JAKARTA (Panjimas.com) – Calon Kapolri Sebaiknya Bukan Pelanggar HAM SEPERTI yang terlihat dalam Debat Calon Presiden 2014, Jokowi dan JK sangat semangat dalam membangun Jiwa Raga Indonesia. Salah satu sikap tegas yang ditunjukkan oleh pasangan Jokowi-JK pada Debat Capres Perdana bulan Juni 2014 silam, adalah sikap penghormatan mereka terhadap HAM.
Masyarakat bahkan sangat antusias, ketika pasangan Nomor Urut 2 tersebut tergopoh-gopoh mencerca Prabowo terkait pelanggaran HAM masa lalu. Saking semangatnya, bahkan JK mendesak kepada Prabowo agar menjelaskan misi Prabowo dalam menyelesaikan persoalan HAM masa lalunya.
Isu HAM yang diungkit Jokowi-JK, akhirnya menjadi salah satu daya tarik masyarakat terhadap Jokowi-JK. Bahkan, jawaban Prabowo tentang penyelesaian HAM masa lalu, akhirnya menjadi topik tajuk media internasional. Sebagai contoh, ABC (Australia) menurunkan isu HAM Prabowo dalam artikel berjudul “Prabowo Subianto defends human rights record in Indonesia’s first presidential debate with Joko Widodo”.
Atau BBC di London yang menurunkan tajuk dengan judul “Indonesia presidential hopeful Subianto in rights row”. Namun yang paling menarik adalah pernyataan JK waktu itu, dimana JK dengan lugas menyatakan bahwa “Pemimpin harus jadi teladan. Ketika bicara soal HAM, maka ia harus menghormati Hak Asasi Manusia”.
Pernyataan JK itulah yang kemudian menjadi judul laporan Straits Times. Atas dasar itulah, Presiden Jokowi kini harus benar-benar membuktikan semangatnya dalam menghormati HAM, dan tidak sekedar pandai membuat slogan dalam debat kampanye semata.
Presiden semestinya harus mampu menyeleksi Calon Kapolri dari kader terbaik Bangsa yang memang sesuai visi dan misi pasangan Jokowi-JK, yakni Calon Kapolri yang memang sosok yang terbukti menghormati HAM.
Untuk itu, setelah isu Korupsi terbukti menjadi momok bagi Calon Kapolri, maka kini Jokowi harus berani menjadikan Penghormatan HAM sebagai alat filter Calon Kapolri pengganti BG (Budi Gunawan –red). Tidak ada kompromi, jika memang calon Kapolri memiliki catatan dugaan Pelanggaran HAM, maka lebih baik calon tersebut ditinjau ulang. Tidak boleh lagi, Jokowi mengulangi kesalahan yang sama.
Terkait sosok Badrodin Haiti, ada baiknya Jokowi kembali membuka catatan-catatan yang bersangkutan lebih lanjut. Mumpung anggota Komisi III masih dalam masa reses, maka alangkah baiknya apabila waktu longgar dalam menunggu selesainya masa reses DPR, digunakan Jokowi-JK untuk menguliti sendiri calon yang diajukannya, sebelum calon tersebut dikuliti di Komisi III DPR RI.
Bagaimana dengan Badrodin Haiti? Dalam catatan saya sendiri, nama Badrodin Haiti memang cenderung bermasalah di bidang HAM. Dua tahun lalu, di awal tahun 2013 silam, bahkan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin bersama para perwakilan Ormas Islam lainnya, berbondong-bondong melabrak Kapolri saat itu Jenderal Polisi Timur Pradopo di Trunojoyo.
Pada kesempatan itu, rombongan ini membawa seperangkat Video Player di hadapan Timur Pradopo. Di hadapan Kapolri beserta jajaran, diperlihatkan sebuah Video Penyiksaan terhadap anak-anak muda di Poso, dengan penuh darah.
Aksi penyiksaan yang terjadi 22 Januari 2007 ini terekam kamera video, bahkan aksi penembakan terhadap anak-anak muda Poso pun, terekam jelas beserta suara para pelaku dan suara korban. Dengan kondisi bugil dan terborgol, anak-anak muda Poso ini disiksa dengan sangat keji dan. Dari operasi tersebut, terdapat 17 orang tewas, satu anak muda Poso ternyata masih hidup.
Siane Indriyani, Ketua Tim Tindak Pidana Terorisme KOMNAS HAM kepada saya mengakui bahwa Badrodin Haiti memang yang harus bertanggungjawab atas peristiwa sadis itu. Selain dinyatakan sebagai pimpinan yang diduga memerintahkan 700 polisi untuk melakukan operasi represif, Badrodin Haiti yang saat peristiwa kekejaman itu menjabat sebagai Kapolda Sulawesi Tengah, dianggap masih memiliki hutang yang belum terselesaikan.
Hingga hari ini, Komnas HAM terus melakukan langkah-langkah besar untuk menyelesaikan kasus tersebut, karena ada dugaan pelanggaran HAM berat yang diduga melibatkan Calon Kapolri Badrodin Haiti. (Baca: Presiden Jokowi Akhirnya Batal Lantik BG & Pilih Badrodin Haiti Jadi Calon Kapolri)
Dari catatan di atas, penting kiranya Jokowi memanfaatkan informasi tersebut sebagai early warning bahwa satu-satunya Calon Kapolri yang diajukan ke DPR untuk disetujui, selain memiliki catatan rekening gendut, ternyata juga memiliki catatan buruk dugaan pelanggaran HAM.
Sebagai bukti pemenuhan janji dan semangat Jokowi-JK dalam menghormati HAM yang digembar-gemborkan dalam Debat Capres 2014 silam, sebaiknya pasangan yang kini sudah menjadi Presiden dan Wakil Presiden ini, kembali mempertimbangkan untuk menghindari Calon Kapolri pelanggar HAM.
# Salam MUSTOFA B. NAHRAWARDAYA – Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) – Angggota TPF Kematian Alda Risma 2006-2007 – Aktifis Muhammadiyah Kantor Pusat Jakarta. Dikirim kepada Panjimas.com melalui surat elektronik pada Kamis 19 Februari 2015. [GA]