(Panjimas.com) – Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) memastikan kenaikan harga daging ayam bukan disebabkan kelangkaan suplai. Produksi daging ayam potong di perkotaan seperti Jabodetabek tidak kurang dari kebutuhan. Sektor perunggasan justru kelebihan suplai, ini berlangsung sejak 2013. Daerah padat penduduk seperti Tangerang Raya rata-rata permintaan day old chicken (DOC) broiler di level 47 juta ekor per pekan. Sementara produksi DOC mencapai kisaran 50 juta ekor setiap minggu. Dengan demikian, kenaikan harga daging ayam memang lakon yang dimainkan pedagang.
Peternak gerah dengan sikap yang hanya mengutamakan untung ini. Seiring dengan kondisi tersebut dirasakan berlangsung hampir setahun terakhir. Semestinya harga ayam yang dijual ke konsumen tertinggi antara Rp33.000 – Rp35.000 per kilogram. Tapi di lapangan kerap didapati harganya mencapai kisaran Rp38.000 – Rp40.000 per kilogram. Para peternak justru tidak menikmati kenaikan harga ayam di pasar, karena harga di tingkat peternak stabil atau tetap. Bahkan sudah setahun lebih para peternak rugi karena harga jual ayam dari peternak lebih rendah dari biaya pemeliharaannya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina menyebutkan kondisi kenaikan harga daging ayam saat ini merupakan fenomena anomali jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, harga ayam akan mengalami peningkatan sebelum Lebaran, kemudian mulai mengalami penurunan setelah Lebaran. Sedangkan pada tahun ini, harga daging ayam masih naik dan terus bertahan di harga yang tinggi.
Lain lagi dengan harga bawang merah di pasar tradisional Jakarta sebelum Lebaran sempat menembus Rp 35.000-38.000/Kg pada akhir Mei 2015. Bulog bahkan sampai menggelar operasi pasar (OP) bawang merah untuk menekan harga hingga Rp 17.000/kg. Kini harganya hanya Rp 13.000/Kg atau sudah turun 65% dalam 2 bulan lebih.
Harga tomat ditingkat petani khususnya di daerah Bandung, Garut, dan Cianjur Jawa Barat turun jauh akibat pasokan berlimpah karena musim panen raya. Kondisi ini membuat petani rugi besar. Melihat kondisi tersebut, pemerintah langsung menggelar rapat untuk menyelesaikan masalah ini.
Harga tomat di tingkat petani daerah tersebut hanya Rp 200-400 per kg, sementara di Jakarta harga di pasar induk harganya Rp 4.000/kg, padahal petani sudah mengeluarkan modal puluhan juta. Jatuhnya harga tersebut membuat para petani meluapkan kekesalannya dengan membuang tomatnya ke jalan. Direktur Budidaya Sayuran dan Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian Yanuardi mengatakan anjloknya harga tomat akibat rantai distribusi yang kurang efisien dan panjang.
Ia menambahkan, karakter masa panen tomat juga berbeda dengan jenis sayuran lain yang sering mengalami kelebihan pasokan di sentra produksi tomat.
Dalam hal ini dapat kita uraikan beberapa permasalahn yang terjadi, yaitu :
Pertama, terjadinya monopoli yang dilakukan oleh pedagang ayam, dengan jalan mematok harga yang sangat tinggi. Kondisi ini jelas merugikan bagi peternak yang mendapat harga rendah. Disisi lain konsumen yang juga merasa berat dengan naiknya harga daging ayam. Memang dalam hal ini negara tidak berhak mematok harga, Rosululloh SAW pernah diadukan permasalahan oleh warganya ketika harga sebuah barang membumbung tinggi, dalam hal ini sikap rosul sebagai kepala negara tidak mematok harga. Dari Anas ra Rosululloh bersabda :
Harga-harga pada masa Rasulullah saw. Pernah mengalami kenaikan sangat tajam (membumbung). Lalu orang-orang melapor, “Wahai Rasulullah, seandainya harga ini engkau patok (niscaya tidak membumbung seperti ini). Namun, beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Menggenggam, Yang Maha Melapangkan, Yang Maha Memberi Rezeki lagi Maha Menentukan Harga. Aku ingin menghadap ke hadirat Allah, sementara tidak ada satu orang pun yang menuntutku karena suatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya, dalam masalah harta dan darah.” (HR Ahmad).
Dalam hal ini penetapan harga yang dipatok oleh pedagang sangat merugikan masyarakat banyak. Para pedagang mematok harga seenaknya demi mengejar keuntungan pribadi.
Kedua, peran negara dalam mengatur sirkulasi produksi tanaman, agar tidak terjadi over produksi seperti yang dialami oleh para petani tomat dan bawang merah. Komoditi yang termasuk bahan pokok masyarakat ini sudah seharusnya diatur dalam mekanisme produksinya, Permasalahan lain yang ikut memperburuk situasi adalah membuka keran impor komoditi bahan pokok tersebut. Sehingga terjadilah persaingan yang tidak menguntungkan bagi petani kecil.
Dalam hal ini peran negara adalah kunci utama dalam pengaturan masalah pangan. Beberapa rambu yang harus di jalankan oleh pelaku pasar di bawah kontrol oleh Negara, diantaranya :
A. Larangan menimbun barang dagangan. Tindakan penimbunan barang dilarang berdasarkan sabda Nabi saw:
“Tidak melakukan penimbunan kecuali orang yang salah” (HR Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibn Majah, Ahmad dan ad-Darimi).
Penimbunan adalah kegiatan pengumpulan barang dagangan untuk menunggu waktu naiknya harga-harga barang tersebut akibat permintaan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan ketersediaannya di pasar. Pengumpulan barang dikategorikan sebagai penimbunan jika sampai menyulitkan warga masyarakat untuk memperoleh barang tersebut akibat kelangkaannya.
B. Larangan monopoli dan pematokan harga. Dengan adanya monopoli, seseorang dapat mematok harga jual produk sekehendaknya sehingga dapat merugikan kebanyakan orang. Negara tidak diperbolehkan turut terlibat dalam menetapkan harga jual suatu produk yang ada di pasar karena hal ini akan menyebabkan terjadinya distorsi pasar. Islam mengharamkan pematokan harga secara mutlak. Anas ra. bertutur:
“Harga-harga pada masa Rasulullah saw. Pernah mengalami kenaikan sangat tajam (membumbung). Lalu orang-orang melapor, “Wahai Rasulullah, seandainya harga ini engkau patok (niscaya tidak membumbung seperti ini). Namun, beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Menggenggam, Yang Maha Melapangkan, Yang Maha Memberi Rezeki lagi Maha Menentukan Harga. Aku ingin menghadap ke hadirat Allah, sementara tidak ada satu orang pun yang menuntutku karena suatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya, dalam masalah harta dan darah.” (HR Ahmad).
Meskipun demikian, terhadap produk-produk yang termasuk dalam kepemilikan umum, Islam membolehkan adanya monopoli oleh negara. Namun, dengan begitu bukan berarti negara dapat mematok harga seenaknya demi mengejar keuntungan. Negara justru berkewajiban menyediakan berbagai produk tersebut dengan harga semurah mungkin.
C. Larangan menipu. Hal lain yang juga dilarang oleh Islam adalah adanya upaya memotong jalur pemasaran yang dilakukan oleh pedagang perantara sehingga para pedagang terpaksa menjual produknya dengan harga sangat murah. Padahal harga yang berlaku di pasar tidak serendah yang mereka peroleh dari pedagang perantara. Abdullah Ibn Umar ra. berkata, “Kami pernah keluar menyambut orang-orang yang datang membawa hasil panen dari luar kota. Lalu kami membelinya dari mereka. Rasulullah saw. melarang kami membelinya sampai hasil panen tersebut dibawa ke pasar.” (HR al-Bukhari).
Khatimah
Dalam Sistem Ekonomi Islam, peran negara sangat penting untuk menciptakan mekanisme pasar yang sehat. Dengan berjalannya mekanisme ekonomi/pasar, kegiatan perdagangan berjalan secara wajar, alami dan menguntungkan. Hal ini akan dinikmati dengan baik oleh seluruh produsen, pedagang kecil maupun besar dan konsumen. Konsumen tetap dapat memenuhi kebutuhannya tanpa merasa didzolimi, produsen pun akan merasa aman karena biaya produksi masih dapat tercover beserta keuntungannya. Dari sisi pedagang kecil dan besar persaingan berjalan secara menyehatkan. Wallohua’lam bishowwab.
Tentang Penulis, Nia Amalia, Sp. Alamat: Desa Kalangbret, Kecamatan Kauman, Tulungagung, Jawa Timur. Aktivitas: Pengajar Fisika.