(Panjimas.com) – Adakah kaitan latar agama dengan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi? Bila kita bertanya kepada pegiat antikorupsi murni, pasti jawaban berupa gelengan kepala yang didapat. Serupa bila kita tanya warga yang berorientasi kemajemukan. Lain ketika kalangan tertentu dari umat Islam manakala disodori data agama calon pimpinan KPK periode 2015-2019, mereka bisa bertanya-tanya.
Hasil seleksi tim bentukan Presiden sudah menetapkan 8 nama dengan calon berlatar Islam hanya 3 orang. Ada satu nama yang masih diragukan apakah Islam atau bukan, tapi gambar yang disebarkan di media massa kadung sebutkan hanya 3 orang calon yang pasti ber-KTP Islam. Komposisi 3 nama tersisa ini jelas sebuah bahan kegundahan. Apa masalahnya?
Sebetulnya tidak sepenuhnya layak disalahkan kegundahan itu, meski juga tidak perlu digusarkan sampai jadi kemarahan. Tetap butuh sikap dingin sembari mendorong wakil rakyat bijak memilih. Bagaimanapun juga, 8 nama ini masih kudu diseleksi oleh DPR, yang bisa jadi semua anggota Muslim lolos. Selain itu, ada 2 nama lagi kandidat yang sudah menjalani seleksi di DPR, yang menggenapi 8 anggota tersebut. Dua nama ini, salah satunya juga jajaran ketua di Muhammadiyah, bisa mengubah komposisi yang beredar di media sosial tadi. Satu nama lagi pernah disebut-sebut ‘titipan’ penguasa terdahulu; bisa jadi imbangan seorang calon pilihan panitia seleksi yang dikenal bagian dari tim kampanye penguasa sekarang.
Sembari berharap calon terpilih adalah sosok berintegritas dan mengabdi bagi bangsa ini (bukan ke penguasa), proporsi kurang tampilnya kalangan berlatar Islam memang jadi kegelisahan yang bisa dimengerti. Betapapun banyak orang yang mendaftar dari kalangan Islam, bisa saja rontok satu demi satu di tangan panitia seleksi ataupun DPR.
Tanpa bermaksud melibatkan soal SARA, kehadiran calon berlatar Islam memang tidak harus dipaksakan adanya hanya karena bicara proporsi demografi. Namun, ini bukan berarti mengabaikan fakta bila banyaknya anak bangsa Muslim yang peduli masuk ke KPK dengan niat tulus beribadah. Jangan lupakan sosok semacam Abdullah Hehamahua, di periode pertama KPK, selain bersih dari korups, dia juga Islamis.
Sayang, namanya kandas dengan pertimbangan pansel sebagai tidak bersih dari penyalahgunaan kekuasaan. Kiranya ini jadi pengalaman ke depan, ketika umat Islam ingin memasuki KPK, para kandidat perlu diseleksi di internal umat dari kemungkinan pencarian aib yang “sepele” atau dibuat-buat karena subjektifnya sudut pandang.
Selama ini, hampir semua pimpinan KPK sejak periode terbentuknya lembaga ini adalah kalangan Islam. Ada yang setia menjaga integritas, ada yang malah merusak reputasinya atau tidak kuasa menahan perusakan nama oleh koruptor. Tapi hadirnya kalangan berlatar Islam di pimpinan KPK tidak otomatis berfaedah bagi sebagian kalangan umat. Orang sering mengait-ngaitkan tebang pilihnya KPK ketika kasus korupsi mendera tersangka berlatar Islam. Sebuah tudingan sensitif tapi perlu dibuktikan bukan semata berupa bantahan dengan konferensi pers.
Belum maksimalnya KPK dan kesan tebang pilih itu belum tentu berkaitan dengan agama yang dianutnya. Apakah karena itu absah hadirnya logika untuk memberikan kesempatan kepada kalangan di luar Islam untuk berkarya di KPK? Yang terpenting sebetulnya tidak ada dusta dan penggiringan dusta-opini. Bahwa banyak orang Islam korupsi, memang demikian adanya. Bahwa banyak pejabat Islam serakah dan gila korupsi, harus diakui benarnya. Namun, ini bukan kemudian menjadi indikator untuk menilai bahwa umat Islam ramah korupsi. Jangan sampai fakta semacam ini dipakai untuk menutupi kejahatan lebih besar.
Orang Islam korupsi, silakan disikat. Tidak ada sedikit pun pembenaran dalam Islam untuk korupsi. Namun jangan jadikan pejabat Islam yang berjibun antre untuk ditahan sebagai alibi mengalihkan perhatian publik. Atau malah membentuk kesan tertentu yang menandaskan pejabat Islam itu rentan korupsi. Jangan lupa, siapa yang biasa menjarah uang rakyat hingga triliunan, secara massal pula? Siapa kalangan yang sistematis berkoloborasi dengan aparat penguasa buat merampok uang rakyat? Pada kasus macam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, kita bisa berkaca tentang adanya masalah besar yang kudu diselesaikan KPK. Dan kita dorong siapa pun pimpinan KPK terpilih agar berani usut tuntas kasus mahabesar itu. []
Penulis, Yusuf Maulana
Sumber: Islampos