Siapa Pahlawan Siapa Penjahat
Abdullah Muadz
PANJIMAS.COM – Westerling adalah tokoh yang dianggap pahlawan oleh masyarakat Belanda, sebaliknya ia adalah penjahat besar untuk bangsa Indonesia. Gorge W Bush adalah pahlawan, setidaknya bagi 85% rakyat Amerika, tetapi dianggap penjahat oleh sebagian rakyat Irak, setidaknya 900.000 keluarga korban tewas akibat pembantaian.. Xanana Gusmao adalah seorang tokoh pahlawan bagi masyarakat Timor Leste, sebaliknya pernah dipenjara oleh pemerintah Indonesia. Begitu pula Presiden pertama RI Bpk Ir. Soekarno. adalah tokoh proklamator sekaligus pahlawan, tetapi oleh Belanda telah berkali-kali dipenjarakan.
Perbedaan pandangan itu karena memakai kacamata Nasionalisme masing masing. Nasionalisme itu bersumber dari sebuah padangan masyarakat kumpulan manusia yang pasti punya cara pandang masing-masing, maka hasilnya menjadi relative.
Pahlawan Dalam Arti Sempit
Bagi seorang yang sedang sakau maka pahlawan bagi mereka adalah para pemasok dan pengedar narkoba. Bagi seorang pemabuk, maka boss yang mentraktir minuman itulah yang jadi pahlawan. Bagi orang-orang miskin maka orang semodel Robinhood itu juga bisa manjadi pahlawan. Bagi para mucikari/germo, juga pengusaha diskotik, maka para pembacking yang biasanya terdiri dari aparat itu sebagai pahlawan. Seorang pemuda yang menampung uneg-uneg seorang gadis ketika terjadi masalah keluarga, sehingga sang gadis bertambah dendam terhadap orang tuanya dan semakin sejuk dengan sang pemuda, itu bisa dianggap pahlawan bagi si gadis (lihat status-status di BBM).
Maka pengertian pahlawan disini adalah siapa saja yang menjadi pembela kepentingan seseorang itulah dia, terlepas bentuk kepentingan apa saja, tidak perlu lihat halal haram lagi.
Sebaliknya perbuatan sebaik apapun jika ada orang lain yang merasa kepentingannya terancam, akan ada saja yang memusuhi bahkan dianggap penjahat atau lebih dari itu. Sebaik apapun akhlaq yang telah ditunjukan oleh Rasulullah SAW, sampai sampai pujiannya langsung datang dari Allah SWT : “Sesunggguhnya Engkau (wahai Muhammad) memang memiliki akhlaq yang sangat Agung “, tetap saja ada yang memusuhi, bahkan dari kalangan keluarganya sendiri. Karena ada orang yang merasa kepentingannya terancam. Apalagi kita yang bukan nabi, lebih wajar kalau yang membenci itu lebih banyak lagi.
Resiko yang dihadapi oleh Rasulullah SAW adalah berbagai teror mental, dituduh orang gila, tukang sihir sampai upaya penganiyaan fisik. Berbagai ujian cobaan, tantangan, rintangan, hambatan, gangguan, silih berganti bertubi-tubi silih berganti tak pernah berhenti menimpa diri Nabi. Mulai dari peleparan kotoran unta, penimpaan batu besar, pengeroyokan, upaya pemboikotan, sampai upaya-upaya pembunuhan.
Soal Kepentingan dan Standar Nilai
Kalau ukuran berjasa, membantu dan menolong menurut kepentingan perorangan, kelompok, suku, sampai pada bangsa dan negara, bisa dipastikan akan menemukan hasil yang relatif. Sehingga harus ada standar yang universal. Sementara sentdar universal itu biasanya dikaitkan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Lagi-lagi jika pendangan kemunisaan itu menurut pribadi, kelompok dan golongan pasti akan berbeda lagi. Sehingga tidak akan pernah menemukan kebenaran yang hakiki dalam memandang nilai kemanusiaan.
Bagi akal yang sehat seharusnya berfikir bahwa yang paling pantas membuat standar nilai kemanusiaan adalah Sang Pencipta Manusia itu sendiri. Maka nilai kemanusiaan tidak bisa dilepas dengan setandar yang dimiliki oleh Allah SWT sebagai Pencitpta manusia. Selanjutkan kita bisa menentukan ukurang berjasa atau tidak seseorang jika dia berhasil ikut mengangkat nilai-nilai kemanusian dan nilai-nilai kebenaran.
Jadi Pahlawan itu Siapa ?
“Pahlawan” adalah sebuah kata benda. Secara etimologi kata “pahlawan” berasal dari bahasa Sanskerta “phala”, yang bermakna hasil atau buah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani.
Pahlawan adalah seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia.
Jika kita memakai kata kunci “ Kebenaran dan Pahala” maka tidak mungkin ada standar lain keculai tata nilai yang bersumber dari Sang Pencipta (Khalik) sebagai sumber kebenaran. Akal sehat kita menuntut bahwa Sang Pencipta pasti yang paling tahu barang ciptaanya senidri, maka Dialah yang paling pantas dan berhak menurutkan sumber tata nilai untuk makhluq manusia sebagai ciptaannya.
Seorang pejuang dan pahlawan dalam Islam, adalah seorang yang hanya ingin cari muka dihadapan Allah SWT, hanya ingin perhatian dan penilaian dihadapan Allah SWT, jika hanya pandangan manusia akan sangat relative sifatnya. Satu bilang si fulan pahlawan semantara yang lainnya bilang si fulan itu penjahat. Bararti seorang pejuang harus tegar “tidak takut celaan orang-orang yang suka mencela” (Q.S Al-Maidah (5) ayat : 54.
Hari ini para pejuang akan berhadapan dengan nafsu liar manusia yang dibacking oleh penguasa dan pengusaha yang terus mengeksploitasi nafsu jalang dan liar manusia, sambil terus dikipas-kipas oleh syaithan laknatullah, kemudian dihias oleh sarana dan prasarananya, serta dipercantik oleh ilmu pengetahuan dan teknologinya. Makin banyak orang yang terkapar tidak berdaya, tidak sedikit juga para tokoh agama yang akhirnya ikut bungkam, entah karena takut atau karena gaptek.
Siapa yang berani mengatakan bahwa : “Kuis berhadiah melalui SMS yang tarifnya diatas normal itu Judi”..? Siapa yang berani mengatakan bahwa acara pildacil itu ada unsur judinya..? Siapa yang berani mengatakan bahwa sekarang ini hiburan sudah sangat Over Load..? Siapa yang mampu melihat bahwa kondisi pelajar kita sudah sangat memprihatinkan, dari aspek orientasinya, motivasinya, visi misinya, akhlaqnya, pergaulannya, serta sikap dan keperibadiannya.
Pertanyaan tersebut diatas mempunyai resiko tinggi bagi siapa saja yang mau manjawab dengan jujur. Sebab akan berhadapan dengan banyak orang dan kepentingan, juga mungkin tidak sedikit tokoh agama yang juga sudah terlanjur ikut menikmati, sehingga takut “Kaburo Maqtan” ( Q.S Asshaaf (61) ayat : 2-3.
Seorang ayah yang telah memelihara anak dari bayi, begitu menyayangi dan mencintai anaknya, hanya karena latar belakang pendidikan yang kurang, maka cara mengekspresikan kasih sayang dan cintanya berbeda dengan keinginan anak. Banyaknya perintah dan larangan membuat sianak salah faham, timbulah kebencian kepada orang tuanya. Saat itulah datang pemuda ganteng yang menampung semua uneg-unegnya, menawarkan berbagai kebebasan, serta membuka jendela hatinya sambil bersedia menjadi soulmate nya. Jadilah pemuda itu sebagai pahlawan dimata gadis tersebut.
Padahal tidak sedikit laki-laki yang hanya menginginkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya. Pertolongan yang diberikannya pun hanya alokasi khusus kepada orang-orang tertentu yang menjadi sasaran tembaknya. Kepincutlah si anak jadilah si Pemuda yang tidak pernah ngasih makan dan merawat dari kecil menjadi pahlawan serta arjuna bagi si gadis yang merasa nyaman terhadap pemuda tadi. Pilu hati si ayah ketika anaknya lebih percaya kepada orang lain dari pada orang tuanya sendiri.
Tak kalah pilunya nasib guru, terlebih-lebih guru agama. Dari segi urgensi tidak begitu dianggap oleh pemerintah terlihat dalam implementasi kurukulum, membawa dampak pelajaran agama diremehkan oleh para siswa. Sisi lain jam pelajaran yang kurang, sehingga berdampak kurangnya pelajaran aqidah yang begitu penting dalam membentuk pandangan hidupnya. Sisi lain lagi pelajaran agama lah yang banyak berbenturan dalam realitas kehidupan sehari-hari, karena apa yang ditampilkan di Televisi misalnya lebih banyak pertentangannya. Sementara masih ada sebagaian guru agama dengan keterbatasannya belum menguasi metode mengajar yang menarik. Maka guru agamalah yang dianggap paling banyak perintah dan larangan. Paling cerewet, ngebetein, menyebalkan dan paling banyak mengekang.
Sementara ada guru lain atau karyawan yang punya pandangan agak permisif, mempunyai kemempaun berkomunikasi dengan baik, menjadi tempat bernaungnya anak-anak, tempat yang dianggap menyejukan. Jika tidak ada lingkungan yang kondusif serta tidak ada upaya perbaikan kualitas dan keterampilan guru-guru agama, maka jadilah guru agama seolah seolah sperti penjahat dan guru lain yang menganut kebebasan seperti pahlawan, di mata para siswa..
Saat inilah dibutuhkan para pejuang bermental baja, yang punya ketegaran jiwa, kekokohan mental, berani tampil, tidak takut celaan manusia, karena takunya hanya kepada Allah SWT, dan hanya ingin menjadi Pahlawan hanya di hadapan Allah SWT. [AW]