PANJIMAS.COM – Ada pandangan dari masyarakat awam yang meyakini bahwa berhubungan suami istri di malam Jum’at pahalanya sama dengan membunuh orang kafir dalam jihad. Bahkan, bukan hanya membunuh satu orang kafir tetapi 40 orang kafir.
Sehingga dalam pergaulan sehari-hari, sering kita dengar istilah “Sunnah Rasul” pada malam Jumat. “Sunnah Rasul” populer di malam Jumat yang dimaksud tentu hubungan suami istri.
Bahkan ada perkataan yang dianggap hadits:
“Barangsiapa melakukan hubungan suami istri di malam Jumat (kamis malam) maka pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi.” Dalam hadits yang lain disebutkan sama dengan membunuh 1000 atau 7000 yahudi.
Pada dasarnya, hubungan suami istri termasuk ibadah yang mendatangkan pahala sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
“Dan pada kemaluan (persetubuhan) kalian terdapat sedekah. Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah salah seorang dari kami yang menyalurkan syahwatnya lalu dia mendapatkan pahala?’ Beliau bersabda, ‘Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan pada tempat yang haram, bukankah baginya dosa? Demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada tempat yang halal, maka dia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Adapun, ungkapan jima’ di malam Jum’at sama dengan membunuh 100 orang Yahudi dan selainnya, tidak ada hadits shahih yang menyatakan ungkapan tersebut.
Hadits terkait hubungan suami istri justru disunnahkan dilakukan di hari Jum’at. Dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا
“Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mencuci kepala dan anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi no. 496. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Sebagaimana kata Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad, tafsir hadits di atas maksudnya:
قال الإمام أحمد : (غَسَّل) أي : جامع أهله ، وكذا فسَّره وكيع
Imam Ahmad berkata, makna ghossala adalah menyetubuhi istri. Demikian ditafsirkan pula oleh Waki’.
Dalam Hadits riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah disebutkan:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mandi junub kemudian dia pergi ke masjid pada awal waktu, maka dia mendapat ganjaran seperti pahala berkurban satu ekor unta. Barangsiapa berangkat ke masjid pada saat yang kedua, maka dia mendapat ganjaran seperti pahala berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang berangkat masjid pada saat yang ketiga, maka dia mendapat ganjaran seperti pahala berkurban seekor kambing jantan. Barangsiapa yang berangkat ke masjid pada saat yang keempat, maka dia mendapat ganjaran seperti pahala berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang berangkat ke masjid pada saat yang kelima, maka dia mendapat ganjaran seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah datang (untuk menyampaikan khuthah) maka para malaikat juga turut hadir untuk mendengarkan khutbah.”
Penjelasan hadits di atas bisa dilihat dalam kitab Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud juz 2 hal 11:
وَاخْتَلَفُوا فِي مَعْنَى غُسْلِ الْجَنَابَةِ فَقَالَ قَوْمٌ إِنَّهُ حَقِيقَةٌ حَتَّى يُسْتَحَبَّ أَنْ يُوَاقِعَ زَوْجَتَهُ لِيَكُونَ أَغَضَّ لِبَصَرِهِ وَأَسْكَنَ لِنَفْسِهِ وَلْيَغْتَسِلْ فِيهِ مِنَ الْجَنَابَةِ… وقد حكاه بن قُدَامَةَ عَنِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ وَثَبَتَ أَيْضًا عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ التَّابِعِينَ وَقَالَ الْقُرْطُبِيُّ إِنَّهُ أَنْسَبُ الْأَقْوَالِ
Dan mereka (para ‘ulama) berbeda pendapat tentang makna mandi junub (dalam hadits ini), maka sebagian mengatakan bahwa itu maknanya adalah makna haqiqi, sehingga disukai untuk menggauli istrinya (pada hari Jum’at) agar menjadikan dia lebih bisa menjaga pandangan dan lebih menentramkan hati (yakni saat berjalan ke masjid dan saat beribadah) dan kemudian dia mandi junub karenanya … dan sesungguhnya Ibnu Qudamah menceritakan yang demikian ini dari Imam Ahmad dan juga ditetapkan riwayat ini dari sekelompok tabi’in, dan berkata Imam al-Qurthubi, “sesungguhnya dia adalah perkataan yang lebih tepat.”
Sehingga kesimpulannya dipertegas lagi bahwa yang dimaksud hubungan intim adalah pada pagi hari pada hari Jum’at, bukan pada malam harinya. Sebagaimana hal ini dipahami oleh para ulama dan mereka tidak memahaminya pada malam Jum’at.
وقال السيوطي في تنوير الحوالك: ويؤيده حديث: أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته. أخرجه البيهقي في شعب الإيمان من حديث أبي هريرة.
As Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik dan beliau menguatkan hadits tersebut berkata: Apakah kalian lemas menyetubuhi istri kalian pada setiap hari Jum’at (artinya bukan di malam hari, -pen)? Karena menyetubuhi saat itu mendapat dua pahala: (1) pahala mandi Jum’at, (2) pahala menyebabkan istri mandi (karena disetubuhi). Yaitu hadits yang dimaksud dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari hadits Abu Hurairah. [AW/dbs]