(Panjimas.com) – Setiap Desember kita melihat simbol-simbol Natal di sekitar. Dan yang kita pahami, Natal adalah hari besar umat Kristen (Protestan maupun Katholik). Hanya sebatas itu. Padahal, untuk lebih bijaksananya, kita (Muslim) dalam bersikap terkait dengannya, mestinya mengetahui lebih dalam soal Natal dan agama Kristen itu sendiri.
Dalam tulisan ini kita akan berkenalan dengan paulus. Ini penting, sebab dia disebut oleh para pakar theologi sebagai orang yang sangat menentukan konsep agama kristen yang berkembang saat ini. Bahkan sampai bisa disebut, Kristen yang ada sekarang bukanlah ajaran Yesus, melainkan ajaran Paulus.
Paulus Muda
Nama Paulus awalnya adalah Saulus. Lahir di Tarsus pada tahun ketiga masehi, dan meninggal di Roma pada tahun 67 M. Saulus adalah seorang penganut Yahudi beraliran keras, berkebudayaan Yunani (helenis), dan bersuku bangsa Farisi. Ia pernah menjadi penganiaya orang Kristen sebelum akhirnya mengaku bertemu dengan Yesus dan menjadi pengikutnya, lalu berganti nama menjadi Paulus.
Aliran Mistik Stoa
Pola pikir Paulus sangat dipengaruhi paham Stoa, yakni aliran kebatinan Yunani. Tarsus sendiri menjadi tempat pendidikan ajaran Stoa dengan guru yang terkenal adalah Athenodorus. Pada abad pertama masehi, setiap tahun rakyat Tarsus mengadakan peringatan bagi guru Stoa itu. Hubungan pemikiran Paulus dengan paham Stoa bisa ditilik dalam Bible, yakni Kisah Rasul 18:12.
Pengaruh stoa membuat paulus tak seperti orang Farisi pada umumnya yang mengedepankan dalil Taurat dan menolak percampuran dengan budaya Helenisme. Paulus lebih cenderung metafisis, dan pertemuannya dengan Yesus pun dimungkinkan bukan secara fisik, namun hanya bayangan saja. Ia punpernah bertapa di tanah Arab, dan juga suka mengalami halusinasi. Ia berani menyalahkan malaikat (galatia 1:8) dan berani menyalahkan Petrus yang merupakan murid setia Yesus (galatia 2:11). Dan Paulus juga mengaku bahwa dirinya adalah Nabi bagi bangsa non Yahudi.
Sebenarnya paham Stoa sendiri sudah tidak tertarik dengan konsep kedewaan. Namun pada kenyataannya masih mengikuti gambaran tentang dewa bapa dan dewa putera. Demikian juga yang ada di pikiran Paulus. Dewa anak diposisikan sebagai dewa yang kasat mata, sedang dewa bapa tidak kasat mata (ghaib). Lalu konsep inilah yang diterapkannya ke dalam theologi Kristen.
Nah, setelah memahami secara garis besar sejarah konsep ketuhanan Kristen yang berkembang dan ada di sekitar kita sekarang, semoga kita sebagai musim bisa menempatkan diri dengan bijak dalam berinteraksi dengan para penganutnya. Wallahu a’lam. [IB]