Petisi Ulama Muda Jakarta Tentang Ahok
FORUM ULAMA MUDA JAKARTA
Email: [email protected]. +6281584306333
Jl. Merpati no.16 KramatJati, Jakarta Timur 13540
PANDANGAN & TAUSIYAH KEPADA SESAMA MUSLIM
TENTANG PENGANGKATAN
BASUKI TJAHAJA PURNAMA (AHOK)
SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA
Bismillahirrahmanirrahim
Mencermati perkembangan terakhir situasi di wilayah DKI Jakarta terkait dengan pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta, menggantikan Joko Widodo, maka kami, segenap jajaran FORUM ULAMA MUDA JAKARTA menyampaikan pandangan dan tausiyah kami kepada sesama muslim sebagai berikut:
Bahwa, sesuai dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi DKI Jakarta, Nomor: 07/Kpts/KPU-Prov-010/2011, bahwa bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta memiliki syarat-syarat antara lain: (1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah; (3) Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari Tim Pemeriksa Kesehatan; (4) Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya.
Berkaitan dengan syarat-syarat tersebut, maka, setelah menyimak dengan seksama, berbagai sepak terjang, baik tindakan maupun ucapan Sdr. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selama menjabat sebagai Wakil Gubernur danPlt. GubernurDKI, kami menilai, Saudara Ahok TIDAK LAYAK dan TIDAK PATUT memimpin DKI Jakarta sebagai GUBERNUR DKI JAKARTA. Berikut ini beberapa contoh, pernyataan dan kebijakan Ahok yang menunjukkan bahwa dia tidak layak dan tidak patut memimpin DKI Jakarta:
1. Mengajukan gagasan perlunya lokalisasi pelacuran. Ide ini sangat berbahaya dan sangat aneh jika keluar dari seorang pemimpin wilayah. Tampaknya Ahok tidak memahami masalah dengan baik, dan tidak mengkajinya dengan mendalam, dari aspek keagamaan, sosial, budaya, dan kesehatan. Sementara selama ini sudah terbukti dampak buruk lokalisasi pelacuran terhadap masyarakat, sehingga Gubernur DKI Sutiyoso menutup lokalisasi pelacuran Kramat Tunggak dan Walikota Surabaya Ibu Risma menutup lokalisasi Dolly. Sikap dan perilaku Ahok yang ceroboh dalam masalah yang sangat mendasar seperti ini sangat berbahaya jika dia memimpin DKI Jakarta. Itu menunjukkan, Ahok tidak memenuhi syarat beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena mendukung lokalisasi pelacuran hanya dilihat dari kacamata ekonomi yang dibungkus seolah untuk mengontrol penyebaran virus HIV. Hal inijelas-jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam yang dianutmayoritaswarga DKI, dan Kristen yang dianut Ahok, karena hal itu sama saja dengan melegalkan kemaksiatan.
2. Dalam menyampaikan gagasannya, Ahok juga menggunakan kata-kata yang tidak santun, menuduh orang lain munafik dan sebagainya. (lihathttps://www.merdeka.com/jakarta/merasa-disebut-munafik-aktivis-muhammadiyah-polisikan-ahok.html.)
Sikap dan perilaku yang kasar, terkesan angkuh, sombong dan menimbulkan kontroversi. Hal ini jika dibiarkan akan mengganggu ketentraman masyarakat beragama, khususnya umat Islam. Padaakhirnyaakanberimbasmengganggu ketahanan nasionalkarena DKI Jakarta adalah barometer nasional Indonesia. Ucapan danperilaku Ahok tersebut juga menunjukkan bahwa dia tidak memahami kondisi sosial dan budaya masyarakat DKI Jakarta yang religius dan memiliki sensitivitas terhadap hal-hal keagamaan semacam ini.
3. Ahok juga telah menjadikan agama sebagai bahan olok-olok. Itu disampaikan Ahok saat memberikan sambutan dalam Pembukaan Rakerda I MUI DKI Jakarta 2014, di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2014): “Bapak Ibu jangan merasa saya musuh Islam. Dari kecil saya sejak lahir, 93% di sekeliling saya ada adalah muslim. Keluarga saya banyak yang muslim. Kalau persoalan saya enggak dapat hidayah, ya tanya sama Allah.”(https://news.detik.com/read/2014/11/12/095150/2745866/10/silaturahmi-dengan-mui-ahok-ada-yang-membenturkan-saya-lawan-islam?n991104466)
Kata-kata Ahok itu jelas-jelas telah menjadikan agama sebagai permainan, sebab ia melecehkan arti hidayah denganberbangga diri dalam keadaan tidak mendapatkan hidayah, lalu meminta orang lain menanyakan hal itu kepada Tuhan. Seakan-akan Allah telah salah karena tidak memberi petunjuk kepadanya. Initidak etisdisampaikan oleh orang yang mengaku beragama dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
4. Mengusahakan penghapusan kolom agama di KTP.
Pernyataan Ahoktentang perlunya penghapusan kolom agama di KTP juga dinyatakan dengan sangat tegas dan kasar, bahkan cenderung melecehkan agama, khususnya agama Islam. Berita di Situs Kristen (https://reformata.com/news/view/7797/ahok-tak-perlu-kolom-agama-di-ktp), 20 Juni 2014, yang berjudul, “Ahok: Tak Perlu Kolom Agama Di KTP”,iamengatakan: “Kenapa mesti ada kolom agama di KTP? Untuk apa? Apa gunanya saya tahu agama kamu? tanya Ahok.” Selanjutnya, ditulis:
“Indonesia mencantumkan kolom agama di KTP, kata dia, hanya karena pengaruh budaya Timur Tengah, yang penuh dengan sejarah penaklukan agama, sehingga menyebabkan memunculkan agama mayoritas dan minoritas. Dalam konteks seperti ini identifikasi agama diperlukan. Sama sekali berbeda dengan kondisi beragama di Indonesia. Menurut Ahok, Indonesia adalah negara berasas Pancasila dan UUD 1945. Agama mayoritas, Islam pun masuk ke Indonesia bukan melalui penaklukan agama. Sehingga identifikasi agama, tidak dibutuhkan di sini. Karena itu, kata dia, pelaksanaan ritual beragama di Indonesia seharusnya tergantung kepada individu masing-masing dan tidak dipengaruhi oleh pihak lain, apalagi negara. Karena itu dia sangat mendukung calon presiden yang ingin menghapus kolom agama di KTP.”
Pernyataan Ahok tentang penghapusan kolom agama di KTP ini bukan masalah sederhana dan hanya dilemparkan dalam pernyataan yang tanpa pertimbangan yang matang. Padahal bagi umat Islam, identitas keagamaan di KTP sangat diperlukan dalam pernikahan, pengobatan, dalam pengurusan jenazah, dalam sumpah jabatan, masalah warisan dan masih banyak lagi. Ahok nampaknya tidak memahami agama mayoritaswarganya yaitu Islam yang selalu melekatkan identitas agamanya, di mana saja dan untuk kepentingan apa saja. Sebab Islam bukan hanya agama privat saja, tetapi juga agama publik. Sesuai dengan pasal 29 UUD 1945, umat Islam berhak menjalankan ibadah baik secara privat maupun secara publik. Jika Ahok memaksa orang Islam agar beragama secara privat, maka dia sudah tidak toleran dengan penganut agama selain agamanya.
Untuk memperkuat pendapatnya, Ahokpun tak segan-segan melakukan kebohongan publik, dengan menyatakan, bahwa di Malaysia, kolom agama juga tidak disebutkan dalam KTP Malaysia. Padahal, pernyataan Ahok itu terbukti salah.Lihathttps://dunia.news.viva.co.id/news/read/466596-ahok-salah–ktp-malaysia-masih-cantumkan-kolom-agama
juga https://www.bersamadakwah.com/2013/12/pembohongan-publik-ahok-sebut-ktp.html
Masalah keagamaan ini sudah diatur dalam UUD 1945 dan UU No 1/PNPS/1965, sehingga sebagai pemimpin wilayah, harusnya Ahok memahami hal itu, dan tidak memunculkan kontroversi yang sangat menyakitkan bagi umat Islam. Apalagi, selama ini, secara umum, masyarakat Indonesia dan umat Islam juga tidak mengalami masalah dalam soal pencantuman kolom agama di KTP.
5. Melarang pemotongan hewan qurban di sekolah dan melakukan kebohongan publik. Kasus pelarangan pemotongan hewan kurban di sekolah oleh Ahok jelas tertuang dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta nomor 67 Tahun 2014 pada point 4.a.1: “melarang kegiatan pemotongan hewan kurban dilokasi pendidikan dasar”. Tetapi, Ahok membantah dan bahkan berbohong dengan mengatakan, yang menandatangani instruksi itu adalah Jokowi bukan dirinya. Padahal, di situs resmi Pemprov DKI Jakarta, Insgub itu jelas ditandatangai oleh Ahok selaku Plt Gubernur DKI Jakarta pada 17 Juli 2014.Lihathttps://beritapopuler.com/ahok-dan-kebohongan-berlapis-soal-larangan-potong-hewan-qurban/
6. Kami memahami bahwa tidak semua masalah agama tercantum secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan, tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita tidak bisa mengabaikan masalah-masalah tersebut.
Negara Indonesia adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan juga kemanusiaan yang adil dan beradab, oleh sebab itu sikap, kibijakan dan keputusan pejabat publik yang bertentangandengan sila ketuhanan atau bertentangan dengan agama haruslah mendapat tindakan dari Negara dan masyarakat. Dari aspek inilah sesungguhnya sikap dan kebijakan Ahok sebagai pejabat publik yang bukan Muslim telah bertentangan dengan dasar Ketuhanan yang Maha Esa. Selain itu bagi umat Islam, kepemimpinan tidak dapat mengandalkan semata-matakemahiran (profesionalisme) dalam urusan pelayanan publik, administrasi kependudukan, kesejahteraan sosial dan sebagainya. Keemimpinan jugamenyangkut masalah agama, kultur, budaya dan moralitas. Seorang pejabat yang sukses dalam pelayanan publik tapi gagal dalam mempertahankan integritas moralnya, maka ia dianggap gagal.
7. Pikiran-pikiran Ahok yang mengecilkan masalah agama dalam kehidupan, menunjukkan bahwa dia tidak memahami kondisi sosial-budaya masyarakat DKI Jakarta. Pemimpin seperti ini sangat berpotensi untuk menanamkan benih-benih perpecahan dan permusuhan di tengah masyarakat. Ini berarti Ahok tidak mengenal masyarakat yang dipimpinnya dan dapat dikatakan bahwa dia tidak memenuhi syarat menjadi gubernur sesuai dengan keputusan KPU Nomor: 07/Kpts/KPU-Prov-010/2011, yaitu mengenal masyarakatnya.
8. Dari pendapat, kebijakan dan keputusannya dalam masalah-masalah yang telah disebutkan diatas, Forum Ulama Muda Jakarta memandang, bahwa Ahok TIDAK PATUT diangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta, karena tidak memenuhi persyaratan sebagai diatur dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi DKI Jakarta, Nomor: 07/Kpts/KPU-Prov-010/2011. Jika Ahok memimpin DKI Jakarta dan tetap dalam kekeliruan dan keangkuhannya, maka ia akan merusak agama, khususnya agama Islam. Bahkan, Ahok pun – dengan sadar atau tidak — telah memainkan perannya untuk menjalankan politik adu-domba dan memecah belah ulama dan masyarakat DKI Jakarta, dengan gagasan-gagasan dan perilakunya. Hal itu menunjukkan, dia tidak memenuhi syarat setia kepada NKRI dan memahami kondisi sosial-budaya masyarakat DKI Jakarta. Jika dibiarkan berlarut-larut, maka dikhawatirkan akan memicu kekecewaan dan keresahan masyarakat Jakarta, dan umat Islam pada khususnya, sehingga dapat memicu terjadinya konflik bernuansa SARA yang sangat tidak kita kehendaki.Ini adalah demi kebaikan kehidupan berbangsa dan bernegara dan menjaga keharmonisan hubungan antar-masyarakat di wilayah DKI Jakarta khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
9. Pertimbangan ini berdasarkan beberapa prinsip bahwa dalam Islam loyalitas tertinggi kita sebagai manusia – di mana pun kita berada – adalah kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan. (QS al-Ikhlash). Sebab, Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta dan pemilik alam semesta, termasuk negara dan diri kita. Pada saat yang sama, sebagai warga Negara Indonesia yang kita cintai, kita juga memberikan loyalitas kepada penguasa – yang merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa — selama ketaatan kepada makhluk (penguasa) tersebut tidak bertentangan dengan tuntunan dan ajaran Sang Khaliq, yaitu Allah SWT. Umat Islam juga, menurut ajaran Nabi Muhammad saw, diperintahkan untuk menghormati perjanjian atau kesepakatan-kesepakatan bersama yang tertuang dalam KONSTITUSI, namun dengan catatan selama syarat-syarat kesepakatan itu tidak bertentangan dengan hukum Allah; yaitu menghalalkan yang haram dan atau mengharamkan yang halal (HR. At-Tirmidzi, hadishasansahih).
Sebagai makhluk Allah, kita dituntut untuk beristighfar, memohon ampun kepada-Nya, jika kita dipaksa untuk melaksanakan sesuatu tindakan yang bertentangan dengan ajaran-Nya. Pada saat yang sama, untuk menjaga keselamatan pemikiran dan keimanan kita, maka kita wajib tetap mengingkari serta menolak hal-hal yang bathil, haram, atau munkar. Kemudian, kita diwajibkan berusaha untuk mengubah kemungkaran sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada, apakah dengan tindakan, ucapan, atau dengan hati. Disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, bahwa ingkar dengan hati terhadap kemungkaran adalah selemah-lemah iman (HR. Muslim). Sebagai Muslim, kita juga diingatkan oleh banyak ayat al-Quran, agar jangan mengikuti perilaku Iblis dan Setan, yang mengaku eksistensi dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, tetapi menolak untuk tunduk dan patuh kepada ajaran dan petunjuk-Nya.
10. Pandangan Islam tentang kepemimpinan telah diatur secara jelas dalam al-Quran dan telah dipahami secara luas oleh kaum Muslim sejak dahulu. Dalam Muktamar NU ke-30 di PP Lirboyo Kediri, 21-27 November 1999, dibahas permasalahan: “Bagaimana hukum orang Islam menguasakan urusan kenegaraan kepada orang non-Islam?”
Jawabnya: “Orang Islam tidak boleh menguasakan urusan kenegaraan kepada orang non-Islam, kecuali dalam keadaan dharurat, yaitu: (a) Dalam bidang-bidang yang tidak bisa ditangani sendiri oleh orang Islam secara langsung atau tidak langsung karena faktor kemampuan, (b) Dalam bidang-bidang yang ada orang Islam berkemampuan untuk menangani, tetapi terdapat indikasi kuat bahwa yang bersangkutan khianat, (c) Sepanjang penguasaan urusan kenegaraan kepada non-Islam itu nyata membawa manfaat. Catatan: Orang non-Islam yang dimaksud berasal dari kalangan ahlu dzimmah dan harus ada mekanisme kontrol yang efektif. (Buku “Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004), terbitan LTN-NU Jawa Timur, cetakan ketiga, 2007, hlm. 551-552). Tentang laranganpengangkatan pemimpin kafirdariperspektifajaran Islam, lihat artikel Fahmi Salim MA, https://www.fimadani.com/larangan-menjadikan-kafir-sebagai-wali-pemimpin-umat-islam/
11. Pertimbanganini dapat pula menjadi Taushiyah yang kami sampaikan dengan tulus ikhlas, kepada sesama Muslim, khususnya kepada para ulama, cendekiawan, tokoh masyarakat, pemimpin politik, penguasa media massa, dan umat pada umumnya. Saling memberikan Taushiyah adalah kewajiban bagi setiap Muslim, karena QS al-Ashr mengingatkan, bahwa semua manusia adalah merugi, kecuali yang beriman, beramal shaleh, dan saling ber-taushiyah dengan kebenaran dan kesabaran.
Taushiyah ini kami sampaikan berdasarkan tuntunan kewajiban agama Islam. Meskipun mungkin tidak berkenan bagi sebagian kalangan, Taushiyah penyampaian kebenaran harus dilakukan, sehingga kita terhindar dari azab Allah SWT.
Siapa pun yang tampil sebagai pemegang kekuasaan di suatu wilayah atau negara, setiap Muslim harus tetap menjaga keimanannya, dengan memahami dan meyakini Ketauhidan dan kebenaran serta menolak atau mengingkari kekufuran, kemusyrikan, dan kebathilan.
Nabi Ibrahim a.s. dan para Nabi lainnya, memberikan contoh bagaimana bersikap terhadap penguasa yang memaksakan dan membudayakan tradisi syirik. Di akhirat, setiap Muslim akan ditanya tentang apa yang mereka Imani dan mereka amalkan; siapa pun penguasa yang berhasil merebut kekuasaan negeri mereka.
12. Dengan mengacu kepada hal-hal tersebut di atas, maka kami, Forum Ulama Muda Jakarta, menyampaikan tausiyah kepada saudara-saudara kami sesama muslim, kiranya kita tetap berusaha menjaga keimanan dan amalan kita agar tetap sesuai dengan tuntunan Allah SWT, dan berlepas diri dari segala bentuk rekayasa kekufuran, kemusyrikan, dan kemunkaran, yang dikemas dan dibungkus dengan jargon-jargon yang memukau (Q.s. 6: 112).
Sebagai muslim dan sebagai warga Jakarta yang baik, kita berkewajiban menjaga situasi yang kondusif dengan tetap menegakkan kebenaran dan keadilan, mencegah kejahatan dan kemunkaran, serta menjadi manusia yang paling bermanfaat pada sesama.
13. Demikian, pertimbangan dan taushiyah kami. Semoga bermanfaat dan kita semua dalam lindungan Allah SWT, dijauhkan dari azab akibat berdiam diri membiarkan terjadinya kesombongan kekufuran, kecurangan dan kepalsuan. Allahumma arinal-haqqa haqqan war-zuqnat-tiba’an, wa-arinal-baathila baathilan, war-zuqnaijtinabah. Amin.
Jakarta, 18 November 2014
KH. Fahmi Salim, Lc. MA.
Koordinator Forum UlamaMuda Jakarta
Tembusan:
1. YTH. Ketua Umum MUI DKI Jakarta
2. YTH. Ketua GerakanMasyarakat Jakarta
3. YTH. Ketua DPRD DKI Jakarta
4. YTH. Senator Anggota DPD dari DKI Jakarta
5. YTH. Menteri DalamNegeri RI
6. YTH. Ketua-ketua Ormas Islam Prop. DKI Jakarta