(Panjimas.com) – Perang baku bunuh antara dua ormas Pemuda Pancasila (PP) dan Ikatan Pemuda Karya (IPK) terjadi pada Sabtu sore (30/1/2016) di Jalan Thamrin dan Jalan Asia kota Medan, Sumatera Utara.
Akibat bentrok berdarah ini dua orang tewas secara mengenaskan. Bentrok ini juga mengakibatkan beberapa kerusakan fisik dan kerugian materi yang lain. Suasana kota Medan menjadi mencekam, warga takut keluar rumah. Ratusan aparat kepolisian dan TNI dikerahkan untuk mengendalikan situasi kota.
Namun dibalik itu semua, ada hal yang cukup menggelitik. Media massa seperti Metro TV, Kompas TV dan lain-lain, yang biasanya selalu gegap gempita memberitakan aksi-aksi seperti itu, kali ini entah kenapa mereka nampaknya kurang begitu bergairah. Tidak ada Breaking News, tidak ada liputan khusus. Kabar soal bentrokan itu hanya disajikan biasa-biasa saja, tidak bombastis, tidak heboh.
Seorang Netizen berseloroh di Sosial Media, “Ah andai saja yang bentok di Medan Sumut itu FPI vs Ormas/Preman…Tentu media mendadak cerdas untuk membuat narasi heboh.” Ungkap @HaritsAbuUlya di Twitter.
Nampaknya sindiran itu memang betul adanya. Andai yang bentrok itu adalah FPI, bisa dipastikan televisi bakal menyiarkan Breaking News 24 jam penuh. Lalu bisa jadi, berminggu-minggu berikutnya akan terus diputar beritanya berulang-ulang dengan menampilkan gambar-gambar sadis penuh kekerasan. Video-video aksi FPI pada belasan tahun yang lalu pun bisa diputar kembali.
Dan judul-judul pemberitaan di media cetak dan online pun akan sangat sadis dan tendensius. Mungkin semacam inilah yang akan mereka sebarkan:
“FPI Kembali Melakukan Aksi Kekerasan Di Medan: Dua Warga Dibunuh”
“Ormas Anarkis FPI Bikin Rusuh di Medan, Bubarkan!!!!”
“FPI Membunuh Dua Orang Tak Berdosa Di Medan”
“Biadab! FPI Lakukan Aksi Sweeping, Lalu Menganiaya Sampai Mati Dua Warga Medan”
“Ketenangan Kota Medan Dirusak Oleh Aksi Biadab FPI”
“Aksi Brutal Anarkis FPI Telan Dua Korban Jiwa Di Medan”
“Kebiadaban FPI Kembali Terjadi Di Medan. Negara Tidak Boleh kalah Oleh Kekerasan, Bubarkan FPI!”
“FPI Kembali Rusak Nama Islam: Dua Warga Medan Dibunuh”
“FPI Lancarkan Aksi Terorisme Di Medan: Dua Warga Tewas Menjadi Korban Kebrutalan FPI”
“FPI Lakukan Serangan Mematikan Terhadap Warga Medan: Dua Warga Medan Berhasil Dibunuh”
Keseruan ini akan makin menjadi-jadi ketika Karni Ilyas membawa masalah ini ke acara Indonesia lawyers Club (ILC) yang tersohor. Diundanglah beberapa tokoh dan pengamat. Mulai dari pejabat, anggota DPR, budayawan, aktivis HAM, aktivis Liberal, Rohaniawan sampai dengan kelompok pengusung Islam Nusantara, tidak ketinggalan Romo Beny dan Frans Magnis Suseno ikut nimbrung.
Di acara tersebut, DPR akan ngomong dengan penuh semangat perlu adanya revisi Undang-Undang Ormas. Siapapun ormas yang melanggar bisa langsung ditindak dan dibubarkan.
Aktivis HAM akan bicara tindakan FPI itu telah nyata melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga keberadaan ormas FPI layak dibubarkan.
Budayawan juga akan berpendapat tindakan FPI itu tidak mencerminkan budaya ketimuran. “Kekerasan bukan budaya kita, maka bubarkan saja FPI!” Kata salah satu budayawan berapi-api.
Kelompok pengusung Islam Nusantara juga tidak mau kalah, mereka akan berbicara “kita ini Islam Nusantara bukan Islam Arab, jangan bawa konflik Timur Tengah ke Indonesia. Bubarkan FPI!”
Tak mau ketinggalan, Nusron Wahid akan ikut berkomentar. Dengan memakai kaos Bansernya ia berkata “Negara tidak boleh kalah dengan kekerasan. Banser siap perang menumpas FPI! Bubarkan FPI!!!” Teriaknya berapi-api disambut gemuruh tepuk tangan hadirin.
Said Aqil yang hadir saat itu juga tidak kalah galak. Saat gilirannya bicara, ia mengatakan, “Sejak lama saya sudah menginginkan FPI itu dibubarkan. Saatnya sekarang negara bertindak, bubarkan ormas anarkis itu!” Kata Said Aqil yang langsung disambut tepuk tangan Romo Beny dan Frans Magnis Suseno yang duduk disebelahnya.
Lebih lanjut, di internet akan keluar petisi online pembubaran ormas anarkis. Hastag #BubarkanFPI akan menjadi trending topik berhari-hari. Netizen heboh luar biasa.
Namun sayang seribu sayang, dalam bentrok di Medan itu, FPI sama sekali tidak terlibat. Sehingga semua pada mingkem alias diam seribu bahasa, seolah tidak terjadi apa-apa.
Kacung-kacung Liberal juga tidak ada yang teriak “Bubarkan ormas PP dan IPK!” Juga tidak ada yang menyeru “Hentikan kekerasan atas nama Pancasila!” atau mengatakan “Jangan bawa-bawa Pancasila untuk aksi kekerasan.”
Sekarang masyarakat bisa menilai, bagaimana sikap Media, aktivis HAM, gerombolan Liberal, dan yang lain-lain dalam menghadapi situasi yang sama. Mereka mendadak lupa dengan slogan-slogan anti kekerasannya ketika yang melakukan kekerasan itu adalah BUKAN ormas Islam.
Mungkin saja di antara mereka ada yang mengatakan dalam hati “Sayang sekali, bukan FPI…Sayang sekali bukan ormas Islam…”[RN/habibrizieq.com]