Khutbah Idul Fithri:
Awas! Misi Kemunafikan Mengancam Ummat Kembali Selepas Ramadhan
Oleh Hartono Ahmad Jaiz
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jama’ah Idul Fithri rahimakumullah, Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah memberikan keni’matan-keni’matan kepada hamba-hambanya dan memberikan hari raya Idul Fithri untuk kaum muslimin setelah selesai melaksanakan kewajiban ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Yaitu hari raya yang ditandai dengan membayar zakat fithri untuk memberi makan kaum miskin dan juga membersihkan orang yang puasa dari kata-kata kotor dan keji.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
Abdullah bin Abbas berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari laghwu dan rafats dan sebagai pemberi makan bagi orang-orang miskin. Siapa yang nelaksanakannya sebelum shalat (Ied) maka itu adalah zakat yang diterima, dan siapa yang melaksanakannya sesudah shalat (ied) maka itu sedekah dari sedekah-sedekah.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Artinya, tidak dihitung sebagai zakat fithri yang sah, tetapi hanya sedekah.
Demikianlah tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga shalawat dan salam tetap dicurahkan Allah atas beliau, keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman. Dengan tuntunan itu, maka insya Allah orang yang berpuasa Ramadhan dan mengeluarkan zakat itu mendapatkan pahala, sedang kaum fakir miskin pun tersantuni sehingga sebagaimana diharapkan, mereka ikut berbahagia di hari raya, dan di masyarakat tidak tersisa orang yang meminta-minta di hari raya.
Jama’ah idul fithri rahimakumullah, selama bulan Ramadhan kita telah diwajibkan puasa, dan kita kenal sebagai bulan ibadah. Sehingga di masyarakat tampak relative islami, sedang sebagian kemaksiatan pun sementara “diistirahatkan” oleh yang sebenarnya berkuasa mencegah berlangsungnya di hari-hari lain. Dengan kenyataan itu maka bekas dari dibelenggunya syetan-syetan selama Ramadhan itu memang ada, karena memang tentang dibelenggunya syetan itu dijelaskan dalam hadits.
إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ ، وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِين (رواه البخاري، رقم 3277 ومسلم، رقم 1079، وعند النسائي، رقم 2106) وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ.
“Jika telah masuk bulan Ramadan, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu jahanam ditutup, dan syetan-syetan diikat.” (HR. Bukhari, no. 2277, Muslim, no. 1079. Dalam riwayat Nasa’i, no. 2106, disebutkan, ‘Dan syetan pembangkang diikat.’)
Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya yang terkenal, Fat-hul Bari syarah Shahih Al-Bukhari menjelaskan,
وَقَالَ الْقُرْطُبِيّ بَعْدَ أَنْ رَجَّحَ حَمْله عَلَى ظَاهِرِهِ : فَإِنْ قِيلَ كَيْفَ نَرَى الشُّرُورَ وَالْمَعَاصِيَ وَاقِعَةً فِي رَمَضَان كَثِيرًا فَلَوْ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ لَمْ يَقَعْ ذَلِكَ ؟ فَالْجَوَابُ أَنَّهَا إِنَّمَا تَقِلُّ عَنْ الصَّائِمِينَ الصَّوْم الَّذِي حُوفِظَ عَلَى شُرُوطِهِ وَرُوعِيَتْ آدَابُهُ ، أَوْ الْمُصَفَّد بَعْض الشَّيَاطِينِ وَهُمْ الْمَرَدَةُ لَا كُلُّهُمْ كَمَا تَقَدَّمَ فِي بَعْضِ الرِّوَايَاتِ ، أَوْ الْمَقْصُودِ تَقْلِيل الشُّرُورِ فِيهِ وَهَذَا أَمْر مَحْسُوس فَإِنَّ وُقُوع ذَلِكَ فِيهِ أَقَلّ مِنْ غَيْرِهِ ، إِذْ لَا يَلْزَمُ مِنْ تَصْفِيد جَمِيعهمْ أَنْ لَا يَقَعُ شَرّ وَلَا مَعْصِيَة لِأَنَّ لِذَلِكَ أَسْبَابًا غَيْر الشَّيَاطِينِ كَالنُّفُوسِ الْخَبِيثَةِ وَالْعَادَات الْقَبِيحَة وَالشَّيَاطِينِ الْإِنْسِيَّة .فتح الباري لابن حجر – (ج 6 / ص 136)
Al-Qurthubi berkata, setelah menguatkan pembawaannya (terhadap hadits itu) pada makna zahirnya (yang nyata, sebenarnya, tidak dita’wil; atau tidak dialihkan maknanya): “Jika dikatakan, bagaimana kita masih dapat menyaksikan banyaknya keburukan dan kemaksiatan di bulan Ramadhan, seandainya syetan diikat, seharusnya hal itu tidak terjadi?” Maka jawabannya adalah, “Bahwa kemampuan syetan menggoda menjadi berkurang dalam menggoda orang-orang yang berpuasa apabila dia memperhatikan syarat-syarat dan adab-adabnya. Atau pemahaman lain bahwa yang diikat hanyalah syetan pembangkang, bukan semuanya sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat. Atau yang dimaksud adalah berkurangnya keburukan di bulan tersebut, dan ini adalah perkara yang dapat dirasakan, karena terjadinya keburukan menjadi berkurang di bulan ini. Disamping itu, kalaupun semua syetan diikat, hal itu bukan berarti tidak akan terjadi keburukan dan kemaksiatan, karena semua itu dapat terjadi karena sebab selain syetan, seperti hawa nafsu yang buruk, serta kebiasaan jahat atau karena syetan (dari jenis) manusia.” (Fat-hul Bari oleh Ibnu Hajar, juz 6 halaman 136).
Syekh Abdul Aziz Alu Syaikh sebagaimana dalam muqaddimah Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah nomor 61 khusus Ramadhan menguatkan pendapat yang menurutnya lebih dekat pada kebenaran insya Allah: bahwa diikatnya syetan-syetan itu adalah sebenarnya, dan tidak mesti dari diikatnya seluruh syetan-syetan akan tidak terjadi kejahatan dan maksiat; karena terjadinya kejahatan dan maksiat itu ada pula sebab-sebab dari selain syetan, seperti hawa nafsu yang jahat dan kebiasaan-kebiasaan yang buruk, dan syetan-syetan (dari jenis) manusia; maka maksud dari itu adalah bagaimanapun sesungguhnya bulan (Ramadhan) ini adalah kesempatan bagi orang yang diberi pertolongan oleh Allah dan dibuka hatinya untuk menerima ketaatan kepada-Nya, dan menjauhi dari maksiat-maksiat karena banyaknya sebab-sebab dan factor-faktor yang mendorongnya (untuk taat kepada Allah dan menjauhi maksiat). (lihat Makna Hadits Shufidatis Syayathien, https://nahimunkar.com/makna-hadits-shufidatis-syayathien/).
Jama’ah idul fithri rahimakumullah, aneka keberkahan dan bahkan syetan pun dibelenggu itu perlu kita syukuri. Dan hal mensyukuri itu memang dierintahkan oleh Allah ta’ala:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ البقرة/185
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (shiyam sebulan Ramadhan) dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS Al-Baqarah: 185).
Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya menjelaskan (dan hendaklah kamu mengagungkan Allah), berkata Ibnu Abbas: yaitu takbir-takbir malam Idul Fithri. Diriwayatkan dari Syafi’I dan dari Ibnu al-Musayyib dan ‘Urwah dan Abi Salmah bahwa mereka dulu bertakbir pada malam Idul Fithri mereka mengeraskan dengan takbir, dan pada malam nahar (Idul adh-ha) seperti itu pula (dengan takbir) kecuali orang yang dalam keadaan berhaji maka dzikirnya adalah talbiyah (labbaikallahumma labbaik). (Tafsir al-Baghawi juz 1 halaman 201).
Jama’ah Idul Fithri rahimakumullah, setelah kita bertakbir dan bersyukur, mari kita evaluasi diri kita dengan keadaan yang ada. Apakah setelah syetan-syetan dilepas lagi dari ikatannya, lalu aneka kemaksiatan dan bahkan perusakan terhadap Islam akan berlangsung kembali? Ini perlu kita sadari, agar diri kita tidak terjebak dan terperosok kepada hal-hal yang buruk setelah selama Ramadhan kita bersusah payah mengendalikan diri semampu kita. Perlu kita sadari, di balik ini ada aneka upaya dan lakon yang merugikan Ummat Islam, bahkan berupa pembodohan dan penyesatan, namun kadang justru seolah dikesankan sebagai penyemarakan Islam atau untuk mendukung Islam atau seolah dekat dengan Islam.
Ada juga yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan Islam, bahkan berupa kemusyrikan, namun karena dibungkus dengan apa yang disebut adat atau semacamnya, hingga dilaksanakan ramai-ramai dan pakai dana yang diserap dari Ummat Islam. Seperti acara-acara ritual kemusyrikan berupa larung sesaji dan sebagainya di mana-mana justru digalakkan atas nama menghidupkan peninggalan nenek moyang atau melestarikan budaya daerah dan sebagainya, maka dengan dalih itupun kemusyrikan yang sangat merusak Islam itu diselenggarakan tiap saat dan dibiayai dengan duit yang diserap dari Ummat.
Astaghfirullahal ‘adhiem…!
Yang seperti itu sebenarnya adalah penjerumusan, penyesatan yang sangat dahsyat. Ancamannya pun neraka.
Jama’ah Idul Fithri rahimakumullah, kondisi awam agama (bodoh) yang merata, baik masyarakat biasa maupun intelek, bahkan tokoh agama (karena tokoh agama belum tentu faham agama secara baik dan benar) itu semua menjadi kancah yang empuk untuk menjadikan agama (Islam) sebagai bahan mainan, atau kancah untuk mencari dunia dengan cara “menjualnya”. Sehingga ketokohan dalam agama Islam menjadi dagangan mahal –secara perhitungan orang yang menjualnya (padahal itu sangat rendah bahkan hina)— ketika dijual kepada jalur yang seharusnya tunduk kepada Islam namun menentangnya atau mengetiakinya (manaruhnya di ketiak). Sehingga ketundukan orang yang sudah menjual agamanya itu tidak lagi kepada aturan agamnya namun kepada pembelinya. Entah yang dianggap sebagai pembeli itu jalur kekuasaan, bisnis, organisasi atau partai, agama lain, kemaksiatan yang dianggap menjanjikan uangnya, atau kenikmatan-kenikmatan dunia lainnya.
Akibatnya, jabatan ataupun ketokohan, ataupun ilmu, ataupun wadah berkiprah yang dipakai untuk meraih kenikmatan-kenikmatan dunia dijadikan kendaraan untuk menekuk dan menelikung Islam dan Ummat Islam dengan aneka cara dan polesan. Dan itulah yang di dalam Al-Quran disindir dengan ungkapan menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia.
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَذَكِّرْ بِهِ أَنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَا يُؤْخَذْ مِنْهَا أُولَئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ الأنعام : 70
Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa’at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu. (QS Al-An’am: 70) |
Jama’ah Idul Fithri rahimakumullah, di kala orang-orang seperti itu berkeliaran di bumi ini dan bahkan memegang tampuk-tampuk kendali kehidupan di dunia ini, maka awan kabut yang menghalangi kebaikan (yang kebaikan itu seharusnya diperintahkan dan dilaksanakan) pun halangannya makin menebal. Sebaliknya bahan bakar ataupun aneka sarana dan celah yang akan membuat manusia ini terlena mengikuti hawa nafsunya pun dibuka lebar-lebar, dibiayai, diprogramkan, dan dijadikan lahan bisnis. Tidak lagi memperhitungkan batal haram, maksiat dan tingkah bejat. Benar-benar mereka telah ditipu oleh kesenangan dunia.
Di sinilah inti pembodohan dan penyesatannya, menurut buku Lingkar Pembodohan dan Penyesatan Ummat Islamtulisan Hartono Ahmad Jaiz. Karena seharusnya manusia ini diarahkan kepada kebaikan yakni segala yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala agar dilaksanakan sekemampuannya dengan istiqamah, sedang yang dilarang oleh Allah Ta’ala wajib dihindari; namun justru sebaliknya. Jalan yang menuju kepada kebaikan itu ditelantarkan, atau bahkan dihalangi agar belok jalan, dengan cara dimeriahkan lah aneka upacara dan ritual ataupun keramaian yang sama sekali tidak sejalan dengan kebaikan (Islam). Dalam kondisi yang seperti ini pada dasarnya apa yang digalakkan itu adalah misi kemunafikan, yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an kerjanya adalah memerintahkan keburukan dan mencegah kebaikan.
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (67) وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ التوبة/67، 68
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya (berlaku kikir ). Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. |
Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela’nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. (QS At_taubah: 67, 68).
Jama’ah Idul Fithri rahimakumullah, ada dua factor yang mengakibatkan sebagian orang tergiur oleh ajakan-ajakan mereka hingga terlena.
- Dunia ini dikuasai oleh orang kafir, sehingga sarana-sarana dan bahkan aneka aturan di dunia inipun merupakan perangkat untuk mensukseskan aneka program kekafiran. Di situlah ada celah-celah yang menjanjikan, berupa “keuntungan” dan “kesenangan” dunia, yang hakekatnya adalah tipuan dunia.
- Dunia ini inti yang diperebutkan manusia untuk diraih adalah harta dunia. Ketika lingkaran dunia ini dalam genggaman pihak nomor satu tersebut, maka siapa yang ingin ikut berebut dunia dengan lancar dan sukses maka harus mengikuti permainan yang diselenggarakannya. Akibatnya, tidak sedikit orang yang menempuh jalur untuk menyenangkan pihak penyelenggara, agar mendapatkan aneka kemudahan dan sebagainya. Disitulah benarnya sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
« إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَإِنَّ فِتْنَةَ أُمَّتِى الْمَالُ ». (أحمد ، والترمذى – حسن صحيح غريب – وابن سعد ، والحاكم ، والطبرانى عن كعب بن عياض)
Sesungguhnya bagi setiap ummat itu ada ujiannya, dan sesungguhnya fitnah (ujian) ummatku adalah harta. (HR Ahmad, At-Tirmidzi –hasan shahih gharib—Ibnu Sa’ad, Al-Hakim, dan At-Thabrani dari Ka’ab bin ‘Iyadh).
Jama’ah Idul Fithri rahimakumullah, harta telah menjadi ujian. Ketika lingkaran harta itu di dunia ini tidak dikuasai orang kafir saja godaan dunia itu telah mampu melalaikan sebagian orang, baik dalam mencarinya maupun menggunakannya. Apalagi ketika harta dunia ini di dalam genggaman penguasa dunia yang kenyataannya berpihak pada kekafiran. Maka ujian tambah berat, karena dalam hal mencari dan menggunakannya –agar lancar— ditempuhlah dengan mencari ridho’ kepada pihak kekafiran. Akibatnya, aneka keburukan yang seharusnya diberantas, namun karena justru itu yang diridhoi oleh pihak kekafiran maka keburukan semacam kemaksiatan dan sebagainya itu malahan jadi bahan bisnis. Entah berapa saja bisnis yang berkisar dalam kubangan hitam kemaksiatan.
Di saat seperti itu, maka semoga peringatan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ini akan menjadi pelajaran sangat berharga bagi orang yang di dalam hatinya masih ada secercah nur yang belum padam.
عَنْ عُتْبَةَ بْنِ أَبِي حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ جَارِيَةَ اللَّخْمِيُّ حَدَّثَنِي أَبُو أُمَيَّةَ الشَّعْبَانِيُّ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيَّ فَقُلْتُ يَا أَبَا ثَعْلَبَةَ كَيْفَ تَقُولُ فِي هَذِهِ الْآيَةِ
{ عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ }
قَالَ أَمَا وَاللَّهِ لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْهَا خَبِيرًا سَأَلْتُ عَنْهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَلْ ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنْ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ يَعْنِي بِنَفْسِكَ وَدَعْ عَنْكَ الْعَوَامَّ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ الصَّبْرُ فِيهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِمْ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِهِ
وَزَادَنِي غَيْرُهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْهُمْ قَالَ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُمْ
Dari Utbah bin Abu Hakim ia berkata; telah menceritakan kepadaku Amru bin Jariyah Al Lakhmi berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Umayyah Asy Sya’bani ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Tsa’labah Al Khusyani, aku katakan kepadanya, “Wahai Abu Tsa’labah, apa pendapatmu tentang ayat ini: ‘(.. jagalah dirimu..) -Al Maidah: 105-?” Ia menjawab, “Demi Allah, engkau telah menanyakan hal itu kepada orang yang tepat. Aku pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau lalu menjawab: “Bahkan perintahkanlah kepada perkara yang ma’ruf dan cegahlah dari perkara yang munkar, sehingga ketika engkau melihat sifat kikir ditaati, hawa nafsu diikuti, dunia lebih diutamakan (dari urusan agama), dan setiap orang bangga dengan pendapatnya sendiri, maka hendaklah engkau jaga dirimu sendiri, dan jauhilah orang-orang awam (bodoh). Sebab di belakang kalian ada hari-hari (yang kalian wajib) bersabar, sabar pada saat itu seperti seseorang yang memegang bara api, dan orang yang beramal pada saat itu pahalanya sebanding dengan lima puluh kali amalan orang yang beramal seperti amalnya, ia menambahkan untukku, “seperti amalan selainnya.” Abu Tsa’labah bertanya, “Wahai Rasulullah, seperti pahala lima puluh orang dari mereka!” beliau menjawab: “(Bahkan) seperti pahala lima puluh orang dari kalian.” (HR Abu Daud – 3778, At-Tirmidzi, ia berkata hasan gharib, dan Ibnu Majah)
Jama’ah Idul Fithri rahimakumullah, dengan adanya kondisi yang sebenarnya membahayakan bagi Ummat Islam itu, maka sampai ada buku yang ditulis dengan judul Pembodohan dan penyesatan Ummat Islam. Gunanya, untuk memberi peringatan agar Ummat Islam ini menyadari adanya keadaan seperti disebutkan dalam hadits itu, dengan memberikan gambaran kenyataan yang ada di sana-sini.
Jama’ah Idul Fitrhri rahimakumullah, kenapa di saat kita harus bersyukur kepada Allah Ta’ala di hari raya ini justru di sini dikemukakan sesuatu yang menyentak? Ini tidak lain karena memang sebenarnya kaum Muslimin pada umumnya ini perlu ditolong dari kedhaliman. Sedang kedhaliman itu pun dilakukan oleh sebagian orang Islam itu sendiri bahkan kadang atas nama Islam. Pelaku-pelau itu juga perlu ditolong yakni dicegah agar tidak berbuat dhalim lagi, tidak membodohi dan menyesatkan Ummat Islam lagi. Upaya memperingatkan ini di antaranya untuk mengikuti anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ أخرجه البخاري، والترمذي.
Dari Anas radliallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim (aniaya) dan yang dizhalimi”. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, jelas kami faham menolong orang yang dizhalimi tapi bagaimana kami harus menolong orang yang berbuat zhalim?” Beliau bersabda: “Pegang tangannya (agar tidak berbuat zhalim) “. (HR Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)
Pembodohan dan penyesatan adalah kedhaliman. Sedang Ummat yang jadi sasaran pembodohan dan penyesatan adalah yang didhalimi. Khutbah ini dimaksudkan, dengan penuh harap, siapa-siapa yang berbuat dhalim itu agar berhenti dan tidak lagi melakukannya. Sedang Ummat yang didhalimi yakni dibodohkan dan disesatkan hendaknya menyadari bahwa mereka dalam keadaan seperti itu, hingga menyelamatkan diri sebaik-baiknya.
Semoga Allah mengabulkan harapan hamba-Nya yang lemah ini, dan memberikan keberkahan di dunia dan akherat bagi kita semua yang mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan taat dan konsekuen. Amien ya Rabbal ‘alamien. Sehingga hari raya Idul Fithri ini benar-benar menjadi keberkahan yang dilanjutkan dengan terhindarnya ummat Islam ini dari aneka kedhaliman dan penjerumusan yang membahayakan.
Hanya kepada Allah lah kami menyembah, dan hanya kepada-Nya kami minta pertolongan.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7) آمين
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
{ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ } { وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ } { وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ }