KARANGANYAR, (Panjimas.com) – Jika dilihat dari bangunannya Masjid yang satu ini tampak biasa saja namun jangan salah masjid ini menjadi rujukan. Banyak sekali takmir masjid yang berkunjung ke masjid tersebut untuk melakukan studi banding. Hampir sebagian besar takmir masjid di Indonesia pernah mengunjungi. Tak hanya itu masjid ini juga pernah dikunjungi dari Prancis, Jerman dan lain sebagainya.
Masjid Jogokariyan itulah namanya. Beragam kontribusi mampu diberikan kepada umat Islam. Mulai dari pemberian ilmu agama hingga pemberdayaan ekonomi, sosial, pendidikan dan lain sebagainya. Namun keberhasilan tersebut ternyata bukan datang secara tiba-tiba, membutuhkan perjuangan yang panjang dan tidak mudah. Adalah Ustadz Muhammad Jazir ASP salah seorang pelaku sejarah dalam pendirian masjid yang juga menjadi takmir Masjid Jagakariyan.
Berdiri Diantara Orang Komunis
Masjid Jogokariyan berdiri pada tahun 1966 tepatnya pada tanggal 20 September, dihari itulah dilakukan peletakan batu pertama. Pembangunan Masjid tersebut diprakarsai oleh beberapa tokoh diantaranya Haji Zarkasyi, Amin Sahid, Abdul Manan, Haji Jazuri. Pergolakan politik saat itu menjadikan kondisi masyarakat terkena dampaknya.
“Banyak anak-anak tak berdosa yang ditinggal bapaknya karena terlibat dalam kegiatan komunis. Mereka dibuang di Pulau Buru ada yang di Nusakambangan.” Ujar Ustadz Muhammad Jazir Ahad (30/8) saat mengisi acara Pelatihan Manajemen Masjid Ideal Untuk Kebangkitan Umat di Kampus Akademi Fisioterapi Colo Madu Karanganyar.
Tujuan didirikannya Masjid tersebut tak lain juga untuk membangun akhlak dan moral masyarakat Jogokariyan.
Luas masjid sendiri adalah 660 m2. Awalnya tanah yang dibeli agak masuk kedalam kampung. Lantas para pendiri berinisiatif melakukan tukar guling dengan pemilik tanah yang berada dipinggir jalan sampai saat ini.
Karena belum ada pengurus masjid yang mampu membimbing secara keilmuan. Salah seorang pendiri mencoba untuk meminta bantuan beberapa mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga yang berjumlah 6 orang. Melalui mahasiwa tersebut anak-anak di kampung Jogokariyan mulai dibimbing perlahan tentang agama Islam. Selain belajar agama anak-anak juga dijari beragam ilmu seperti pramuka, drumband dan juga baris berbaris. Kegiatan tersebut diberi nama PAD (Pengajian Anak Djogokariyan).
“Tempaan kedisplinan (militer) itulah yang sampai saat ini kami rasakan” ujar Ustadz Muhammad Jazir mengenang masa kecilnya.
Berdirinya Masjid tersebut juga memberikan dampak positif yang begitu luas. Para mantan tahanan komunis juga tertarik untuk aktif di masjid. Hal itu terjadi lantaran setelah keluar mereka melihat anak-anaknya juga aktif di masjid.
Selain mengurusi masalah pengetahuan Islam peran Masjid saat itu juga mengurusi masalah sosial seperti pengadaan makanan pokok. Pergulatan politik saat itu membuat banyak masyarakat yang susah untuk mendapatkan makanan yang layak. Akhirnya pengurus masjid berjuang sekuat tenaga untuk mendirikan lumbung beras. Setelah itu didatalah semua penduduk Jogokariyan mulai yang beragama Islam hingga yang belum melakukan sholat. Takmir masjid terus berupaya untuk mengajari sholat dengan memanggil ustadz yang berkompeten selain diberikan buku-buku panduan tata cara sholat. Alhamdulillah dengan program tersebut lambat laun jumlah penduduk yang melakukan jamaah sholat di Masjid mulai bertambah banyak.
Selain itu program kesehatan juga diberikan secara cuma – cuma. Jika ada orang yang sakit Masjid berupaya untuk memberikan bantuan hingga pasien tidak merasa terbebani. Dalam bidang pendidikan Masjid Jogokariyan juga sangat peduli yaitu dengan cara memberikan beasiswa kepada anak-anak masyarakat Jogokariyan.
Fasilitas Diberikan Untuk Menarik Minat Jamaah
Seiring berjalannya waktu penyempurnaan administrasipun mulai dilakukan. Pembentukan pengurus masjid juga mempunyai rencana kerja yang cukup matang, Diantarnya dengan adanya program kerja per 5 tahun. Tema program yang diusung pertama kali adalah “Menuju Jogokariyan Kampung Islami”. Program nyatanya diantaranya pengoptimalan masyarakat agar bersemangat dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah di masjid. Yaitu dengan cara memberikan undangan dan juga memberikan sajian minuman usai menjalankan sholat. Hal tersebut juga dilakukan usai menjalankan sholat Jumat meski diberikan tambahan berupa roti. Selain itu didalam masjid juga diberikan alat absensi jari. Bagi empat jamaah yang paling aktif melaksanakan sholat berjamaah pengurus masjid memberikan penghargaan berupa haji umroh gratis disetiap tahunnya.
Pemberian rasa aman nyaman dalam beribadah juga diberikan oleh pengelola masjid yaitu dengan adalanya pelayanan mengganti sandal atau sepatu yang hilang akan diganti dengan merk yang sama. Tak hanya itu hampir disemua sudut bangunan juga diberi alat pengontrol keamanan atau CCTV.
“Kami berharap orang yang melakukan sholat tidak memikirkan sandal atau sepatunya hilang. Maka kami berikan fasilitas keamanan. Namun jika masih hilang takmir siap menggantinya dengan merk yang sama” tambahnya.
Jika berkunjung ke Masjid Jogokariyan akan mendapatkan rasa nyaman karena masjid selalu terbuka selama 24 jam. Fasilitas komputer gratis dan juga wifi juga diberikan cuma – cuma kepada jamaah yang ingin menggunakan internet. Pemberian minuman gratis juga tersedia disamping beberapa kursi yang berjejer dibeberapa serambi masjid.
Jika dibanyak masjid menutup dan mengunci masjid serta menolak para bapak sopir becak ataupun pengamen yang menumpang mandi di masjid. Hal demikian tidak terjadi di masjid Jogokarian. Disana semua orang diberi fasilitas mandi secara gratis. Jumlah kamar mandi yang ada di Masjid Jogokariyan berjumlah 28 unit.
Bagi para musafir yang membutuhkan penginapan pengelola juga memberikan fasilitas yaitu berupa tempat tidur gratis. Namun bagi yang mempunyai rezeki lebih dan ingin beristirahat dengan nyaman. Masjid Jogokariyan juga memberikan falitas kamar sekelas hotel seperti AC, kamar mandi didalam serta TV LCD. Tarifnya pun sangat murah dibanding menginap di hotel bahkan dengan memberikan infaq pun diterima. Jumlah kamar VIP disana berjumlah 11 kamar yang terletak dilantai dua bagian timur masjid. Layanan sepeda gratis juga disediakan bagi musafir yang ingin berkeliling kota Jogja. Bagi penyandang difabel masjid juga memberikan fasilitas untuk berwudhu dan kursi sebagai tempat sholat.
Dengan manajemen yang tertata menjadikan Masjid Jogokariyan di percaya bagi masyarakat Jogjakarta. Sehingga sumber dana yang di infaqkan ke Masjidpun sangat besar. Setiap ada orang yang kehabisan ongkos pulang ke daerahnya Masjid Jogokariyan juga memberikan dana ongkos gratis sampai ke daerahnya yaitu dengan cara membelikan tiket ke terminal sesuai dengan daerah yang dituju. Hal ini untuk menanggulangi penipuan dengan bermodal kehabisan ongkos pulang.
Peduli terhadap kemungkaran
Tahun 2000 perjudian di Yogyakarta sangat marak. Banyak orang terlibat dengan kemaksiatan tersebut. Melihat kondisi itulah maka Ustadz Muhammad Jazir sangat gerah sebab aparat terlihat seakan tutup mata tutup telinga. Untuk itulah dibuat semacam satgas yang diberi nama Teroris kepanjangan dari (Tentara Orang Islam).
“Ada sekitar 7 bandar judi yang saat itu sangat meresahkan. Tetapi aparat tak bisa berbuat apa-apa. Lantas saya berinisiatif membuat semacam satgas untuk menangani masalah tersebut. Dengan mencari bandar judi tersebut dan kami bawa ke kantor kepolisian” ujarnya.
Jumlah laskar yang dibentuk saat itu mencapai 50 orang. Selain berhasil membubarkan perjudian laskar tersebut juga mampu membubarkan sebuah pesta sex Gay di daerah Kaliurang. Namun ternyata kepedulian dalam kemungkaran tersebut tak disambut positif sejumlah pihak. Bahkan saat itu Ustadz Muhammad Jazir dituduh sebagai orang radikal yang bertindak main hakim sendiri oleh media koran sekuler atau pun LSM. Tuduhan itu tak membuatnya surut ia bahkan berani mendatangi kantor koran ataupun LSM yang menuduhkan dengan mendatangi dan menceritakan tentang permasalahan yang ada. Alhamdulillah, dengan cara tersebut akhirnya orang-orang yang selama ini membencinya lambat laun mulai berubah dan mendukungnya.
Selain peduli pada kemungkaran laskar yang sekarang berubah nama menjadi Brigade Masjid juga berkontribusi aktif pada bencana alam, seperti gempa bumi di Jogja. Dan juga kegiatan sosial lainnya. “Anggota Brigade Masjid juga berasal dari pemuda masjid disini” ujar Dani yang saat ini didaulat menjadi Komandan Brigade Masjid.
Terobosan Dakwah Ekonomi
Dalam bidang ekonomi manajemen Masjid mempunyai sebuah program baru yaitu dengan membuat Angkringan (menjual minuman dan makanan gorengan dalam gerobak). Hal ini dilakukan agar masyarakat tertarik untuk datang ke masjid. Setelah mau jajan di angkringan maka perlahan-lahan bisa disisipi tentang ilmu-ilmu Islam. Dalam membuat gerakan tersebut pihak masjid juga menggandeng salah seorang saudagar muslim terkenal di Indonesia.
“Ada beberapa kota besar di Indonesia yang sudah berjualan angkringan Jogokariyan yang pertama adalah kota Kupang. Namun ada dua syarat yang harus dilakukan yaitu makanan harus higenis dan tentunya halal. Yang kedua harus ada dai atau ustadz yang mendampingi di angkringan tersebut. Harapan kami dakwah Islam bisa tersampaikan lewat angkringan tersebut” ujar Ustadz Muhammad Jazir yang juga merupakan staf ahli UGM.