Takkan pernah menyerah
Kami guru Indonesia
Selalu tulus mengabdi
Kami guru Indonesia
Mengajar dengan hati
Mendidik sepenuh jiwa
Kamilah guru Indonesia
(Panjimas.com) – “Siapapun bisa menjadi guru,” ujar Bambang Sidik Priyatno, salah satu pembicara di Studium Generale yang mengangkat tema Optimalisasi Kepemimpinan Guru dalam Masyarakat, Senin 16 Nopember 2015 lalu. Penekanan pada kata kepemimpinan menjadi poin plus yang harus dimiliki oleh para peserta SGI Profesional Class angkatan 16 tahun ini.
Pernyataan bahwa siapapun bisa menjadi guru telah dibuktikan oleh para peserta Sekolah Guru Indonesia. Sebanyak 19 peserta dari seluruh Indonesia, beberapa dari mereka memang bukan dari pendidikan. Salah satunya adalah Arby’in Pratiwi. Perempuan muda yang lulus dari Universitas Jenderal Sudirman dan mengambil jurusan Peternakan datang dari Purworejo, Jawa Tengah. Ia mengaku keikutsertaannya dalam program yang dibuat oleh Dompet Dhuafa adalah karena ia mencintai profesi sebagai guru.
Menjadi seorang guru tidak akan terlepas dari kompetensi. Kompetensi seorang guru mencakup banyak hal. Standar kompetensi yang sudah termaktub dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 menyebutkan bahwa ada 4 kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru. Diantaranya adalah pedagogik dan kompetensi kepribadian, profesional dan kompetensi sosial. Dari berbagai kompetensi yang disebutkan maka akan terwujud penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai guru.
Keterampilan mengajar yang baik. Akan menghasilkan anak-anak didik yang baik pula. Dan mengaplikasikan tiap butir kompetensi sedini mungkin dapat meminimalisir kecacatan pendidikan di Indonesia. Terutama bagi guru-guru Sekolah Dasar. Yang belum banyak mengetahui betapa pentingnya kompetensi seorang guru. Disinilah peran para guru di Sekolah Guru Indonesia pada program professional class. Selama 3 bulan akan digodok agar kompetensi guru yang diharapkan benar-benar matang. Sebelum akhirnya ditempatkan selama 1 tahun untuk pengabdian.
Pengabdian mahasiswa SGI Professional Class tahun ini memang cukup berbeda dengan angkatan yang lalu. Tolak ukur seorang guru tidak hanya meliputi kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Yang digugu dan ditiru oleh siswa-siswanya. Yang ruang lingkupnya sebatas sekolah. Melainkan melebur dengan masyarakat. Seperti pada butir kompetensi umum yang isinya bahwa mahasiswa SGI harus memiliki kemampuan untuk membuat perubahan dengan membuat program kreatif pemberdayaan sekolah atau masyarakat.
Seperti yang selalu digaungkan oleh Manager Sekolah Guru Indonesia, Abdul Khalim selepas Apel pagi. Penekanan menjadi seorang pemimpin seperti alarm yang sudah tersimpan dan ketika waktu itu tiba akan berbunyi.
“Kalian tidak hanya bertugas sebagai seorang guru di penempatan nanti. Tetapi, menjadi seorang pemimpin.” Tegas Abdul Khalim sembari memasang wajah serius. Lalu beberapa detik kemudian ia mencairkan suasana dengan melukis sebuah senyuman.
Selain ingin menonjolkan sosok pemimpin. Pada angkatan 16 Professional Class juga menerapkan agar seorang guru mampu menuangkan segala idenya dalam bentuk tulisan. Ini merupakan kompetensi khusus yang harus dimiliki oleh mahasiswa calon guru-guru masa depan.
Penulis, Suni Ahwa