(Panjimas.com) – Perkenankan saya berbagi sedikit fakta bahwa ada skenario lain di balik aksi pembakaran masjid, rumah dan kios milik umat Islam di Tolikara pada saat Idul Fitri kemarin. Ini juga yg menjadi pertimbangan dan saya harap untuk semua umat Islam di Indonesia lebih hati-hati dan waspada menghadapi situasi yang sangat mudah disusupi oleh kepentingan lain selain masalah agama.
Di Papua pada umumnya, toleransi sudah bukanlah barang baru lagi. Ia sudah mendarah daging di setiap warga di Papua. Baik muslim maupun non muslim. Maka, terjadinya aksi intoleran ini dapat dipastikan bukan diakibatkan oleh hal yang sepele. Apalagi hanya urusan speaker. Bukan itu. Dapat dipastikan ada skenario dan aksi liar yang dilakukan oleh sutradara handal.
Di Papua, ada dua hal yang sangat menjadi perhatian utama pemerintah daerah serta aparat penegak hukum, isu yg berkenaan dengan agama dan isu yang berkenaan dengan ‘merdeka’. Sehingga, jika surat yg beredar dari Gereja Injili di Indonesia itu adalah benar, apalagi tembusannya kepada Bupati, Ketua DPRD, Kapolres dan Danramil, tentunya ini sudah pasti akan diantisipasi dengan cepat. Karena sekali lagi, ini sudah menjadi fokus aparat TNI/POLRI yang utama.
Apa skenario lainnya? Dugaan sementara dari hasil diskusi kami (tokoh Islam, Kristen, Pemerintah Daerah, Muspida) adalah upaya membuat suasana kacau lalu kemudian menjadi alasan untuk organisasi yang sekarang berkonsentrasi untuk melepaskan Papua dari Indonesia atau OPM (Organisasi Papua Merdeka) menyatakan bahwa selama diurusi oleh Indonesia, Papua tidak aman. Masyarakat resah. Kehidupan dan kerukunan beragama kacau. Lalu kemudian mereka meminta perlindungan negara yg mendukung kemerdekaan Papua dari Indonesia seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Australia dan lainnya.Saya berikan contoh,
Pertama, apa hubungan Pendeta Nayus Wenda (penandatangan surat edaran yg diduga dari GIDI) dengan Benny Wenda? (tokoh Papua yg tinggal di Oxford, Inggris yang juga mendapatkan perlindungan dari kerajaan Inggris, sangat fokus mengkampanyekan kemerdekaan Papua di dunia Internasional)
Kedua, beberapa hari sebelumnya, Organisasi Papua Merdeka melakukan aksi demonstrasi di depan KBRI London, tepatnya di Grosvenor Square dan juga di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat. Meneriakkan kembali tentang kemerdekaan Papua lengkap dengan atribut dan busana Papua.
Inikah yang kita harapkan?!
Jika memang ini yang kita harapkan, baiklah. Datanglah ke Papua. Angkatlah senjata. Perangi mereka yang memerangi. Berjihadlah dengan melakukan perlawanan. Ketahuilah, jarak dari Pulau Jawa ke Papua itu ditempuh dengan transportasi udara adalah kurang lebih 6 jam. Jika ditempuh perjalanan laut bisa hingga 2 minggu. Itu pun baru ke kota besarnya seperti Jayapura, Timika atau Merauke. Jika ingin ke Tolikara, tidak ada jalur darat, perlu menggunakan pesawat kecil lagi yang terbang berdasarkan cuaca. Jika cuaca bagus terbang selama kurang lebih 1,5 jam dan jika cuaca buruk tidak ada yang sanggup kesana. Atau jalan kaki menembus hutan perawan Papua yg bisa berminggu baru sampai. Ditambah biaya transportasi bisa hingga 6-7 juta Rupiah per orang di musim hari raya ini. Catat, itu baru sekali pergi. Belum lagi jika nantinya mau pulang kembali.
Dan catat juga, pesawat kecil sebagai sarana transportasi ke Tolikara kebanyakan dimiliki oleh Misionaris. Sangat mudah mereka tidak mengangkut mereka yang mau berjihad mengangkat senjata ke sana.
Namun, jika kita tidak ingin peristiwa mengenaskan ini terus membesar seperti menggeli dingnya bola salju, mari kita selesaikan dengan bijakasana. Fiqh Dakwah Dan Fiqh Aulawiyat di sini berbeda dengan di Jawa, Sumatera dan daerah lain di Indonesia. Kami tidak pernah takut berjihad melawan tindakan mereka. Namun jika kami melawan, ada yang terbahak-bahak tertawa kegirangan. Karena itulah yang ‘mereka’ harapkan.
Sekali lagi, peristiwa ini membuat umat Islam tersakiti, itu pasti. Marah? Sangat wajar marah, saya pun marah. Apalagi ditambah sikap pemerintah pusat yang terkesan asal bicara dan media-media nasional yang asal membuat berita dan juga memperkeruh suasana. Namun, percayakan kepada kami untuk bisa menyelesaikan semua ini dengan jihad damai terlebih dahulu. Masih banyak cara yang bisa kita tempuh dengan baik. Tanpa harus tergerus mengikuti ritme skenario mereka.
Pelanggaran hukumnya jelas. Tersangkanya jelas. Kami serahkan kepada aparat penegak hukum di negeti ini. Karena aparat juga tidak tinggal diam.
Jika masih ingin berkontribusi jihad, mari berjihad dengan membantu membangun kembali masjid yang dibakar itu. Membantu para korban yg rumah dan kiosnya juga turut dibakar. Membantu berjihad dengan juga membantu masyarakat Papua (muslim dan non muslim) untuk semakin berdaya, semakin maju, sehingga tidak mudah diprovokasi pihak-pihak tertentu. Mari berjihad dengan menunjukkan bahwa umat Islam, dalam kondisi marah dan tersakiti pun, tetap menjunjung tinggi hukum yang berlaku dan bisa menyelesaikan persoalan dengan suasana yang harmonis.