PESAWARAN, (Panjimas.com) – Pengajian mingguan di Rumah Tahfidz Daarul Qur’an Dusun Kampung Bugis, Desa Kota Agung, Kec Tegineneng, Kab Pesawaran, Lampung, baru saja selesai. Jamaah taklim berangsur bubar. Petang semakin merangkak ke malam.
Usai menyalami tamu terakhir, Ustadz Joko Nugroho (47) bersiap istirahat. Para santri yang berjumlah 19 anak dan remaja, membersihkan sampah terserak.
Tiba-tiba, lima pemuda sangar menyeruak datang. Santri-santri senior segera saja menghadangnya. ‘’Kami mau diskusi dengan Ustadz,’’ kata seorang dari tamu tak diundang itu dengan galak.
Ustadz Joko meminta santrinya membiarkan tetamu masuk. ‘’Buatkan kopi lima, kita harus menghormati tamu,’’ katanya lembut.
Kelima tamu lalu duduk. Seorang di antara mereka duduk di jendela, dan matanya terus mengawasi keluar.
Seorang tamu, yang tampaknya kepala rombongan, lalu menantang tuan rumah. ‘’Yang namanya ustadz kan kebal, mari kita buktikan,’’ katanya, dengan bau mulut alkohol.
Namun, Ustadz Joko tak meladeninya. ‘’Ah, yang mengatakan saya ustadz itu kan orang-orang,’’ ujar pria asal Purwokerto, Jawa Tengah, ini.
Setelah ngobrol tak keruan, lewat tengah malam tetamu pamitan. Usai menyalami tuan rumah, mereka langsung tancap gas dengan motornya.
Belum lagi Ustadz Joko menutup pintu rumah, tiba-tiba datang dua anggota polisi berpakaian preman. Mereka sedang mengejar lima orang yang tadi bertamu. Ternyata, kelimanya komplotan begal motor yang sedang buron.
“Gini saja Pak Polisi, kalau minggu depan mereka ngaji lagi ke sini, jangan tangkap dulu. Tapi kalau tidak datang, silakan uber. Kan sudah tahu wajah-wajahnya,” tawar Ustadz, yang disetujui tim buser.
Di luar dugaan, pada taklim berikutnya, komplotan itu datang lagi. “Saya mau ngaji Tadz, tapi utang saya masih 18 juta. Gak apa-apa ya saya mbegal dulu sampai lunas,” ujar polos ketua begal.
Ustadz Joko tersenyum saja. “Kalau mau bener, ya lewat jalan yang benerlah,” katanya tegas.
Ketua begal juga menyampaikan, ingin sholat tertib lima waktu sehari. ‘’Bagus itu, tapi biar sholatnya diterima, makanan dan minuman yang kita konsumsi harus halal. Tidak boleh dari hasil membegal,’’ terang Ustadz Joko yang beristrikan Ustadzah Inani Maghfiroh Al Hafidzhah. Sang istri mengasuh 15 santri putri di asrama berbeda.
Kini, ketua begal dan dua kawannya istiqomah ngaji tiap pekan. Dua lainnya entah kemana.
Utang ketua begal konon sudah lunas, dan ia tengah memulai usaha yang halal. Ia rupanya terinspirasi pada Ustadz Joko, yang di sela waktunya masih sempat mengusahakan budidaya jamur tiram.
Suatu hari ia ingin potong qurban di rumah tahfidz. “Sapi orang saya ambil untuk qurban di sini ya Tadz,” ujarnya. Ustadz Joko kontan menggeleng, lalu menjelaskan adab qurban sesuai syariat Islam.
Kali lain, ketua begal ingin mewakafkan tanah 250 m2. Ustadz Joko halus menampik. “Rundingkan dulu dengan keluargamu, itu kan tanah keluarga,” katanya.
Ternyata benar, bapak si kepala begal marah-marah. ‘’Itu tanah warisan belum dibagi. Kamu ingin bapakmu cepat mati ya,’’ katanya seperti ditirukan sang anak, yang membuat Ustadz Joko terpingkal.
Tidakkah Ustadz Joko takut mengajar santri eks pembegal?
‘’Ya sejujurnya, ngeri juga pada awal-awalnya. Tapi bismillah, niat kita kan baik. Kalau memang saya harus mati lantaran berurusan dengan mereka, mudah-mudahan tidak sia-sia,’’ katanya sambil tersenyum, saat ditemui di Kampung Bugis pada Selasa, 26 April lalu.[RN]