JAKARTA (Panjimas.com) – Kru media Islam Panjimas.com melanjutkan agenda silatul ukhuwah ke media-media Islam senior. Kali ini Panjimas.com mengunjungi media Islam yang cukup tua dan masih istiqomah yakni Hidayatullah.
Diantara staf media Hidayatullah yang menyambut kru Panjimas.com adalah Pemimpin Redaksi Majalah Hidayatullah, Dadang Kusmayadi.
Sore itu, Dadang yang merupakan generasa awal ormas Islam Hidayatullah menceritakan sejarah berdirinya media Hidayatullah.
Ternyata bukan hal mudah untuk tetap istiqomah, Dadang mengungkapkan sejak awal bedirinya media Hidayatullah, bersama kawan-kawan seperjuangannya harus pontang-panting menerbitkan majalah. Apalagi di masa orde baru yang dikenal begitu represif terhadap umat Islam, Hidayatullah mendapatkan tantangan berat untuk bisa terbit.
Beralih ke era reformasi pun bukan berarti ujian berhenti, sejak awal hingga saat ini, majalah Hidayatullah sempat satu kali tidak terbit yaitu ketika krisis moneter tahun 1998.
“Waktu itu sampai kita tidak dapat kertas, bahkan kita mau bayar mahal pun tidak ada,” kata Dadang saat ditemui kru Panjimas.com, di kantor Hidayatullah Jl. Cipinang Cempedak I No. 11 & 14 Polonia, Jakarta Timur, Rabu (10/9/2014).
Tak hanya itu, ujian berat akibat pemberitaan kritis di majalah Hidayatullah pun pernah dirasakan dampaknya.
“Pesantren Hidayatullah di Wamena malah sempat dibakar, bahkan santrinya ada yang meninggal dunia,” ungkapnya.
Namun, hal itu tidak sedikitpun menyurutkan awak redaksi untuk terus berdakwah melalui media.
Selain ujian pahit, terkadang ada pula ujian berupa kenikmatan. Ujian inilah yang terkadang justru membuat terlena. Ia mencontohkan, pada Pemilu Presiden (Pilpres) beberapa waktu lalu, Hidayatullah sempat mendapatkan tawaran iklan dengan harga yang menggiurkan.
“Tapi alhamdulillah, itu bisa kita tolak. Akhirnya tidak jadi pasang iklan,” tuturnya.
Pesan untuk Para Praktisi Media Islam
Dadang mengaku sedih banyaknya media Islam khususnya yang bergerak di media cetak tumbang satu persatu.
“Dulu itu ada Sabili, Saksi, Az-Zikra, tapi semuanya sekarang sudah tidak ada,” ujarnya.
Menurutnya, agar tetap bisa terus berjalan media Islam harus memiliki visi dan misi yang diimpelementasikan dengan baik. Sehingga media Islam tidak kehilangan arah apalagi menyimpang.
Oleh sebab itu, ia mewanti-wanti agar dengan jumlah media Islam yang sedikit ini bisa saling memperkuat ukhuwah dan menjaha satu sama lain.
“Jangan sampai kita malah bertepuk tangan kalau ada media Islam yang tumbang. Kita harus bantu, minimal bantu dengan doa,” tuturnya.
Di sisi lain yang tak kalah penting adalah dukungan dari umat Islam, dalam hal ini adalah para pembaca setia, para dai, anak yatim dan lainnya.
“Alhamdulillah sampai saat ini media Hidayatullah masih dapat bertahan, barangkali ini berkat doa anak-anak yatim di dalamnya, para dhuafa dan keikhlasan para dai-dai Hidayatullah di berbagai pelosok,” jelasnya.
Selain itu, Dadang juga berbagi tips penting kepada kru Panjimas.com dalam menulis berita. Menurutnya, seorang jurnalis muslim tidak seperti jurnalis pada lain pada umumnya, ia harus menyertakan ruh (spirit) ketika menulis agar tulisannya memberikan manfaat yang baik bagi umat.
“Dari sisi profesionalisme memang tulisan itu harus tetap dijaga, tetapi yang utama menurut saya adalah ruh ketika menulis,” ungkapnya.
Untuk itu, Dadang mengaku tak bosan-bosan menyampaikan agar para jurnalis di bawah asuhannya tak lupa melakukan amalan-amalan sunnah sebelum menulis.
“Saya tekankan kepada teman-teman, jika mau mulai menulis jangan lupa ucapkan basmalah. Niatkan agar tulisan itu bermanfaat bagi masyarakat, dakwah kepada mereka yang membaca. Demikian juga kalau lagi ngedit, ya sempatkan wudhu, shalat dua raka’at. Mengedit tulisan dengan gaya apa pun jika tidak diiringi dengan ruh dari dalam jiwa tidak akan menggugah apa pun,” jelasnya.
Bukan sembarangan, hal itu pula yang pernah dipraktekkan oleh pendiri Hidayatullah, Ustadz Abdullah Said.
“Ustadz Abdullah Said, beliau itu nulis kalau sudah mentok dia berwudhu, shalat dua raka’at memohon kepada Allah agar tulisannya mengalir,” ujarnya.
Alhamdulillah, setelah mendengarkan nasehat yang disampaikan Pemred majalah Hidayatullah, serasa mendapatkan pelajaran berharga. Semoga ke depan nasehat tersebut bisa menjadi bekal penguat jiwa bagi kru Panjimas.com dalam berdakwah melalui media. [AW]