Hewan yang paling sering dijadikan pelajaran dalam menghadapi ujian kehidupan adalah elang. Hewan ini punya sikap yang sangat elegan dalam melawan badai.
Elang punya kemampuan mengetahui kapan saatnya datang badai. Dan ketika ia tahu bahwa badai sebentar lagi datang, apakah ia menjauh? Tidak. Justru ia hadapi dengan cerdik.
Beberapa saat menjelang badai datang, elang akan terbang ke titik yang tinggi. Menunggu angin di sana. Hingga badai benar-benar datang, elang merentangkan sayapnya lebar-lebar. Saat itulah angin akan menerbangkannya lebih tinggi lagi. Lebih tinggi dari badai yang mengamuk di bawah. Dan dia terhindar dari badai dengan “mengangkanginya”.
Kecerdikan itulah yang menjadi pelajaran bagi manusia dalam menghadapi ujian. Sebuah ayat kauniyah yang Allah permudah untuk dipelajari bagi pembangun peradaban bumi.
Seorang muslim tentu tahu bahwa ujian Allah akan menghampirinya. Itu adalah konsekuensi beriman kepada Allah swt. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabuut : 2)
Lantas, apakah muslim akan menjauh dari ujian itu? Berarti, ia harus menjauh dari keimanan. Tapi tentu tidak, dengan istiqomahnya seorang muslim akan melakukan persiapan dalam menghadapi badai kehidupan.
Bila elang akan terbang ke titik yang tinggi sembari menunggu badai, maka seorang muslim akan mempertinggi kondisi ruhaninya dengan amalan-amalan wajib dan nafilah. Dengan kedekatan pada Rabb-lah ia songsong badai.
Dan ketika badai itu datang, ia paham bahwa sebuah ujian hanyalah media untuk meningkatkan derajat dirinya di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Oleh karena itu, bila elang melebarkan sayapnya dan membiarkan angin melambungkan badannya tinggi ke atas, seorang muslim akan membuka dirinya dan membiarkan ujian yang dihadapi melambungkan derajatnya.
Wahai muslim, kita harus berdiri di atas badai ujian hidup kita. Tidak boleh kita biarkan terjebak dalam pusaran angin kencang dan terguncang-guncang tanpa daya.
Bila ujian hidup itu adalah sebuah arus liar, jangan biarkan akal sehat kita hanyut diombang-ambing oleh gelombang besar. Biarkan ujian itu mengalir bersama takdir, sementara akal sehat kita ada di atasnya menganalisa apa yang terjadi. Kelak arus liar itu pun akan berlalu dengan sendirinya.
Bila akal sehat kita tidak hanyut, dari atas gelombang akal sehat kita bisa saja membelokkan arus. Dengan berada lebih tinggi, kita menemukan pemandangan yang lebih luas untuk menentukan kemana arus berbelok dengan mengubah jalur sungai.
Yang terpenting, dengan berada di atas arus liar ujian kehidupan, akal sehat kita bisa menganalisa dan memahami tipikal air bah yang suatu saat akan kembali datang. Kita bisa mengambil pelajaran darinya, dan melakukan koreksi atas perilaku kita.