Oleh: Irfan S Awwas
(Panjimas.com) – Sejumlah orang Islam yang tidak setuju, tapi sok tahu agama, mempertanyakan keabsahan diadakannya Parade Tauhid dari sudut pandang Islam. “Sunnah siapa yang kalian ikuti, fatwa ulama mana yang membenarkan perbuatan kalian? Ingat semua yang kalian lakukan akan dipertanggungjawabkan di akhirat,” tanya mereka sinis.
Mereka ini akan lebih kondusif bagi ukhuwah Islamiyah jika bersikap obyektif, bantu carikan dalilnya yang sesuai sunnah, atau jika tidak paham bertanya, jangan sok tahu.
Parade Tauhid artinya pawai, kontingen, barisan kekuatan, untuk menunjukkan eksistensi umat Muhammad, generasi tauhid di negeri ini. Tujuannya, untuk menggentarkan musuh Islam agar tidak sewenang-wenang mendiskreditkan kaum muslim di negeri ini. Bahwa umat Islam siap membela Islam dari rongrongan musuh kafir seperti Komunis, Zionis, Syi’ah dan aliran sesat lainnya.
Parade Tauhid mengambil ibrah dari penggalangan kekuatan yang dilakukan Nabi SAW. Yang hendak umrah, tapi kemudian dihalangi kafir Quraisy, sehingga terjadi perjanjian Hudaibiyah. Parade yang dilakukan Nabi dan seluruh kaum muslim saat itu menggentarkan orang kafir.
Pada tahun berikutnya, Nabi kembali melakukan parade tanpa senjata dalam peristiwa Futuh Makkah. Pawai allegoris yang dilakukan umat Islam menciutkan nyali kafir Quraisy. Sehingga Abu Sufyan, yang baru Islam menyatakan, “wahai Quraisy, Muhammad membawa pasukan yang tidak mungkin mampu kalian kalahkan. Maka siapa yang masuk masjid, rumah Abu Sufyan akan selamat…”
Sejarah membuktikan, setelah jihad perang selama bertahun melawan musuh kafir, penaklukan Makkah cukup dengan parade, tanpa pertumpahan darah, kecuali sedikit karena indisipliner kaum tulaqa.
Lalu apa urgensinya parade tauhid yang dilakukan gerakan Islam di negeri ini? Jika untuk syiar Islam mana buktinya?
Sekalipun kita tidak mengklaim, tapi harus dipahami oleh mereka yang suka mencela dan memvonis negatif parade tauhid. Adanya parade di Solo, Jakarta, Jogja 11 okt, dan Padang 14 Okt, dan insya Allah disusul daerah lain, telah menciutkan nyali neo PKI, sekte Syi’ah dan para pendengki. Menyaksikan parade tauhid, dan resistensi yang kian menguat, mampu membungkam mulut relawan Jokowi yang memaksa pemerintah minta maaf pada PKI, menjegal tuntutan Komnas HAM, juga membuat Syi’ah kian terpojok dan ketakutan. Idul Ghadir pun dilakukan sembunyi. Sementara para pencela bungkam hadapi Komunis dan Syi’ah.
Oleh karena itu, mereka yang tidak setuju adanya Parade Tauhid, sebaiknya diam saja atau cari aktifitas lain, yang dapat meningkatkan izzah kaum muslim di negeri ini. Jika kita tidak sepakat dalam banyak hal, setidaknya kita sepakat dalam satu hal, yaitu berlakunya syari’at Islam di negeri yang sudah diproklamirkan berdasarkan tauhid, Ketuhanan yang Maha Esa.
Wahai kaum muslimin, mari kita satukan barisan di bawah bendera tauhid “Laa ilaha illallah Muhammadur Rasulullah” untuk menjadikan Indonesia negeri yang damai, sejshtera, adil makmur dan dirahmati Allah Swt.
Hadiri Parade Tauhid di Jogjakarta, 11 Oktober 2015, sekaligus menyambut datangnya tahun baru Islam 1437 H.
Allahu Akbar wa lillaahil hamd.
*Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin