(Panjimas.com) – Tahun Baru, bagi anak muda ataupun orang yang hanya ikut-ikut trend adalah moment yang sangat menarik. Moment untuk hura-hura, tiup terompet, hang out, dan tidak lupa membakar uang sia-sia. Semalaman suntuk mereka tidak tidur, saat menjelang subuh mereka malah tidur, waktu shalat subuh pun terlewatkan besoknya mata melek dan memandang keadaan sekitar masih tetap dengan keadaan-keadaan sebelumnya, “tahun baru” sama sekali tidak ada yang baru. Lanas apa yang disebut “baru”?
Budaya Barat yang sudah mengakar di pikiran umat islam di Indonesia seperti hedonisme dan permisif menyebabkan tanpa beban jika kita merayakan malam tahun baru. Bagi yang tidak merayakan akan dibilang “katrok”. Disinilah pemahaman tentang larangan merayakan tahun baru dan moment yang hana ikut-ikutan harus segera diluruskan,harus gencar diberikan kepada orang-orang di sekitar kita.
Sudah sangat jelas sekali bahwa Islam melarang keras umatnya untuk mengikuti kebisaan ummat lain merayakan malam tahun baru sudah jelas tidak diperbolehkan dalam Islam. Jika memang ingin benar-benar baru hendaknya bermuhassabah dan memperbarui/memperbaiki kekurangn-kekurangan kita dari sebelumnya untuk menjadi pribadi baru yang lebih baik. Dengan berpegang pada aturan Islam dan menjalankan aturan Islam dengan ringan, memfilter arus deras yang sedang mengalir dan yang terpenting adalah larangan keras dari pemimpin agama.
Penulis, Desi Yuanita
Pendidik di Sekolah Alam Mutiara Umat Tulungagung