat dari pencerdasan tapi untuk kepentingan “belah bambu” yaitu menginjak pihak tertentu dan mengangkat pihak yang lain. Ini sudah sering terjadi bahkan bukan dalam kasus ini saja. Tapi dalam kasus bu Saeni ini adalah upaya penyerangan terhadap hal yang bernuansa pendidikan Syariat dan syiar-syiar Islam karena seiring dan disusul oleh propaganda bombastis slogan logika terbalik “hormati yang tidak puasa”. Kelihatan sekali modusnya.
Coba bandingkan dan perhatikan sikap media dan oknum yang sangat bergairah secara bombastis mengangkat isu penyitaan terhadap satu warteg milik Ibu Saeni ini dengan penggusuran ribuan KK di DKI Jakarta, tentu sangat tidak proporsional. Tapi semua peristiwa ada hikmahnya, semoga selepas ini kita menjadi pribadi yang lebih cerdas dalam menilai dan menganalisis isu yang beredar, sebagai wujud kepatuhan dari firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (Q.S Al Hujuraat : 6). Wallahua’lambisshawab
Oleh : Muhammad Yusron Mufid