Apalah arti sebuah kawan sejalan
Jika hanya omongan doang
Lalu kau lari dan pergi bersembunyi
Menjadi seorang pecundang
Kami tetap di sini kami tetap bertahan
Meskiharus tanpamu benalu
Bukalah hati dan pikiran kita
Kontrol naluri bergerak bersama
….
KLATEN, (Panjimas.com) – Demikian lirik lagu yang dinyanyikan Jati saat Panjimas memintanya menyanyi, Selasa (16/2/2016) petang, di sebuah lampu merah di Jalan Solo-Yogya. Jati adalah anak street punk asal Klaten yang sedang mengamen bersama empat temannya.
Dari obrolan di sana, ketahuan mereka menjadi street punk karena ada masalah di lingkungan sebelumnya. Diantaranya masalah keluarga dan masalah sekolah.
Tyas misalnya, remaja putri asal Klaten ini menjadi street punk sejak setengah tahun lalu karena merasa kurang mendapatkan kasih sayang orang tua.
“Ibu kandung saya pergi sejak saya masih kecil, lalu bapak kawin lagi, terus kasih sayangnya jadi kurang,” kata dia.
Karena itu ia sampai memilih keluar dari sekolah (kelas satu SMK) dan bergabung dengan anak-anak street punk. Bagi Tyas, selain mencari kenyamanan, ia punya maksud tersendiri dengan menjadi street punk, yakni mencari ibu kandungnya.
“Katanya pergi ke Ciamis. Dulu pernah nyari ke sana, tapi nggak ketemu,” ungkapnya.
Dia pun mengaku bahwa selama ini bapaknya belum tahu kalau dirinya menjadi street punk. Karena dia masih sering pulang.
“Tahunya cuma main,” katanya.
Tyas mengaku memilih jalan ini karena street punk punya solidaritas antar sesama mereka. Mereka solid karena sama-sama datang setelah sebelumnya mendapat masalah di lingkungan masing-masing. Kemudian mereka saling berbagi rasa dan merasa mendapat teman senasib.
Wujud solidaritas mereka tampak mulai dari makan bersama di pinggir jalan dari hasil ngamen atau minta ke warung makan, sampai bila ada yang sakit keras, teman-temannya membawa ke rumah sakit dan menghimpun dana untuk biayanya.
“Ya dibawa ke rumah sakit. Bayarnya dari hasil ngamen kita,” kata anak punk yang lain.
Namun sayang, kebersamaan mereka tidak mendapat bimbingan yang semestinya. Gaya hidup mereka terlalu bebas. Kegiatan mereka juga tak menjadikan kebaikan pribadi dan kualitas diri.
“Kegiatannya ya ngumpul-ngumpul gini. Kalo ada band biasanya datang dan ngumpul dari mana-mana. Selain ngamen, ya yang suka minum biasanya minum-minum,” ujar Tyas.
Maka artinya mereka lari dari masalah, namun masuk ke ranah yang salah. Dan sayangnya belum banyak yang menjadikan mereka objek dakwah. [IB]