JAKARTA, (Panjimas.com) – Rintih pilu, duka nestapa serasa tak pernah lepas dari Bumi Syam. Lara itu bertambah pedihnya manakala berbagai negara seakan tak melihat dan tak mendengar suara tangisnya. Rintihnya tersamarkan dengan desingan bom dan roket yang setiap saat mengancam jiwanya. Seolah anak-anak Palestina bebas bermain dan belajar. Seolah al Aqsha tegar dengan ketenangannya tanpa ada yang mengusiknya. Padahal tak ada hari yang dilewati kecuali anak-anak Palestina harus menahan nafas di tengah gempuran Zionis Israel. Demikin juga, seolah warga Suriah tak pernah ada dalam pikir dan benak mereka. Seolah tak ada bencana kemanusiaan yang ditimpakan kepada kaum muslimin di negeri Suriah. Padahal tiada waktu dan masa yang dilewati kecuali kaum muslimin Suriah menangis. Semenjak tahun 2011 wajah-wajah mereka berubah menjadi nestapa yang tak jelas kapan akan berakhirnya. Saking tidak jelasnya, hingga mereka berucap bahwa kondisi seperti sekarang akan terus berlangsung hingga hari kiamat.
Di tengah-tengah samar isak tangis duka nestapa mereka, dunia dikejutkan dengan jeritan kaum muslimin di Madaya, sebuah wilayah di Suriah. Kematian terjadi hampir setiap hari. Memang tubuh mereka tidak hancur oleh serpihan bom yang merobek kulit mereka. Tidak juga oleh butiran peluru yang menembus tubuhnya. Tapi blokade yang dilakukan oleh rezim dan sekutunya menyebabkan kaum muslimin di Madaya harus bertahan hidup dengan apa adanya.
Lihatlah bayi-bayi mereka yang tidak mendapatkan ASI karena ASI itu sudah tidak bisa keluar lagi dari ibunya. Sementara susu formula juga tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka. Air dan garam-lah pengganti semuanya. Maka tidak heran jika tulang rusuk mereka menonjol di balik selaput kulitnya. Apa yang kemudian bisa diperbuat oleh dunia. Kembali mereka terpaksa menahan derita yang sangat terasa sakitnya. Karena seolah mereka tak dapat lagi mengharapkan bantuan dari negara-negara bahkan dari saudaranya sesama muslim.
“Itulah yang melatarbelakangi Syam Organizer mengadakan event Tabligh Akbar Serentak 26 kota dengan tema Syam Menangis Madaya Menjerit ” Jelas Chairul, Kadivprog Syam Organizer. “Duka Bumi Syam duka kita semua. Tangis mereka adalah kepiluan kita. Kita tidak bisa tinggal diam menyaksikan saudara kita terlantar dan terabaikan.”, tambahnya. “Hari ini kejahatan internasional digelar secara serentak. Diamnya semua negara dan ketidakmampuan PBB membuka blokade yang dilakukan oleh rezim dan sekutunya adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak pernah terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya”, tandasnya.
Chairul juga menjelaskan bahwa tujuan dari program ini antara lain untuk mengabarkan kepada dunia, khususnya kaum muslimin di Indonesia bahwa semua wilayah bumi Syam, satu wilayah yang mendapat keutamaan dari Allah, dirundung duka nestapa. Palestina dicoba hancurkan oleh zionis Israel sementara kaum muslimin di Suriah dicobabinasakan oleh rezim yang berkuasa dan sekutunya. Dalam kondisi semua dirundung derita terdengar tangis jerit yang kuat dari salah satu wilayah di Suriah, yakni Madaya. Mereka diblokade hingga tidak ada lagi bantuan yang mampu masuk ke wilayah tersebut. Kalaupun ada dengan pembatasan waktu dan jumlah bantuan yang sangat tidak mencukupi. Sehingga tidak mengherankan hampir setiap harinya terjadi kematian yang memilukan di wilayah tersebut.
“Program ini hanya upaya kecil yang dapat kami lakukan. Kami berharap seluruh umat islam di dunia khususnya di Indonesia tergugah rasa kemanusiaannya, tergerak empatinya dan mau bersama mewujudkan ukhuwwah islamiyah. Meski kecil semoga ini dapat menjadi hujjah di hadapan Allah, bahwa kita telah berupaya untuk mewujudkan ukhuwah itu terhadap jeritan kaum muslimin yang membutuhkan bantuan”, jelas Chairul.
Tabligh Akbar Serentak 26 kota ini rencana akan digelar pada hari Ahad 14 Februari 2016. Adapun kota-kota penyelenggara dari Tabligh bertema Syam Menangis Madaya Menjerit ini adalah Banda Aceh, Tebing Tinggi, Binjai, Pekanbaru, Kampar, Siak, Bandar Lampung, Bandar jaya, Metro, Jakarta, Bandung, Serang, Tegal, Pekalongan, Cilacap, Banyumas, Purwokerto, Semarang, Purwodadi, Solo, Karanganyar, Surabaya, Palu, Bone-bone, Bima dan Dompu.
“Semoga Allah selalu meringankan langkah kita dalam menuju ridlo-Nya”, harap Chairul.[RN]