REVITALISASI KELEMBAGAAN BAKOR PAKEM GUNA MENINGKATKAN
KEWASPADAAN NASIONAL TERHADAP ALIRAN SESAT DALAM
RANGKA KETAHANAN NASIONAL
Oleh : DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM.
Komisi Kumdang MUI Pusat & Ketua Tim Advokasi Muslim – NKRI
PANJIMAS.COM – Perkembangan dakwah aliran sesat di Indonesia telah mencapai tahap integrasi yang demikian kuat, utuh dan mengakar di masyarakat. Secara legal, organisasi mereka telah pula diakui sebagai ormas resmi di Indonesia. Kehadiran secara legal ormas aliran sesat tidak dapat dilepaskan dari penguatan demokratisasi pasca berakhirnya rezim orde baru yang terkenal otoriter, sentralistik, birokratik dan militeristik. Dengan dibukanya “kran” demokratisasi, maka keberadaan ormas aliran sesat mendapatkan tempat untuk menunjukkan jatidirinya sekaligus memperoleh pengakuan secara resmi dari Negara. Seiring dengan itu, kehadiran ormas aliran sesat mendapat banyak penolakan dan pertentangan yang kemudian melahirkan konflik horisontal. Sejatinya demokratisasi dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak yang lebih akomodatif bagi penguatan civil society. Namun telah dimanfaatkan secara sistematis bagi ekspansi dakwah aliran sesat yang rawan bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Permasalahan aliran sesat di Indonesia tidak bisa disederhanakan, maksudnya penyelesaiannya hanya dengan dialog guna menemukan titik temu di antara kelompok yang bersitegang tidaklah tepat. Persoalan aliran sesat adalah persoalan hukum, sehingga penanganannya harus pula menggunakan sarana penal di bawah otoritas penegakan hukum (law enforcement) melalui Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965. Penyederhanaan penyelesaian masalah melalui paradigma dialog adalah suatu pembiaran Negara. Ketika terjadi konflik berdarah, Negara baru hadir atas nama penegakan hukum. Penegakan hukum yang baik dan efektif bukanlah besifat pasif namun harus proaktif, dengan mengedepankan pendeteksian dini (early warning) dan tindakan pereventif. Dalam perpspektif kewaspadaaan nasional, penanggulangan berada di hulu bukan di hilir. Ekstalasi konflik yang semakin menguat akhir-akhir ini menegaskan lemahnya fungsi penegakan hukum di tataran hulu.
Banyaknya aliran sesat telah nyata menimbulkan resistensi dengan frekuensi yang mencemaskan. Kesemua aliran sesat menganggap kelompoknya adalah sebagai paham atau ajaran yang benar dan berasal dari agama yang benar pula. Klaim kebenaran dari berbagai macam aliran sesat ini tentu menegaskan bahwa tidak mungkin kebenaran besifat mendua, “kebenaran adalah satu”.
Ketika suatu aliran sesat mendapat legalitas menurut hukum positif, maka ketika itu pula kelompok ini mendapatkan justifikasi dan perlindungan hukum atas segala macam penyimpangan yang dilakukan. Justifikasi dan perlindungan hukum dimaksud menunjuk kepada implementasi Hak Asasi Manusia (HAM). Sejatinya, dalam konsep HAM, juga terkadung hukum berupa pembatasan-pembatasan tertentu, sehingga label HAM tidaklah berdiri sendiri melainkan dikaitkan dengan Hukum. Penulis istilahkan keduanya dengan dengan “HUK-HAM.”
Aliran sesat – sesuai dengan namanya – telah “menyabotase” pemaknaan ajaran agama sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Oleh karenanya menghasilkan implikasi yang berbeda. Pemaknaan yang berbeda dalam ranah keyakinan (aqidah) melahirkan amalan-amalan ibadah yang menyimpang. Hal ini dapat dilihat pada aliran sesat Syiah Iran, yang mengedepankan doktrin “Imamah” dalam teologinya. Demikian kuat doktrin ini, menjadikan penganutnya demikian militan dan cenderung arogan dalam berbagai pernyataan klaim kebenaran. Betapa banyak buku-buku dan ceramah-ceramah mereka telah menista dan menghina ajaran Islam. Penghinaan yang diarahkan kepada istri-istri dan sahabat Nabi Muhammad SAW, adalah juga penistaan dan penodaan terhadap ajaran pokok agama. Allah SWT tidaklah memiliki sifat salah dan khilaf, sebagaimana manusia. Allah SWT telah mensifatkan para istri dan sahabat Nabi Muhammad SAW dengan kedudukan yang mulia secara jelas melalui firman-Nya. Di sisi lain, kaum Syiah Iran melakukan penghinaan yang nyata, maka hal tersebut berarti mengingkari kalam Allah (al-Qur’an). Dengan demikian, tentu tidak ada kata “toleransi”, yang ada adalah harus “diamputasi”.
Dalam upaya meningkatkan fungsi Kewaspadaan Nasional terhadap perkembangan aliran sesat di Indonesia, maka peranan kelembagaan Bakor Pakem sangat strategis. Diharapkan dengan meningkatnya fungsi kewaspadaan ini, akan memberikan pengaruh bagi kokohnya Ketahanan Nasional. Untuk itu, maka kelembagaan Bakor Pakem harus direvitalisasi sesuai dengan perkembangan pengaruh lingkungan strategis, baik global, regional maupun nasional. Berbagai strategi dan upaya harus pula disesuaikan dengan kondisi yang diharapkan.
Bagan di bawah ini menjelaskan tentang berbagai aspek menyangkut revitalisasi kelembagaan Bakor Pakem guna meningkatkan Kewaspadaan Nasional terhadap aliran sesat dalam rangka Ketahanan Nasional. Diharapan dengan adanya model revitalisasi ini, akan tercipta kondisi kehidupan beragama yang kondusif dan terwujudnya sistem penegakan hukum yang optimal terhadap adanya penyimpangan ajaran pokok agama yang mengancam Ketahanan Nasional Indonesia.