SURAT TERBUKA UNTUK MENTERI PENDIDIKAN RI
Yang Saya Hormati
Bapak Anies Baswedan
Menteri Pendidikan Republik Indonesia
Saya merasakan selama ini toleransi antar ummat beragama sudah kondusif. Saya sering diundang acara silaturahim setelah Iedul fitri, ada yang menyebut Halal bi Halal, selalu saja dihadiri orang-orang non muslim dengan kesadaran bukan diajak. Begitu juga acara buka bersama Ramadhan tidak sedikit orang non muslim ikut hadir. Acara hari hari besar Islam di kantor atau di sekolah juga sama halnya. Sama halnya ketika acara seremoni 17 Agustusan di kampung, saya sering diminta taushiyah dan banyak rangkaian acaranya memakai ajaran Islam.
Kalaupun ada kejadian rusuh, biasanya itu permaianan elit politik orang pusat yang mendompleng agama, makanya kejadiannya jauh dari pusat kota. Di kota kota besar sangat jarang terjadi. Kita pun sepakat harus diusut sampai tuntas keakar akarnya supaya kejadian tidak terulang.
Akhir-akhir ini kami merasa terusik kedamaian dan ketentraman yang sudah kami rasakan dengan ulah wacana para petinggi negeri ini, termasuk sebagian dari para menterinya. Sepertinya lidah ini begitu saja lepas keluar kalimat yang tidak difikirkan dalam dalam dampak dan pengaruhnya terhadap kehidupan beragama.
Kami juga merasakan adanya pemaksaan secara halus, agar kami meninggalkan keyakinan yang kami anut. Dengan mudahnya tuduhan bahkan vonis “intoleransi” kepada orang-orang yang ingin mentaati ajaran agamanya. Apakah kalau kami ingin menghormati agama nasrani harus pakai baju Natal? Apakah jika kami tidak hadir Natalan atau tidak pakai baju Natal berarti kami tidak toleransi? Padahal tolerasi yang kami fahami adalah kita saling menghormati “Adanya Perbedaan”. Justru karena kami menghormati perbedaaan keyakinan maka kami tidak akan datang, supaya tidak saling merusak keyakinan masing-masing.
Kami juga merasakan ada kerancuan istilah yang dipaksakan antara “kebebasan berfikir” dengan “Pembajakan Agama”. Kita menghargai kebebasan berfikir, tapi kita mengutuk pembajakan Agama. Sebagaimana kita juga mendukung adanya Hak Paten, Haki dan sebagainya. Kita menghargai aliran, mazhab apapun dalam Islam, sepanjang tidak keluar dari Mainstream, pokok-pokok ajaran yang tertuang dalam kitab suci. Tetapi jika sudah berbeda 180 derajat dari kitab suci tapi masih mengaku Islam itulah yang namanya pembajakan agama, yang harus kita kutuk.
Untuk itu saya ingin menyampaikan sedikit fakta-fakta secara yang terang benderang, yang menujukna bahwa Ummat Islam sudah terlalu banyak mengalah. Karena itu jangan diusik-usik lagi ketenangan yang sudah kita rasakan bersama. Jika terjadi pemberontakan sebagian ummat yang merasa terusik akibat kebijakan yang tidak bijak, maka sebenarnya yang menciptakan Intoleransi, kekerasan dan terorisme adalah akibat dari kebijakan itu sendiri. Jangan salahkan anak sekolah mencari ilmu agama diluar sekolah yang sulit kita kontrol, jika mereka tidak puas mendapatkan pelajaran agama disekolahnya.
Sedikit fakta sejarah berikut ini mudah-mudahan kita akan mendapatkan gambaran. Bahwa Ummat Islamlah yang paling banyak tolerasi, mengalah serta paling mengerti masyarakat hetoregen dan majemuk.
Fakta-fakta itu sebagai berikut :
1. Penghapusan tujuh kata dalam piagam Jakarta, karena ada isu ancaman dari Indonesia timur akan memisahkan diri dari Indonesia. Hingga saat ini isue itu masih misterius siapa oknum yang mengancam itu. Ummat Islam pun menerima.
2. Kalender Nasional dan Kalender Pendidikan memakai kalender Masehi (Nashrani), bukan kalender Islam (Hijriyah) sehingga sangat susah dan ribet ketika menentukan libur Ramadhan dan libur hari raya terutama mengatur liburan sekolah, ummat Islampun dapat menerima.
3. Hari libur pekanan hari Minggu (Nashrani), bukan hari besar Islam (Jum’at ) Ummat Islam mengalah.
4. Tahun Baru Imlek dan Tahun baru Masehi peraayaannya jauh lebih besar dan lebih gebyar. dari pada tahun baru Islam. lagi-lagi ummat Islam tidak iri hati.
5. Pemaksaan asas tunggal terhadap organisasi apapun pada zaman orde baru, yang di rekayasa oleh kelompok “Tanah Abang” otak utamanya non Muslim, lagi-lagi Ummat Islam yang sangat terpojok pada saat itu, sampai terjadi meletusnya pristiwa priok, para aktifis HAM bungkam.(karena korbannya Ummat Islam).
6. Pemecatan siswi berjilbab, dari SLTA Negeri selama 12 Tahun, ( 1980 – 1992 ) sampai banyak korban gadis berjilbab yang di usir dari sekolah negeri. Dan kita tahu siapa Dirjen Dikdasmen waktu itu yang mengeluarkan surat edaran pelarangan, seorang non muslim. Orang-orang tidak ada yang teriak HAM, termasuk aktifis HAM nya juga cicing wae.
7. Nama-nama gedung gedung besar terutama di Jakarta, sangat kental dengan bahasa yang digunakan oleh non Muslim. (Contoh : Arthaloka, Graha Purna Yudha, Manggala Wana Bhakti dsb.).
8. Lebih dari 30 Jenis-jenis Penghargaan oleh Presiden, semuanya memakai nama-nama yang juga sangat kental dengan bahasa yang digunakan oleh non Muslim. Berikut ini sebagian contoh kecil penghargaan di Bidang Militer
a. Bintang Kartika Eka Pakçi, terdiri atas tiga kelas:
1. Bintang Kartika Eka Paksi Utama
2. Bintang Kartika Eka Paksi Pratama
3. Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
b. Bintang Swa Bhuwana Paksa, terdiri atas tiga kelas:
1. Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama
2. Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama
3. Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya
Ummaat Islam pun tidak pernah mempermasalahkannya.
9. Pristiwa ambon yang sangaat Jelas, pembantaian terhadap orang orang yang baru selesai sholat Ied, saksinya jutaaan manusia, tetapi sampai diluar negeri beritanya jadi sangat terbalik, bahwa Ummat Islamlah yang mendahului. ( sudah jatuh, tertiban tangga pula) sudah dibantai, difitnah pula.
10. Komposisi PNS dan Pejabat berdasarkan Agama di beberapa provinsi tidak proposional jika dibanding dengan komposisi agama penduduknya. ummat Islam tidak mempermasalahkan.
11. Bicara Korban Pembantaian apalagi, siapa yang banyak korban? Pristiwa Priok, Lampung, Cicendo, Woyla, Aceh, Ambon dan lain lain. Memang Ummat Islam sudah terbiasa jadi korban Pembantaian, lagi-lagi kemana para aktifis HAM?
12. Rekayasa global dengan isu terorisme, yang sangat memojokkan Ummat Islam, sangat berimbas di Indonesia, sampai-sampai pesantren pun ada yang menjadi korban tuduhan. Kita harus menerima bahwa seolah-olah kalau bicara terorisme itu konotasinya Ummat Islam. Jadi Teroris sama dengan Ummat Islam, begitulah berita. Betapa baik hati dan tolerannya Ummat Islam di Indonesia. Ternyata masih dianggap kurang, masih dianggap intoleran, jadi apa sih yang sebenarnya diinginkan?
Saya mendo’akan Bapak Menteri semoga Allah SWT memberikan kemudahan tugas-tugas Bapak, serta bisa menghasilkan kebijakan yang semakin membawa keapada penyelesaian masalah. Semoga para petinggi di negara ini membuat keputusan yang tidak membuat suasana semakin kisruh, sumpeg dan meresahkan.
Jakarta, 10 Desember 2014
Salam Hormat
Abdullah Muadz