WASHINGTON (Panjimas.com) – Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama menggambarkan jatuhnya wilayah Iraq yang sangat strategis ke tangan Daulah Islam/Islamic State (IS) sebagai kemunduran taktis, dan dia bertekad akan terus berperang melawan kelompok jihad itu.
“Saya tidak berpikir kita kehilangan,” kata Obama dalam sebuah wawancara dengan majalah berita Atlantic, sehari setelah kota Ramadi yang berada di Provinsi Anbar Iraq jatuh ke tangan IS, pada Kamis (21/5/2015).
“Tidak diragukan lagi ada kemunduran taktis, meskipun sebelumnya Ramadi sudah rentan dalam waktu yang sangat lama,” tambahnya.
Sejak bulan Agustus 2014 atas perintah Obama, koalisi salibis internasional pimpinan AS telah melakukan lebih dari 6.000 serangan udara di Iraq dan Suriah, dengan tujuan meminimalkan kekuatan IS, dan menolak kembali pasukan tempur ke Iraq, setelah perang brutal selama invasi militer yang bertujuan menggulingkan Saddam Hussein.
Tapi kekalahan di Ramadi telah menjadi pertanyaan serius terkait strategi AS dan kredibilitas pemerintah Syi’ah Shofawi Iraq. Obama menyalahkan rezim Syi’ah Shofawi, dan kurangnya pelatihan dan penguatan pasukan keamanan Iraq sendiri. “Mereka memiliki kelemahan yang dasarnya selama satu tahun tanpa bala yang cukup”, tambahnya.
“Tapi itu indikasi bahwa pelatihan pasukan keamanan Iraq yang menjadi, benteng, sistem perintah-dan-kontrol tidak berlangsung cukup cepat di Anbar, di bagian wilayah Sunni negara”, tegasnya. Ramadi adalah jantung kelompok Sunni Iraq, dan wilayah sangat dekat dengan ibukota Baghdad.
Bahkan, serangan kekuatan udara AS yang berkelanjutan ternyata diragukan banyak pengamat, dan mereka skeptis tentara Syi’ah Shofawi Iraq dapat memenangkan perang melawan IS yang sangat terlatih dan moralitas yang sangat tinggi.
Kedua, Washington dan Baghdad mulai menggunakan paramiliter dari milisi Syi’ah ‘Sya’ab’ yang langsung mendapatkan bantuan dari Negara Syi’ah Iran. Dengan berbagai jenis senjata, dan bahkan Amerika sudah mengirimkan 1.000 rudal anti tank.
Amerika telah mendorong pemerintah pusat Iraq melakukan pendekatan kepada suku-suku Sunni di provinsi Anbar Ramadi, meskipun pemerintah Syi’ah Iraq yang dipimpin PM Syi’ah Iraq Haidar al-Abadi enggan untuk melakukan pendekatan kepada kelompok Sunni.
Sekarang kelompok suku-suku Sunni di Iraq lebih memilih bergabung dengan Daulah Islam, dibandingkan harus bergabung pemerintahan Syi’ah Iraq yang didukung Iran dan milisi Syi’ah yang sudah menghancurkan mereka, di mana pemerintahan Syi’ah Iraq telah berkomplot dengan Amerika dan Iran, menghancurkan Iraq.
Amerika menghancurkan secara total golongan Sunni di Iraq, dan mendudukan rezim Syi’ah di Iraq yang dipimpin oleh Nuri al-Maliki dan digantikan al-Abadi. Jatuhnya Saddam Husien hanyalah skenario menghancurkan Sunni Iraq, yang menjadi ancaman Zionis-Israel.
Sekarang Amerika Serikat berkomplot dengan Iran, dan mendukung pembangunan nuklir Iran, yang menjadi ancaman negara-negara Arab Teluk. Iran dan Syi’ah ingin menguasai dan mendominasi seluruh kawasan Timur Tengah, dan melakukan Syi’ahisasi.
Kemudian, sesudah Arab Saudi menyerang Syi’ah Houthi Yaman, sekarang Amerika menggiring negara Arab Teluk ke Camp David, agar mereka tidak meninggalkan Amerika. Taktik Amerika Serikat itu, hanya sebuah tipuan yang bertujuan ingin tetap melemahkan negara-negara Arab dan tetap bergantung kepada Amerika yang menjadi kaki tangan Zionis. Wallahu a’lam.. [Muhajir/DINews]