(Panjimas.com) – Teringat dengan pidato Jokowi dalam siaran pers kampanye politiknya pada tahun 2014. Saat itu Bapak Jokowi mengatakan, “Saya, Jokowi, bagian dari Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang hidup berketurunan dan berkarya di negara RI yang memegang teguh UUD 45. Bhinneka Tunggal Ika adalah rahmat dari Tuhan.” Jokowi pun mengatakan dirinya bukan bagian dari kelompok yang mengaku Islam yang punya tujuan mewujudkan negara Islam (Kompas.com, 24/5/2014).
Pertanyaannya, bagaimana gambaran Islam yang rahmatan lil alamin yang disampaikan oleh Bapak Jokowi tersebut? Benarkah terwujudnya Islam yang rahmatan lil alamin itu tidak memerlukan sebuah institusi (negara) Islam?
Mengupas Makna Islam yang rahmatan lil alamin
Rasulullah Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT ke bumi untuk menyampaikan risalah Islam. Risalah ini tak hanya untuk orang Arab saja, namun untuk umat di seluruh dunia. Sebagaimana firman-Nya: ”wa maa arsalnaka illa rahmatan lil ‘alamiin” yang artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS Al-Anbiya: 107)
Tapi yang menjadi pertanyaan, apakah sekarang Islam rahmatan lil ‘alamin telah kita rasakan?
Untuk menjawabnya, tentu kita harus memahami dulu apa yang dimaksud Islam rahmatan lil ‘alamin dalam ayat tersebut.Imam asy-Syathibi menjelaskan secara gamblang dalam kitab al-Muwafaqot, bahwa ciri-ciri terwujudnya Islam rahmatan lil ‘alamin itu ada lima. Dan syeikh Taqiyuddin an-Nabhani menambahkannya menjadi tujuh. Jika tujuh kondisi tersebut ada pada umat ini, maka itu berarti umat telah merasakan Islam rahmatan lil ‘alamin. Tujuh kondisi itu adalah,
Hifdzul ‘aql, akal terjaga. Coba kita lihat fakta saat ini, di Indonesia yang penduduk muslimnya terbesar saja tidak ada penjagaan akal ini. Tetap beredarnya khamr dengan mudah sudah cukup untuk menunjukkan bahwa penjagaan terhadap akal telah terbukti gagal. Al khomru ummu khobaaits, minumah keras itu induknya kejahatan. Orang yang minum khamr hingga hilang akal sehat akan dengan mudahnya melakukan kemaksiatan dan berbagai tindak kriminal lain. Itu fakta.
Hifdzun nafs, jiwa terjaga. Nyatanya saat ini manusia dengan mudah kehilangan nyawa, pembunuhan, kriminalitas meningkat dimana-mana. Di Indonesia beberapa tahun yang lalau setiap enam jam ada kasus pembunuhan. Dan menurut perhitungan statistik, terjadi peningkatan setiap tahunnya. Yakni satu pembunuhan setiap dua jam, lalu setiap satu jam. Dan entah sekarang berapa menit sekali terjadi pembunuhan. Di Amerika saja setiap setengah jam terjadi pembunuhan. Ini bukti kuat bahwa jiwa umat tidak terjaga. Coba lihat berapa orang yang terbunuh dengan cara keji di Suriah, Afganistan, Palestina, Rohingya, dll? Tak hanya ratusan, tetapi mencapai ribuan. Ini bukti nyata bahwa jiwa umat saat ini tidak terjaga.
Hifdzul mal, harta terjaga. Sekarang? Pencurian, perampokan sudah sangat marak. Tak hanya harta pribadi, tetapi harta negara dan harta milik umum pun tak terjaga. Terbukti dengan adanya korupsi, manipulasi, hingga eksploitasi besar-besaran kekayaan alam oleh korporasi asing. Ini menunjukkan bahwa, ketika risalah Islam tidak diterapkan maka harta tidak terjaga.
Hifdzud diin, agama terjaga. Namun saat ini, agama pun juga tidak terjaga. Jika kita tilik, banyak sekali aliran-aliran sesat bermunculan. Di Indonesia saja sudah ada lebih dari 250 aliran sesat. Dan lagi, penghinaan atas Rasul Muhammad SAW juga dibiarkan. Ayat al-Quran dihinakan. Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa waktu lalu di Indonesia geger karena terdapat ayat al-Quran di loyang-loyang kue, bahkan di sepatu dan sandal.
Hifdzun nasl, keturunan terjaga. Islam sangat menjaga keturunan. Orang hanya boleh melakukan hubungan biologis jika sudah ada ikatan nikahyang sah. Sehingga ketika mereka punya anak, maka jelas keturunannya. Terjaga nasabnya. Kita lihat saat ini sangat banyak anak lahir di luar nikah, dan yang lebih parah, terkadang tidak jelas yang mana sang ayah. Ini akan menimbulkan kerusakan yang luar biasa. Penjagaan dan pendidikan anak pada keluarga yang utuh saja banyak yang terabaikan, apalagi jika keluarga tesebut tidak utuh.
Hifdzul amn, keamanan terjaga. Dalam Islam, ada hukuman yang tegas bagi orang yang membuat kerusuhan dan melakukan kriminalitas. Namun yang kita rasakan sekarang adalah rasa tidak aman. Ini jelas membuktikan bahwa keamanan tidak terjaga.
Hifdzud daulah, negara terjaga. Saat ini negeri kaum muslimin dibelenggu oleh neoliberalisme dari berbagai sendi. Dengan mudahnya ideologi asing masuk ke dalah tubuh umat yang secara tidak langsung telah menjajah negeri ini. Sistem ekonomi kapitalis neoliberal yang menjadikan negeri kaya raya tak bisa menikmati kekayaannya, tata pergaulan hedonis yang menjadikan mental dan moral generasi di ambang krisis, lalu pendidikan materialistik yang tidak menghasilkan para ilmuwan tetapi justru menghasilkan manusia-manusia yang haus akan uang. Kondisi yang buruk memunculkan gerakan-gerakan untuk memerdekakan diri. Sebagaimana yang terjadi di Papua saat ini. Belum lagi, di negeri-negeri kaum muslimin yang diserang secara fisik atau militer oleh musuh-musuh Islam. Berarti? Negara juga belum terjaga.
Perlukah Negara Islam
Jadi, jika pertanyaan “Apakah Islam rahmatan lil ‘alamin telah kita rasakan?” itu ditujukan untuk saat ini, maka jawabannya adalah belum. Mengapa? Jelas karena risalah Islam tidak tegak. Ketika risalah Islam tegak, maka akan tampak terwujudnya kemashlahatan dan tercegahnya keburukan. Jika risalah Islam tidak tegak, maka yang terjadi terwujudnya keburukan serta tercegahnya kebaikan. Tentu kita tidak ingin ini terjadi. Maka sangat penting bagi kita saat ini untuk bersama, bergandengan tangan mewujudkan tegaknya syariat Islam. Dimana syariat Islam ini tidak akan bisa terwujud dengan sempurna jika tak ada daulah (negara) khilafah ‘ala minhajin nubuwah yang menaunginya. Sebagaimana ungkapan Imam Ghazali “Agama dan negara adalah saudara kembar. Agama adalah pondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaga. Sesuatu tanpa pondasi, pasti akan runtuh. Sesuatu tanpa penjaga, pasti akan hilang”.
Oleh karena itu, jika Bapak Jokowi menyampaikan bagian dari Islam Rahmatan lil Alamiin, maka itu hanya menjadi slogan dan angan-angan. Karena Sistem hidup selain Islam tak menjanjikan apa-apa kecuali kehinaan. Islam tak akan bisa tegak sempurna dalam sistem buatan manusia. Islam Rahmatan lil Alamiin hanya akan menjadi retorika, jika syariah dalam naungan khilafah tak terwujud nyata. Allahu a’lam bish shawab. [RN]
Penulis, Kholila Ulin Ni’ma, M.Pd.I
Ko.Media Muslimah HTI DPD II Tulungagung, Dosen di STAI al-Fatah Pacitan