Merancang Kesejahteraan Indonesia di Tahun 2016
(Panjimas.com) – Perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal akan pentingnya peningkatan kemandirian dan daya saing sebuah negara di dunia internasional, apa lagi Indonesia akan dihadapkan dengan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang pelaksanaannya akan dimulai pada 31 Desember 2015.
Pemberlakuan MEA dapat dimaknai sebagai harapan akan prospek dan peluang bagi kerjasama ekonomi antar kawasan dalam skala yang lebih luas, melalui integrasi ekonomi regional kawasan Asia Tenggara, yang ditandai dengan terjadinya arus bebas (free flow): barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal. Ini juga akan menjadikan kawasan ASEAN yang lebih dinamis dan kompetitif.
Dengan hadirnya MEA, Indonesia sejatinya memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan dengan meningkatkan skala ekonomi aggregate, sebagai dasar untuk memperoleh keuntungan, dengan menjadikannya sebagai sebuah momentum untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Bagi Indonesia, MEA akan menjadi peluang karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan perdagangan antar negara ASEAN menjadi bebas tanpa hambatan. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan ekspor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia.
Namun sebaliknya, pemberlakuan MEA 2015 akan dapat menjadikan kita sebagai konsumer, yang ditandai dengan hanya menjadi pasar impor. Apabila tanpa persiapan yang matang dalam meningkatkan produktivitas, efesiensi, dan daya saing. Apa lagi saat ini Indonesia adalah pengimpor pangan yang sangat besar. Jika tidak mampu meningkatkan produksi pangannya secara mandiri, Indonesia akan terus mengalami defisit neraca perdagangan yang berdampak pada melemahnya nilai Rupiah.
Produktivitas yang tinggi mencerminkan daya saing tinggi dan daya saing tinggi berpotensi menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk bisa menjadi negara dengan daya saing tinggi harus ada beberapa yang harus terpenuhi diantaranya meliputi infrastruktur, kualitas birokrasi, stabilitas ekonomi makro, serta pendidikan,[1] yang kesemuanya bermuara pada upaya meningkatkan daya saing ekonomi.
Kreativitas akan menjadi aktivitas ekonomi mendatang, menggantikan fokus kini pada informasi. Menurut sejarah, agrikultur, perindustrian, dan informasi adalah merupakan hal yang dominan dalam aktivitas ekonomi manusia. Prediksinya menempatkan kreativitas dalam paradigma kategori historis yang membentuk sejarah ekonomi manusia dari sejak permulaan waktu. Maka, seperti halnya revolusi industri menggantikan agrikultur sebagai aktivitas ekonomi dominan, kreativitas pun akan menggantikan abad informasi sebagai fokus dominan ekonomi global (Nomura Research Center)[2].
Ekonomi kreatif sendiri di definisikan dalam beberapa poin berikut: (1) Ekonomi Kreatif adalah konsep yang berkembang berdasarkan aset kreatif yang berpotensi membantu pertumbuhan ekonomi. (2)Ekonomi kreatif mampu meningkatkan pemasukan bagi masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan dan nilai ekonomi yang berasal dari kegiatan ekspor yang dalam waktu bersamaan juga membantu mempromosikan keragaman sosial-budaya serta mengembangkan sumber daya manusia. (3)Kemudian Ekonomi Kreatif juga mampu menguatkan aspek-aspek ekonomi, kebudayaan dan sosial yang mampu berinteraksi baik dengan teknologi, kegiatan intelektual serta tujuan pariwisata. (4)Ekonomi kreatif merupakan aktivitas ekonomi berbasis ilmu pengetahuan (knowledge-based economy) dengan dimensi pengembangan hubungan lintas sektoral baik di level makro maupun mikro di dalam aktivitas ekonomi secara keseluruhan. (5)Di jantung ekonomi kreatif terdapat industri kreatif. (United Nations Conference on Trade and Development) seperti dikutip pada buku “Creative Economy Report 2010” yang dirilis PBB [3].
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya.
Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari yang tadinya berbasis Sumber Daya Alam (SDA) sekarang menjadi berbasis SDM, dari era pertanian ke era industri dan informasi. Alvin Toffler (1980) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan berorientasi pada ide dan gagasan kreatif. [4]
Salah satu ciri pelaku ekonomi kreatif adalah pembentukannya yang dikerjakan oleh tim yang terdiri dari lebih dari 1 orang. Di zaman ini banyak nama-nama baru yang terhimpun dalam satu tim yang mampu mengubah dunia. Diantara yaitu ada Larry Page dan Sergey brin (Google.com), Steve Jobs dan Steve Wozniak (Apple.inc), Chad Hurley dan Jawed Karim serta Steve Chen (Youtube.com).
Seorang yang hebat memang masih bisa bersaing di era modern ini, akan tetapi kehabatan seorang tersebut akan berkali lipat jika digabungkan dalam 1 (satu) tim, dan konsep ini lah yang lebing sering dipakai untuk mencapai sukses yang lebih efektif dan efisien. Selain antar satu tim bisa saling membantu dan menguatkan, juga bisa saling memberi masukan dengan melihat dari sudup pandang yang berbeda-beda, dan dalam pemecahan masalah akan lebih tepat sasaran jika dalam tim.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kita patut bersyukur upaya untuk terus meningkatkan daya saing secara bertahap di Indonesia telah menunjukkan hasil yang cukup membanggakan, meskipun harus diakui masih terdapat berbagai kekurangan yang menjadi tugas bersama untuk terus memperbaikinya.
Meningkatnya daya saing Indonesia tercermin dari laporan Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF), [5] yang merilis Indeks Daya Saing Global 2014-2015. Dalam rilis itu dikemukakan, daya saing Indonesia naik 4 tingkat menjadi peringkat 34 dari 144 negara di dunia. Peringkat Indonesia mengungguli Spanyol (35), Portugal (36), Filipina (52), Rusia (53), Brasil (57), India (71), Yunani (81), Mesir (119) dan Pakistan (129). Pada tahun 2012 daya saing Indonesia ada pada peringkat 50, tahun 2013 urutan ke-38 dan tahun ini menempati urutan ke-34
Membaiknya daya saing Indonesia antara lain ditopang oleh pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5% per tahun sejak 2005. Di tengah melambatnya perekonomian global. Peningkatan daya saing Indonesia juga banyak didorong oleh kemajuan pembangunan infrastruktur. Meskipun infrastruktur kita masih banyak masalah, namun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir progresnya cepat, terutama infrastruktur konektivitas.
Juga ada beberapa fakta yang dikemukakan oleh McKinsey Global Institute [6]: Bahwa Indonesia hari ini menduduki kekuatan ekonomi peringkat 16 di dunia dan kuat kemungkinan akan duduk manis di peringkat tujuh ekonomi terkuat di dunia pada tahun 2030, dan Indonesia memiliki populasi anak muda yang tumbuh cepat di daerah urban, faktor ini memberi kekuatan tersendiri untuk meningkatkan pemasukan negara.
Fakta di atas tentu memberi peluang yang sangat besar bagi para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Namun hal tersebut juga bisa menjadi bumerang tatkala pemerintah Indonesia tidak menggenjot dan mendukung kegiatan ekonomi kreatif di Indonesia sehingga ditakutkan konsumen potensial ini akan dipikat oleh produk-produk kreatif dari luar negeri dan pada akhirnya kita hanya menjadi bangsa konsumen seperti yang kita alami selama ini.
Pemerintah RI harus terus meningkatkan komitmennya dalam mendukung optimalisasi daya saing guna memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, terutama dalam hal-hal dasar di antaranya, pengembangan industry, pertanian, kelautan dan perikanan, energi, infrastruktur, pengembangan perbankan, usaha mikro, kecil dan menengah, kesehatan, kewirausahaan, dan perkoperasian.
Kita patut bersyukur upaya untuk terus meningkatkan daya saing secara bertahap di Indonesia telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, meskipun harus diakui masih terdapat berbagai kekurangan yang menjadi tugas bersama untuk terus memperbaikinya. Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam menghadapi MEA 2015 diantarannya: Pertama, Pendidikan Tinggi; tidak dapat dielakkan pentingnya pendidikan bagi kemajuan sebuah negara, dengan masyarakat yang terdidik dapat membantu Indonesia untuk menjadi lebih produktif, lebih inovatif dan lebih mampu meningkatkan daya saing dengan negara lain. Kedua, Tehnologi; Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, tentunya memerlukan begitu banyak hal yang berhubungan dengan teknologi. Untuk sekarang bisa dikatakan dalam semua bidang dari pertanian, infrastruktur, dan kewirausahaan membutuhkan tehnologi untuk mendukung perkembangan negara.
Ketiga, Birokrasi yang Baik; Hal ini penting karena untuk saat ini masih belum kondusifnya dukungan birokrasi dalam mengoptimalkan peningkatan daya saing, terutama terkait dengan mengembangkan kemudahan berbisnis yang sebagai salah satu barometer utama daya saing negara. Kapasitas kelembagaan birokrasi bukan hanya mencakup institusi yang efektif dan efisien, namun juga jajaran staf birokrasi yang berkualitas dan regulasi yang kondusif. Munkin cukup sekian yang dapat saya sampaikan, Terlepas dari keyakinan atas kesempurnaan artikel yang saya susun ini, sebagai makhluk yang sebenarnya jauh dari sempurna, kami tetap menanti kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya artikel ini.
Tentang Penulis, Adi Angga Sukmana, Penerima Beasiswa Beastudi Indonesia
Referensi:
[1] Cahyono, Eddy (2014). “Peningkatan Daya Saing Ekonomi & Peran Birokrasi”, https://setkab.go.id/peningkatan-daya-saing-ekonomi-dan-peran-birokrasi/ pada tanggal 30 Sep 2014
[2] DeLee, (2012) Magic Of Creativepreneur, “Bagaimana Anda Bisa Menjadi Inovatif secara Ajaib Dan Menjadi Seorang Bisnis Enterprneur Sukses dalam dunia Industri Ekonomi Kreatif”, ABNG Publishing.
[3] Rumah Pena, (2012) “Indonesia Tidak Kreatif, Setuju?”, pena gunadarma, diakses dari pena.gunadarma.ac.id/indonesia-tidak-kreatif-setuju, pada tanggal 12 Mei 2012.
[4] https://arifh.blogdetik.com/ekonomi-kreatif/
[5] https://www.kemenkeu.go.id/Berita/peringkat-34-dari-144-negara-indeks-daya-saing-indonesia-kembali-meningkat
[6] Raoul Oberman dkk, (2012) The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential, McKinsey Global Institute, Jakarta.